(Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)
Wilayah Jambi termasuk kawasan dengan konflik lahan terbanyak kedua di Indonesia setelah Riau, dimana ada 156 kasus hingga tahun 2022. Menurut catatan Walhi (Wahana Lingkungan hidup) ada 1.223.737 dikuasai oleh korporasi swasta, dan BUMN yang terdiri dari sektor kehutanan, perkebunan sawit, dan tambang. Hal ini menjadi ketimpangan dalam penguasaan tanah di Provinsi Jambi, mengingat hanya 215.969, 92 hektar yang dikeluarkan pemerintah melalui skema hukum desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan kepada rakyat Jambi. (antaranews)
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Abdullah mengatakan, tidak hanya ketimpangan, keadaan ini juga memaksa masyarakat yang tanahnya ditimpa izin konsesi yang dikeluarkan oleh pemerintah harus menghadapi konflik tiada henti dengan korporasi dan mafia tanah.
Ratusan bahkan ribuan kasus konflik lahan yang tak kunjung usai terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia, menjadi bukti bahwa negeri ini tak mampu memberikan perlindungan terhadap hak warga negaranya. Misalkan saja kasus konflik lahan yang sudah terjadi puluhan tahun semenjak 1998 hingga saat ini belum juga tertuntaskan. Hanya saja ada satu kasus konflik lahan antar warga dengan PT FPIL di Muaro Jambi berakhir dengan damai. (humas.polri, 10/10/2023)
Mengapa konflik lahan ini tak kunjung usai ? dan berujung pada kesepakatan damai serta mengalahnya warga atau individu masyarakat dengan diberikan iming-iming yang menggiurkan. Penyebabnya hanya pada sistem peraturan negara kita saat ini yang liberal atau serba bebas, sistem dari buah demokrasi yang asasnya memberikan kebebasan dalam hak milik. Selain itu sistem ini juga berasal dari ideologi kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, dengan pola pengaturannya siapa yang memiliki modal besar maka dialah yang akan mampu berkuasa.
Inilah sistem oligarki yang menjadikan penguasa hanya sebagai regulator semata, tak ada kekuatan jika dikuasai oleh para pemilik modal. Peraturan yang dikeluarkan syarat dengan berbagai kepentingan maka yang menang hanyalah yang beruang. Tak terhitung lagi kasus-kasus konflik lahan yang membuat rakyat menjadi korban. Beberapa warga yang berada di Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari mengalami nasib serupa yakni lahan mereka diserobot, diambil paksa, yang katanya telah mendapat izin dari pemerintah.
Mengguritanya konflik lahan ini yang tak kunjung usai disebabkan karena masih kurangnya pemerintah berperan aktif untuk mengatasinya. Berbeda dengan Islam yang menjadikan penguasa sebagai pemimpin untuk bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Prioritas amanahnya semata-mata karena ketakwaan yang akan dimintai pertanggung jawabannya di dunia dan di akhirat.
Islam sudah terbukti menaungi umat hingga 14 abad, terbukti mampu menyelesaikan segala permasalahan umat termasuk konflik lahan. Standar hukum yang diberlakukan adalah standar hukum yang adil karena berasal dari Sang Maha Adil Maha Mengetahui dan Maha Sempurna yakni Allah ta’ala, bukan standar hukum buatan manusia yang serba kurang dan cacat.
Solusi Islam dalam menyelesaikan konflik lahan, akan kita jelaskan dari sisi pandangan perbedaan dalam hal pengelolaan dan kepemilikan lahan dalam sistem Islam dengan sistem kapitalis hari ini, yakni sebagai berikut :
Pertama, dalam sistem kapitalis, individu diberikan kebebasan untuk menguasai lahan. Sedangkan Islam siapa pun boleh bebas memiliki tanah atau lahan pertanian dengan syarat tidak boleh ditelantarkan selama 3 tahun. Jika terbukti ditelantarkan atau tidak dimanfaatkan selama 3 tahun maka tanah atau lahan tersebut akan diambil alih oleh penguasa dan akan diberikan kepada rakyat yang mau dan mampu memanfaatkannya.
Kedua, sistem kapitalis menjadikan setiap individu bebas untuk memanfaatkan tanah atau lahannya dengan menanam apapun yang mereka mau. Sedangkan di dalam Islam diberikan pengaturan sesuai dengan jenis tanah, kondisi dan lokasi nya.
Ketiga, sistem kapitalis memberikan kebebasan untuk memperbesar kepemilikan lahan, sehingga akan terjadi ketimpangan untuk rakyat kecil yang modalnya sedikit untuk memanfaatkan lahan pertaniannya. Sedangkan di dalam Islam ada syarat tertentu seperti di larang menyewakan tanah untuk lahan pertanian. Sehingga tidak diberikan jalan bagi para korporasi untuk mengambil lahan milik rakyat yang telah lama dimiliki dan dikelolahnya. Sehingga tidak terjadi monopoli lahan di dalam Islam.
Selain itu Islam juga memiliki konsep kepemilikan tanah yang terbagi menjadi tiga, yakni tanah milik individu, tanah milik umum, dan tanah milik negara. Semua nya diatur sesuai hak pengaturan yang ditetapkan Islam. Sehingga bukti legalitas sertifikat itu hanyalah sebagai bukti penunjang terkait kepemilikan. Sedangkan hari ini sertifikat itu menjadi syarat legalitas penguasaan yang terkuat untuk menguasai lahan. Sehingga tanah mudah diklaim kepemilikannya dengan menunjukkan sertifikat saja.
Konsep Islam yang menjadikan bukti kepemilikan tanah yang sepaket dengan bukti nyata pengelolaannya akan mampu menghilangkan kezaliman antar pihak, sekalipun pihak yang lain itu lemah. Islam akan melindungi siapa saja yang telah memanfaatkan lahan atau tanahnya untuk pertanian, peternakan, perkebunan, bangunan dan sebagainya sesuai syariat Islam. Jika ada penelantaran tanah atau lahan selama 3 tahun meskipun ada bukti hak kepemilikan tanah, maka negara akan turun tangan untuk menegur agar lahan itu dikelola, jika tidak maka akan diambil alih dan diberikan kepada pihak yang mau dan mampu memanfaatkannya.
Konsep Islam ini akan menghilangkan terjadinya penumpukan tanah yang tidak dimanfaatkan, dan juga menghilangkan penguasaan korporasi untuk memonopoli lahan. Maka hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh dalam bingkai Negara sajalah yang akan mampu menuntaskan konflik lahan yang telah lama terjadi di wilayah Indonesia tercinta ini. Pesan ini sesuai dengan peringatan Allah Subhanahu wata’ala dalam firman Nya yang artinya :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan akibat sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS. Ar Rum : 41).
Post a Comment