Intelegensi Palestina versus Yahudi, Unggul Mana?

 


Ummu Rabani 

(Muslimah Peduli Umat)


Invasi militer Israel yang membabi-buta di Tanah Gaza pada 2 Desember 2023 telah menewaskan ilmuwan terkenal di Palestina, yaitu Profesor Sofyan Taya bersama seluruh anggota keluarganya. Demikian kabar yang didapatkan dari penginformasian Kementerian Pendidikan Tinggi Palestina.

Profesor Taya telah menjadi satu di antara syuhada di Tanah Gaza. 


Beliau adalah Rektor Universitas Islam Gaza, pemimpin institusi akademis terbaik di Jalur Gaza. Tercatat pada 2021, Profesor Taya menjadi bagian dari 2 persen peneliti terbaik di dunia menurut tinjauan Thomson Reuters. Beliau juga dikenal sebagai fisikawan, bahkan di Scopus, terdapat 206 dokumen hasil penyusunannya dengan situasi 2793 dan H-index 29.


Prof Taya bukanlah ilmuwan pertama yang terbunuh dalam serangan udara Israel sejak 7 Oktober lalu. Akan tetapi, pembunuhannya sangat mengherankan komunitas akademis di seluruh wilayah Palestina.

Kejadian ini, menjadikan perhatian banyak pasang mata. Bahwa jika ditelaah dari segi genetik, keberadaan Yahudi dan Palestina memiliki potensi intelegensi. Hanya yang membedakan adalah bagaimana negeri yang menaunginya.


Pakar imunologi asal Spanyol, Antonio Arnaiz Villena menyimpulkan dalam tinjauannya bahwa Yahudi dan Palestina memiliki pangkal yang tidak berbeda. Antonio berupaya menelaah variasi gen dan tipe humanleukocyte antigen (HLA) pada penduduk Palestina, kemudian mengomparasi dengan berbagai populasi lain yang ada di dunia, tak terkecuali Yahudi. Walhasil, Antonio pun mampu menunjukkan bahwa Palestina dan Yahudi bermuara pada leluhur yang sama.

Leluhur yang sama yaitu orang-orang Kan’an (Canaanities) yang hidup di daerah yang kini diklaim oleh Palestina dan Israel sejak 30 abad yang lalu. Pada jejak rekamnya, leluhur mereka, orang-orang Kan’an kelanjutannya berbaur dengan peradaban Mesir, Mesopotamia, serta Anatolia secara intens. 

Studi genetik kaum Yahudi dan Palestina bermula pada publikasi di Jurnal Human Immunology 2001. Hanya saja publikasi tersebut dicabut peluncurannya karena dinilai menimbulkan kontroversi dan mengundang banyak komplain akibat konsekuensi politik. 

Pasalnya, kaum Yahudi Israel mengelak Palestina sebagai saudara dan memiliki hak yang sama atas tanah yang diperebutkan keduanya.


Jika yang dimaksud di sini adalah klan Yahudi atau jews dan tidak harus berkeyakinan Yahudi (Judaism), bahkan memang tidak juga berpihak kepada zionis, maka menurut data Jewish Agency, dinyatakan populasi Yahudi Global meraih kisaran 15,7 juta pada 2023. Tercatat 46% atau sekitar 7,2 juta Yahudi mendiami Israel.


Sementara itu, dari tahun 1901 s.d. 2023, dari 965 penerima Nobel serta Nobel Memorial Prize di Bidang Ekonomi, sekitar 214 di antaranya dipegang Yahudi atau sama dengan mewakili 22% dari penerima. Yahudi hanya 0,2% dari jumlah penduduk dunia itu maknanya bagian mereka dari peraih Nobel sama dengan 100 kali proporsi mereka dari penduduk dunia.

Memang mereka telah meraih keenam penghargaan Nobel, di antaranya Fisika sebanyak 56 orang; kimia 36 orang; Kedokteran 59 orang; Ekonomi 38 orang; Sastra 16 orang ; dan perdamaian 9 orang. 

Sementara dari kaum Muslim, pencapaian s.s. 2023 hanya 16 penerima Nobel, di antaranya Fisika 1 orang; Kimia 2 orang; Ekonomi 1 orang; Sastra 3 orang; Perdamaian 9 orang.


Adapun peraih Nobel sains dari kalangan Muslim berasal dari Pakistan, Mesir, dan Turki. Belum ada dari wilayah Palestina.

Namun demikian, ditinjau secara keseluruhan, kualitas ilmiah Palestina ada di atas rata-rata negeri Arab lainnya. 


Padahal mereka merupakan kaum yang lahir dari negeri konflik. Tempat tinggal mereka di kamp pengungsian, fasilitas kehidupannya pun sangat terbatas bahkan kekurangan.

Jika ada ungkapan orang Yahudi itu pintar dan jenius. Tunggu dulu, pernyataan tersebut harus ditelaah kembali. Bagi mereka yang sempat domisili di Eropa atau Amerika, kecerdasannya muncul karena majunya ekosistem di negaranya. Sementara itu, Yahudi Afrika, Yahudi Arab, bahkan Yahudi Manado, cenderung kecerdasannya kandas karena lahir dan tumbuh bukan di negara maju.

Kejeniusan Yahudi ini sangat dipengaruhi oleh akomodasi yang dimiliki negeri, tempat mereka berdomisili. 


Jika di telaah di masa kepemimpinan Islam, ada juga ilmuwan Yahudi yang terkenal yaitu Maimonedes, yang menjadi dokter Salahudin Al Ayubi. Hanya saja jumlah memang terbatas.


Sementara itu, jumlah ilmuwan Muslim begitu berlimpah jumlahnya. Bahkan karya peninggalannya abadi hingga masa kini. Dari Palestina pun terdapat nama besar dari para ilmuwan. Imam Syafi’i  misalnya. Siapa yang tidak mengenal beliau, mazhabnya pun banyak diikuti oleh penduduk negeri kita, Indonesia. 

Selain itu ada Imam Muhammad bin Idris bin Asy-Syafi’i lahir pula di Gaza, melanglang buana ke Mekkah dan berguru dengan Imam Malik di Madinah. 


Ada juga Syihabuddin Abul Fadhil Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar atau yang mahsyur dengan Ibnu Hajar Al-Asqolani (1372 s.d. 1449 M) dari Kota Ashkelon. Kitab fiqihnya begitu terkenal yaitu Bulughul Maram dan Fathul Bari, serta penjelasan Sahih Bukhari. Semua menjadi bukti bahwa intelengi Kaum Muslim teruji dan terakomodasi dengan maksimal ketika kepemimpinan Islam (khilafah Islam) terwujud di muka bumi. Maka berjuanglah mewujudkannya agar umat manusia hidup dalam kemerdekaan pemikiran, jiwa dan raganya serta terbebas dari kezaliman kaum penjajah. Wallahu’alam bishowab.

Tulisan disarikan dari karya Prof Dr Ing Fahmi Amhar

Post a Comment

Previous Post Next Post