Oleh Endah Dwianti, S.E., CA., M.Ak.
Aktivis Muslimah
Kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini tengah menjadi isu serius yang hangat dibicarakan oleh banyak pihak. Sebenarnya isu ini sudah lama mencuat, tetapi baru menghangat akhir-akhir ini seiring dengan perayaan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang digelar sejak tanggal 25 November hingga 16 Desember mendatang. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. (media online Komnasperempuan)
Hari anti kekerasan terhadap perempuan dan anak ini diinisiasi oleh pemberdayaan hak asasi manusia dunia. Di Indonesia sendiri, peringatan-peringatan serupa digalakan oleh Komnas Perempuan selaku lembaga yang mewakili suara-suara perempuan juga anak-anak.
Namun sayangnya, meski Hari Anti Kekerasan ini berulang kali dirayakan dan diperingati tidak lantas membuat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi turun. Sebaliknya, angka kejahatan terhadap mereka justru lebih tinggi, ditambah lagi semakin majunya faktor teknologi yang justru beralih menjadi ancaman bagi mereka.
Kekerasan pada Perempuan Berbasis Teknologi
Saat ini kemajuan teknologi bisa dikatakan sangat pesat sekali. Berbagai informasi dapat diperoleh dan disebarkan hanya dalam hitungan detik sejak informasi tersebut pertama diterima. Tentu fakta ini membuat mudah berbagai pekerjaan. Namun, sayangnya tidak bagi sebagian besar perempuan yang justru semakin terancam.
Revenge porn saat ini tengah menjadi ancaman serius dan menempati posisi cukup tinggi sebagai salah satu ancaman terhadap perempuan. Revenge porn sendiri termasuk dalam kategori pelecehan seksual tetapi berbasis teknologi. Biasanya, pelaku dan korban mempunyai hubungan spesial seperti kekasih atau suami istri. Kemudian mereka akan saling berbagi gambar pribadi dengan consent bahwa gambar tersebut tidak untuk disebarluaskan.
Namun sayangnya, beberapa oknum justru menjadikan hal tersebut sebagai ladang untuk melakukan kejahatan, salah satunya pemerasan. Pelaku akan menyebarkan foto atau video korban dan mengancam jika tidak membayar dengan nominal sekian, makan foto dan video tersebut akan semakin disebar pada khalayak ramai.
Komnas Perempuan bersama dengan LBH sudah berusaha meminimalkan hal ini terjadi dengan menyediakan laman pengaduan bagi siapa saja yang menjadi korban. Namun sayangnya, akibat cepat dan masifnya teknologi, meski sudah ditangani oleh ahlinya, tetapi foto dan video korban telanjur tersebar dan diakses banyak orang. Korban malu, dan banyak yang berakhir bunuh diri.
Pandangan Islam dalam Melindungi Martabat Perempuan
Jauh sebelum semua modernisasi ini muncul, Islam sudah lebih dahulu hadir dan mengatur sedemikian rupa hubungan antara laki-laki dan perempuan agar perempuan dapat terjaga martabatnya. Salah satunya dengan larangan pacaran.
Larangan ini akan meminimalkan terjadi hal-hal seperti yang disebutkan di atas.
Selain aturan terkait larangan pacaran, Islam juga mengatur sangat rinci bagaimana cara memperlakukan perempuan yang benar.
Mulai dari menundukkan pandangan saat bertemu perempuan yang bukan mahramnya, bersikap lemah lembut terhadap perempuan dengan tidak membentak bahkan memukul, hingga berusaha untuk terlibat sesedikit mungkin antara laki-laki dan juga perempuan.
Mungkin beberapa orang menganggap aturan ini terlalu rigid. Namun sebenarnya, ini adalah cara yang paling memungkinkan untuk diterapkan saat ini di tengah berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan juga anak-anak.
Berbagai kampanye yang digagas oleh lembaga pemberdayaan perempuan dan anak tidak akan berdampak apabila faktor utama, yaitu interaksi antara laki-laki dan perempuan itu sendiri tidak diatur, dan Islam adalah salah satu agama dengan aturan paling tepat atas masalah tersebut.
Dengan demikian, harapannya, pada hari anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di tahun berikutnya, angka kekerasan sudah menurun dengan signifikan.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment