Oleh Hesti Andyra
Pemerhati
Sosial
Di bulan November 2023 kita merayakan Hari Guru Nasional yang ke-29. Pemerintah
menetapkan peringatan Hari guru bersamaan dengan berdirinya organisasi
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945 seusai
mengadakan kongres guru berskala nasional.
Tema peringatan Hari Guru 2023 adalah Bergerak
Bersama Rayakan Merdeka Belajar. Sebuah tema yang terkesan ditetapkan demi
acara seremonial belaka. Bagaimana tidak, tema dan logo HGN 2023 sama sekali
tidak menyoal berbagai persoalan pendidikan yang amat pelik saat ini. Mulai
dari sisi biaya pendidikan yang semakin tinggi, meningkatnya trend kriminalitas
dan masalah kesehatan mental anak didik, kesejahteraan dan marwah guru yang
semakin mengenaskan, dan berbagai masalah lainnya.
Biaya pendidikan yang makin tak
terjangkau
Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi
Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum. Dengan perubahan PTN menjadi PTN
BH, maka PTN diharapkan lebih berkreasi dalam mengatasi masalah pendanaan. PTN
sebaiknya tidak melulu tergantung pada alokasi dana APBN.
Maka terjadilah komersialisasi pendidikan
yang berimbas pada semakin tingginya UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang harus
ditanggung oleh peserta didik. Berdasarkan data yang dikutip dari laman resmi
OJK , rata-rata biaya pendidikan mengalami inflasi sebesar 15-20% per tahun.
Sangat tidak sebanding dengan peningkatan penghasilan masyarakat yang hanya
menyentuh angka 5,3% pada 2022.
Meningkatnya kriminalitas dan masalah
kesehatan mental pelajar
Meskipun mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam, namun negara tidak menerapkan sistem pendidikan Islam yang
mengutamakan pembinaan akidah dan syaksiyah Islam. Alih-alih menerapkan sistem
pendidikan berbasis syariat Islam, pemerintah justru mengadopsi sistem
pendidikan sekuler kapitalis yang sangat menjunjung tinggi kebebasan dan Hak
Asasi Manusia (HAM). Kurikulum yang diterapkan berorientasi mencetak
calon-calon pekerja. Sekadar menjadi buruh. Bukan mencetak calon pemimpin yang
tangguh dengan kepribadian teladan.
Sementara itu semakin banyak para pelajar
di usia anak-anak dan remaja yang terjebak narkoba, kecanduan pornografi,
terseret pergaulan bebas, terlibat prostitusi, terjerat pinjaman riba online,
mengalami depresi mental, serta dengan mudah memutuskan mengakhiri hidup saat
menjumpai masalah.
Semua persoalan pendidikan yang membelit
ini tidak semata-mata terjadi karena generasi muda kita yang bermental rapuh
layaknya buah stroberi. Hal ini juga terjadi karena negara abai terhadap
pembinaan iman dan akhlak pada generasi penerus. Di tambah dengan sistem
kapitalis yang menjadikan cuan sebagai dewa sehingga standar ekonomi
berkecukupan menjadi tujuan utama banyak orang.
Merosotnya kesejahteraan dan wibawa guru
Pada tahun 2022 masyarakat sempat
dihebohkan dengan perekrutan 7 muda mudi sebagai staf khusus presiden. Ke 7
orang ini disebut Staf Khusus Milenial yang berhak menerima gaji bulanan
sebesar Rp51 juta berdasarkan Prepres No 144 Tahun 2015.
Di sisi lain, pada Februari 2019 seorang
guru honorer di NTT mengadukan nasibnya kepada perwakilan DPRD Ende karena
sudah 11 bulan tidak menerima gaji. 4 tahun berselang ternyata nasib para guru
belum berubah. Pada 16 Oktober 2023 sebanyak 766 PPPK guru di Ende kembali
mengadukan nasibnya karena sudah 5 bulan tidak menerima gaji. (globalflores.com/16-10-2023).
Sungguh miris, guru yang memiliki tanggug
jawab serius untuk mendidik generasi penerus bangsa justru dipinggirkan.
Apresiasi terhadap kinerja guru terkesan main-main dan tidak serius.
Selain tingkat kesejahteraan yang kurang
digubris pemerintah, guru juga menghadapi persoalan kronis terkait berkurangnya
rasa hormat dari peserta didik dan orangtua. Banyak kasus bermunculan yang
menjadikan guru sebagai pihak tertuduh dan dianggap mempraktekkan kekerasan
pada peserta didik. Akibatnya banyak guru yang terpaksa menginap di hotel
prodeo karena dianggap melanggar hak asasi peserta didik.
Teladan dari pendidikan Islam
Islam menerapkan sistem pendidikan yang
berasaskan akidah dalam membentuk syaksiyah Islamiyyah. Tujuan dari pendidikan
Islam bukan hanya mercerdaskan otak atau mengembangkan kemampuan, namun juga
menjaga akidah keimanan agar semakin kokoh dan layak menjadi khalifah Allah di
muka bumi.
Sistem pendidikan Islam tidak boleh
melenceng dari dua hukum utama yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul sebagaimana
sabda Rasulullah saw., “Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara. Kalian
tidak akan tersesat selama kalian berpegang kepadanya, (yaitu) Kitab Allah dan
Sunnah Nabinya.” (HR Malik)
Tentunya hal ini tidak hanya menjadi
tanggung jawab pribadi. Butuh kerjasama antar elemen keluarga, masyarakat dan
negara untuk bisa menjamin kesuksesan dalam membentuk generasi muda
berkualitas.
Wallahu’alam bisshawab
Post a Comment