Kampanye Jelang Pemilu, Menggiring Rakyat Terpecah Belah


Oleh: Rita Yusnita

(Pegiat Literasi)



Pemilihan umum (Pemilu) yang serentak akan dilaksanakan pada Tahun 2024 mendatang, mulai menjalani beberapa tahapan. Dari mulai pendaftaran para calon Presiden dan wakilnya, test kesehatan para kandidat, juga pemeriksaan menyeluruh para kandidat tentang harta kepemilikannya. Tak ketinggalan juga persiapan untuk tahapan kampanye peserta pemilu yang sudah dimulai sejak Selasa (28/11/2023).


Dilansir dari Jambi.bawaslu Ketua Bawaslu Provinsi Jambi, Wein Arifin mengatakan bahwa Provinsi Jambi mempersilakan peserta pemilu baik partai politik termasuk calon anggota legislatif (caleg) di dalamnya dan juga DPD melakukan kampanye. Juga pihaknya sudah melakukan persiapan pengawasan dan laporan hasil pengawasan pelaksanaan kampanye. Dalam pelaksanaan kampanye ini Bawaslu mengingatkan agar peserta menaati aturan yang berlaku dalam melakukan kampanye. Sesuai dengan UU 7/2017 dan PKPU 15/2023) tentang kampanye.


Dalam pelaksanaannya, kampanye ini terbagi menjadi dua tahap yakni pada tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024 dan 21 hari sebelum minggu tenang 21 Januari-10 Februari. Ketentuannya terkait dengan pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, dan kampanye di media sosial.


Lalu untuk kampanye rapat umum dan iklan di media massa cetak elektronik dan internet itu baru boleh dilakukan 21 hari sebelum minggu tenang. Selain itu, Wien menghimbau dalam pelaksanaan kampanye ini untuk menghindari black campaign atau kampanye hitam, dengan menyebarkan berita hoax atau bohong dan yang mengandung unsur SARA.


Setelah dimulainya masa kampanye, maka kemudian para pasangan capres dan cawapres mulai gencar mengadakan kampanye. Seperti diberitakan cnbcindonesia.com, pada (30/11/2023), Capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mulai melakukan kampanye di Jakarta dan Papua. Namun berbeda dengan keduanya, Capres Prabowo memulai kampanye dengan memasang baligo dirinya dan Cawapres Gibran dalam bentuk kartun Animasi dengan mimik yang ceria, yang tentunya keluar dari karakter biasanya yang tegas. Sehingga para pendukungnya mempunyai panggilan khusus yaitu gemoy yang artinya menggemaskan. Selain itu dalam setiap menghadiri acara-acara tertentu, Capres Prabowo secara spontan melakukan gerakan tarian beladiri tradisional hingga menjadi viral di media sosial. 


Sepak terjang Capres Prabowo tersebut dinilai oleh media Jepang bernama Nikkei sebagai keunggulan dalam memulai masa kampanye dan ada kemungkinan memperluas keunggulannya dalam survei. Hal tersebut terangkum dalam sebuah artikel berjudul "Indonesia's Prabowo Lead as Presidential Campaign Kicks off Race highlights growing rift between Jokowi and his politicial party".

Terbukti sekitar 40 persen tingkat dukungannya mengalami kenaikan. Kebanyakan dari kalangan jutaan pemilih muda, termasuk mereka yang akan memilih pertama kalinya pada 2024 nanti.


Tahapan kampanye adalah saat yang ditunggu, karena pada tahap inilah para kontestan mulai berlomba menarik simpati massa   memberikan dukungannya. Para kontestan bersaing dalam merebut perhatian dengan berbagai cara. Hal yang lumrah terjadi di pemilu dalam sistem Demokrasi. Segala cara itu meliputi pencitraan, politik uang, hingga black campaign. Padahal kondisi seperti itu sangat rawan terjadinya perselisihan dan timbulnya konflik di tengah masyarakat. Rakyat akan mudah terpecah belah karena masing-masing loyal pada kontestan pilihannya. Masyarakat terlanjur bersikap euforia terhadap "pesta demokrasi" yang diusung setiap Lima tahun sekali ini. Padahal yang terjadi di sisi lain, sistem pemilu ini penuh dengan intrik, tipu-tipu, juga aksi tidak terpuji lainnya yang mungkin tidak akan disadari oleh masyarakat umum.


Hal di atas terjadi di setiap ajang pemilihan calon pemimpin dalam sistem demokrasi, pada awalnya memang setiap kontestan seolah bersaing memperebutkan kursi kepemimpinan dengan masing-masing pendukungnya hingga terkadang terjadi konflik di antara mereka. Namun, seiring berakhirnya masa pemilihan maka para calon pemimpin yang dulu bersaing malah berakhir saling berbagi kekuasaan. Tentunya hal tersebut tidak terjadi di antara para massa pendukungnya. Ternyata benarlah sebuah ungkapan yang berbunyi "Tidak ada lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi."


Lantas bagaimana mekanisme pemilihan pemimpin dalam Islam?. Tentu saja sangat berbeda jauh dengan yang ada dalam sistem Demokrasi.

Dalam Islam, semua persoalan yang menyangkut kehidupan manusia telah ada aturannya yang sangat jelas dan detail. Termasuk dalam hal memilih seorang pemimpin, karena aspek kepemimpinan luar biasa sangat besar dampaknya bagi kehidupan seluruh rakyat di suatu negeri. Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Jika ada yang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya." (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)


Hadis itu menjadi bukti bahwa Islam sangat memandang penting persoalan memilih pemimpin, juga memperlihatkan bahwa kelompok Muslim yang sangat sedikit saja Nabi memerintahkan seorang Muslim untuk memilih dan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin, apalagi dalam ruang lingkup yang lebih besar lagi yaitu masyarakat suatu negeri.


Dalam Islam, metode pengangkatan pemimpin adalah dengan bai'at. Rasulullah sendiri juga di bai'at oleh kaum Muslim sebagai kepala negara. Setelah di baiat, Khalifah (sebutan pemimpin dalam Islam) baru bisa menjalankan kekuasaan yang telah diberikan oleh umat kepadanya. Dengan begitu, baiat merupakan metode pengangkatan seorang pemimpin dalam Islam yang wajib dipenuhi.


Pun, tahapan pemilihan dan masa kampanye tidak memerlukan waktu sampai hitungan bulan, tidak seperti dalam sistem Demokrasi yang berlarut-larut sehingga membengkaknya biaya pemilu dan terbuangnya waktu. Sistem Islam hanya memerlukan waktu tiga hari dua malam dalam masa pemilihan. Hal ini didasarkan pada kisah pembaiatan Abu Bakar di Saqifah Bani Saidah sesaat pasca wafatnya Rasulullah saw. Saat jasad beliau belum dimakamkan, maka para sahabat terlebih dahulu memilih Khalifah pengganti Nabi sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin secara sah diangkat sebagai seorang kepala negara jika memenuhi tujuh syarat yaitu laki-laki, Muslim, merdeka, baligh, berakal, adil, dan memiliki kemampuan.


Sisten Islam juga melarang keras memilih dan mengangkat seorang pemimpin dari kalangan Non Islam/kafir. Hal ini berkaitan dengan sebuah dalil dalam Al-Qur'an yang artinya, "Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (waly) pemimpin, teman setia, pelindung dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kamu kembali." (QS. Ali Imron ayat 28)


Demikianlah mekanisme pemilihan pemimpin dalam Islam, semua terperinci hingga tidak akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Begitu pun dengan hasilnya nanti. Seorang pemimpin yang terpilih akan melakasanakan tanggung-jawabnya sebagai pengurus umat, itu semua semata karena ingin meraih rida Allah bukan yang lain.


Seorang pemimpin dalam Islam akan menjamin semua kebutuhan pokok masyarakat agar merata dan terpenuhi, sebagai bentuk pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. Hal ini disebutkan dalam sebuah Hadis sahih Yang berbunyi, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya."  (HR Al-Bukhari dan Muslim)


Wallahu'alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post