Judi Online Pada Anak, Potret Buruknya Generasi


Andika Ramadani 
( Aktivis Muslimah)


Judi online tidak hanya menjerat kalangan orang dewasa, tetapi juga di kalangan anak-anak di bawah umur. Dampak yang sangat mengerikan jika anak-anak sudah terpapar judi online, apalagi sudah sampai pada level kecanduan. 


Hal ini diungkap Komisioner KPAI Sub Klaster: Anak Korban Cybercrime, Kawiyan. Menurut dia, kalangan ahli menyebutkan anak-anak di bawah umur yang terpapar judi online cenderung tidak mau berhenti. Aktivitas fisik mereka juga biasanya menurun. “Hal tersebut disebabkan waktu mereka banyak dihabiskan untuk bermain dan memantau perkembangan judi online,”


Selain itu, anak-anak yang terlibat judi online juga boros dan tidak bisa hemat. Karena uang yang mereka dapat dari orang tua banyak dipakai untuk berjudi online, padahal hasilnya spekulatif alias bisa menang dan bisa kalah.


“Yang lebih berbahaya lagi anak-anak yang terlibat judi online berpotensi menyalahgunakan uang orang tua, bahkan tidak menutup kemungkinan akan berusaha mendapatkan uang dari mana pun, termasuk dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh hukum,”


Lebih jauh lagi, anak-anak yang terjerat judi online bisa mengalami masalah psikologis seperti cemas, stres dan depresi. Jika ini terjadi, pendidikan mereka di sekolah bisa saja berantakan, jelasnya. (CNBCIndonesia, 21/9/2023)


Miris, banyak anak dan remaja yang menjadi korban judi online. Hal ini membuktikan makin rusaknya generasi saat ini. Bahkan bukan hanya melanggar norma agama dan hukum. Tetapi dampak negatif yang ditimbulkan juga mempengaruhi gangguan fisik anak-anak, terlebih banyak menyita waktu mereka berada di depan layar. Sehingga aktivitas mereka menurun dan berkemungkinan akan malas untuk bergerak.


Anak-anak yang seharusnya difokuskan untuk belajar, namun nyatanya terjerat bahkan kecanduan melakukan judi online yang berbasis game itu. Lalu bagaimanakah menuntaskan problematika yang terjadi saat ini menjerat generasi muda?


Sudah seharusnya peran keluarga yang menjadi pendidik utama bagi anak-anak, sayangnya kebanyakan yang justru turut andil melakukan permainan ini. Betapa miris mereka melakukan secara tidak langsung menjadi contoh buruk bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang dicontohkan seringnya melihat aktivitas orang tua nya bermain judi online di rumah bahkan di tempat umum.


Alasan mereka sering melakukan perjudian, karena menganggap sebagai peluang bisnis yang menguntungkan dan menjadi jalan pintas untuk melarikan diri dari kesulitan ekonomi. Pandangan ini muncul karena pengaruh dari sistem kapitalisme yang telah merasuki pikiran mereka.


Mengejar keuntungan materi semata tanpa mempertimbangkan etika dan dosa yang mereka lakukan. Orang-orang yang berpartisipasi dalam sistem kapitalisme sering kali memiliki pemahaman yang salah tentang sumber kebahagiaan dalam kehidupan. Maka tak heran jika judi online semakin merajalela.


Peran negara sangat penting dalam pemberantasan ini dengan memblokir semua aplikasi ataupun situs yang terindikasi terkait perjudian. Harus lebih jeli melihat mana aplikasi game atau situs yang memang terindikasi. Jika aplikasi ini belum dihapus oleh pemerintah maka berkemungkinan besar akan masih banyak anak-anak yang akan terlalaikan dengan judi online.


Di samping kebijakan negara dalam mengurusi urusan rakyat, termasuk dalam memberantas kejahatan, semua itu belum terselesaikan secara tuntas. Terlihat tidak adanya langkah kuratif yang dilakukan negara dalam menangkap para bandar judi online dan  menindak tegas para pelaku atau pemain dan bandar judinya. Sistem ini berbeda dengan sistem Islam.


Jika sebuah negara berdaulat dan ingin menjaga generasi mudanya, tentu negara akan secara optimal melakukan penjagaan dan juga pemberantasan meski harus dengan mengeluarkan dana yang besar. Semua itu hanya akan terlaksana ketika sebuah negara menerapkan Islam secara keseluruhan (kaffah).


Seperti yang disabdakan Rasulullah Saw: “Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai, di mana orang- orang akan berperang di belakangnya (mendukung), dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain)


Keberadaan sebuah negara dengan penerapan Islam secara sempurna akan memastikan keamanan seluruh rakyatnya dari berbagai hal yang membahayakan, termasuk di dalamnya judi online ataupun offline. Di dalam Islam, selain merusak masyarakat, judi juga termasuk dalam perbuatan maksiat kepada Allah Swt.


Sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang- orang yang beriman, sesungguhnya khamar (minuman keras), judi, berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)


Dalam negara yang menerapkan Islam secara total, judi akan diberantas secara tuntas mulai dari pelaku, agen, hingga bandar. Negara akan dengan mudah meringkus para pelaku karena negara lah yang berdaulat secara penuh atas sistem hukumnya.


Para polisi atau syurthah akan melakukan patroli baik offline ataupun online untuk memastikan masyarakat bersih dari perjudian secara langsung. Sementara itu para pakar Information Technology (IT) dan polisi siber terbaik akan memantau, meretas, dan memblokir situs judi online dari media sosial ataupun platform yang mempromosikannya.


Mereka akan meringkus pelaku dengan mudah dan akan diadili oleh qadhi hisbah atau hakim yang mengadili pelanggar hukum syarak di luar mahkamah, bukan karena tuntutan pihak penuntut, tetapi semata-mata karena pelanggaran.


Pelaku akan mendapatkan sanksi takzir sesuai dengan tingkat kejahatan yang mereka lakukan, dan hukuman ini akan menimbulkan efek jawabir atau penebus dosa dan membuat pelaku jera. Efek zawajir atau mencegah agar kemungkaran serupa tidak terjadi kembali di tengah masyarakat. Di sisi lain, negara juga akan menjaga anak- anak dengan mengoptimalkan peran keluarga, masyarakat, dan juga sistem pendidikan.


Pertama, dari keluarga, anak-anak akan mendapatkan pendidikan akidah pertama. Pendidikan ini akan membuat anak- anak terbiasa dan sadar harus terikat dengan syariat Islam. Sehingga mereka memiliki self kontrol untuk tidak melakukan kemaksiatan.


Kedua, peran masyarakat. Sebagai pengontrol aktivitas anak-anak, masyarakat yang Islami akan senantiasa beramar makruf nahi munkar. Bukan masyarakat yang individualis seperti saat sekarang.


Ketiga, sistem pendidikan. Anak-anak akan dididik dengan berdasarkan kurikulum pendidikan Islam yang bertujuan untuk mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam yakni pola pikir dan pola sikap mereka sesuai dengan ajaran Islam.


Dengan demikian, untuk menuntaskan problematika perjudian, baik online maupun  offline mengharuskan adanya peran keluarga, masyarakat, dan juga negara secara optimal. Semua itu hanya akan terwujud ketika negara menerapkan Islam secara sempurna.


Wallahu a’lam Bish-Showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post