Judi Online Marak Di Kalangan Anak, Kerusakan Generasi Kian Merebak


Oleh : Ummu Salman


Sejumlah anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi online dari konten live streaming para streamer gim yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot.

Bocah-bocah itu disebut lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, dan performa belajar terganggu–indikasi yang mengarah pada kecanduan gim online – menurut dokter spesialis yang menangani anak-anak tersebut.


Alih-alih untuk membeli fitur gim, uang saku pemberian orang tua mereka gunakan untuk berjudi. Jika uang mereka habis karena kalah judi, perilaku mereka menjadi tak terkendali.

Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda. Jika dibiarkan, Pratama meyakini masa depan mereka bakal hancur


Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, mengakui perang terhadap judi online sangat berat sehingga mempertimbangkan membentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online – sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar – dengan penghasilan di bawah Rp100.000.


Dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, tak pernah menyangka bakal menangani anak kecanduan judi online.

Selama berpraktik, kasus yang ditangani kebanyakan kecanduan gim atau kesulitan belajar. Tapi, kira-kira setahun terakhir gejalanya berubah. Orang tua anak-anak tersebut rata-rata mengeluh hal yang sama: lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, serta performa belajar terganggu.


Secara umum, kata dokter Denta, indikasinya mengarah ke kecanduan gim online.

Namun setelah ditelusuri, uang yang diberikan pada anak-anak itu bukan untuk membeli fitur gim.

"Tapi benar-benar taruhan... kalau menang dari judi slot, dapat duit. Jadi secara psikologis anak-anak ini dikasih duit jadi lebih terpacu," ungkap dokter Denta kepada BBC News Indonesia.

"Jadi gimana caranya [anak-anak] ini dapat duit untuk bisa main judi."

Bocah-bocah itu, sambungnya, mengetahui judi slot dari streaming gim di YouTube lantaran akses mereka terhadap internet tak pernah putus.


Dari situ mereka mulai menggunakan uang saku pemberian orang tua – entah berupa tunai atau uang elektronik – untuk didepositkan.

Berdasarkan pengakuan mereka, deposit slot atau pasang taruhan tak melulu pakai rekening bank.

Ada cara lain yang lebih gampang: beli atau berbagi pulsa dan mengirim via dompet atau uang elektronik dengan nominal Rp10.000.

Kalau uangnya habis gara-gara kalah judi, perilaku mereka tak terkendali.

"Yang saya lihat ngamuk, banting-banting barang. Jadi lebih sensitif, bawaannya spaneng (stres) terus... misalnya disenggol sedikit meluap-luap..."


Sepanjang tahun ini, klinik KiDi spesialis anak di Pejaten, Jakarta Selatan tengah menangani hampir 50 anak kecanduan judi online.

Dari yang awalnya remaja SMA dan SMP, tiga bulan terakhir justru anak-anak SD kelas 5 dan 6, yang kebanyakan dari keluarga menengah atas.


Di usia sekolah dasar, anak-anak belum bisa menalar dengan benar.

Mereka tak bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Maka ketika ditawarkan judi online yang mirip gim, anak-anak itu tak tahu apa bahayanya.

Di sinilah persoalannya, kata dokter Denta.


Dalam jangka panjang kualitas hidup mereka akan makin terpuruk. Hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja, katanya. Mulai dari tak ada gairah hidup, tak bisa fokus bekerja, bahkan terlilit utang.

"Yang paling fatal bunuh diri," ucap dokter Denta.

Dokter Denta menambahkan, anak-anak yang datang padanya terbilang beruntung. Sebab orangtua mereka punya kesadaran dan dana untuk berobat


Tetapi bagaimana dengan bocah-bocah yang ekonominya pas-pasan dan jauh dari akses kesehatan. Sedangkan penetrasi digital sudah sangat masif.

"Jangan sampai tinggal menunggu waktu semuanya kecanduan judi online, persoalan ini sudah krusial.


Laporan tentang korban judi online terus berdatangan dari kalangan anak-anak. Dan pemerintah hanya melaporkan kerugian dari sisi materi (uang). Justru kerugian yang paling fatal adalah terganggunya kesehatan fisik dan psikis anak-anak, mereka mengalami emosi yang tidak terkendali,  dan selalu uring-uringan.  Anak tidak bisa fokus dalam belajar, nafsu makan hilang, bahkan pada tingkat yang paling parah anak akan mengalami stres dan depresi, bahkan sampai bunuh diri, akibat kecanduan dan kalah dalam permainan judi. 


Pemerintah mengeklaim telah bertanggung jawab dengan memutus akses 40 ribu platform judi online. Namun, apakah pemutusan ini akan berdampak positif bagi masyarakat, mengingat pemutusan akses platform judi online masih tebang pilih?


Ditambah lagi, dalam hitungan detik, terus bermunculan situs-situs judi online baru. Bahkan, banyak pengakses judi online menggunakan virtual private network (VPN) yang bisa memanipulasi koneksi jaringan agar bisa mengakses situs-situs yang sudah diblokir.

Sementara itu, agen-agen judi online jarang diproses ke meja hijau. Walaupun ada, hanya mendapatkan hukuman ringan. Ada kesan penangkapan hanya formalitas pemberantasan judi saja atau sekadar meminta upah yang lebih besar. Alhasil, judi online tetap merebak, anak-anak pun terus menjadi korban.


Ketidakseriusan pemerintah dalam menangani kasus maraknya judi online, sebenarnya bukan hal yang aneh di negara yang menganut sistem kapitalisme ini. Karena orientasi kapitalisme adalah selalu berpusat pada keuntungan dan materi. Sehingga ketika para kapital mampu memberikan keuntungan maka bisnis apapun bisa dilegalkan, dan dapat beroperasi dengan aman. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa kedepan judi online ini pun akan dilegalkan, dan menjadi suatu aktivitas yang wajar dan lumrah. 


Selain itu pemerintah juga tidak berusaha memberikan tindakan preventif dan kuratif secara sistematis. Padahal banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan oleh judi online ini, anak yang sudah kecanduan judi online tidak akan memiliki semangat untuk belajar, sehingga prestasinya akan semakin menurun. Ketika mereka kalah dalam permainan, maka mereka akan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan cuan agar tetap bisa bermain judi online. 


Banyak dari anak-anak yang meminta uang kepada orang tuanya secara paksa, bahkan sampai tega menganiaya orang tua atau bahkan memalak dan menganiaya temannya. Dan jika mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka minta, mereka bisa saja melakukan cara haram yaitu mencuri. Sehingga tindak kriminalitas yang ditimbulkan oleh judi online ini akan  banyak sekali. Namun pemerintah seakan setengah hati dalam menangani kasus ini. 


Bayangkan jika ini terus terjadi maka cita-cita bangsa untuk memiliki generasi emas, hanya akan menjadi sebuah ilusi. Karena fisik dan mental generasi muda bangsa telah rusak oleh game online atau judi online, sehingga bisa dipastikan bangsa ini akan kehilangan masa depan terbaiknya, karena generasi mudanya telah rusak kesehatan fisik dan psikisnya secara sistematis. 


Sedikitnya ada empat cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan judi online ini. 

Pertama memberikan pembinaan kepada masyarakat terutama kepada anak-anak. Masyarakat harus diberikan pemahaman yang benar tentang agama, bahwa judi merupakan perbuatan tercela dan agama telah mengharamkannya.


Banyak sekali kerugian yang akan ditimbulkan oleh perbuatan judi ini. Selain itu setiap apa yang kita lakukan di dunia, kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban. 

Allah telah tegas mengharamkan judi (maisir). Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).


Yang kedua menyediakan rumah rehabilitasi bagi anak-anak yang telah kecanduan judi online. Di sana anak dibina dan diarahkan dengan benar, dipulihkan kesehatan fisik dan psikisnya agar tidak kembali terpengaruh dengan godaan judi online. Karena selain peran orang tua dan masyarakat, negara juga mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan pembinaan. 


Ketiga menambah jam pelajaran agama dalam kurikulum di sekolah, agar anak-anak mendapatkan pendidikan agama lebih banyak. Sehingga diharapkan dapat membentengi perilakunya, anak-anak dapat mengetahui syariat Islam secara menyeluruh. Tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan menurut agama. Sehingga dapat meminimalisir untuk tergoda oleh aktivitas haram seperti bermain judi online. 


Keempat, negara bertindak tegas kepada bandar, pemain, maupun pembuat situs-situs judi online. Pemerintah jangan mau diiming-imingi oleh suap yang ditawarkan para bandar. Pemerintah harus bertindak tegas dan keras terhadap para pembuat dan pemodal judi online, termasuk pada para pemain. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan hukum  Islam, karena hanya hukum Islam lah yang mampu memberikan  kemaslahatan dan menimbulkan efek jera, sehingga tidak ada lagi celah untuk mengakses judi baik online maupun offline. 


Namun hal ini mustahil bisa dilakukan di negara yang menganut sistem demokrasi kapitaliskapitalisme. Masalahnya adalah pandangan kapitalistis yang selalu berorientasi pada keuntungan, mereka akan selalu melirik cuan di balik bisnis judi online. Inilah juga yang tampak dari banyaknya oknum pemerintah yang membekingi judi online. Selama pandangan kapitalistis ini masih bercokol di benak pemerintah, selamanya judi online tidak akan pernah diberantas tuntas. Yang ada justru usulan untuk dilegalkan. Sungguh miris!


Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan generasi muda dari kerusakan akibat judi ialah melalui tegaknya syariat Islam, dalam naungan Khilafah. Karena Khilafah akan serius dalam menangani judi, dan akan konsisten pada hukum haram judi, sehingga perjudian pasti akan dilarang baik yang online maupun yang offline. Khilafah juga tidak akan tergiur oleh cuan, karena orientasinya bukan pada keuntungan atau materi melainkan pada kemaslahatan umat dan ridho Allah Ta'ala. 

Dengan adanya Khilafah, generasi muda Islam akan terbina dengan pemikiran Islam, berakidah dan berkepribadian Islam yang kukuh dan kokoh, serta berprestasi dalam hal akademik, selanjutnya akan mampu menjadi insan yang bermanfaat bagi insan lainnya. 


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post