(Pemerhati Generasi)
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut Indonesia darurat judi online. Berdasarkan laporan BBC Indonesia yang terbaru, bahwa PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, yang 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar.
Menyoroti secara khusus keterlibatan anak dalam aktivitas perjudian, tentu sangat memprihatinkan. Anak yang seharusnya menjadi tonggak peradaban, yang saat ini mestinya fokus belajar, menempa diri sebagai persiapan menjadi calon pemimpin, malah terjerumus dalam kubangan judi online.
Faktornya beragam, seperti kemajuan teknologi. Kehadiran teknologi di zaman ini banyak membawa dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang belum mampu menggunakannya dengan bijak. Banyak sajian media yang menawarkan keuntungan jumbo ketika bermain judi, bukan hanya online tetapi juga secara offline. Apalagi aplikasi judi online didesign anti rumit dan semenarik mungkin, sehingga siapa pun yang mengakses tidak ingin berhenti memainkannya, termasuk anak-anak yang naluri pencariannya sedang aktif. Padahal namanya "judi" didesain lebih banyak mudharatnya daripada keuntungan yang diperoleh.
Namun apa hendak dikata, kesenangan sesaat saat bermain judi rasanya memacu semangat pelakunya untuk terus bermain, dan mencoba lagi dan lagi ketika kalah, yang menjadikan anak-anak utamanya, melupakan banyak hal, hingga menjerumuskan dirinya dalam kesia-siaan yang nyata.
Tentu banyak pihak yang turut bertanggungjawab dalam maraknya fenomena ini. Pertama, orang tua yang tidak mengawasi anaknya dengan benar, akibat fokusnya yang teralihkan dengan aktivitas lain. Orang tua yang seharusnya menjadi pendidik pertama, justru mengabaikan tugasnya dan beralih mengurus karir dan urusannya sendiri. Padahal pendidikan di rumah merupakan landasan pertama pembentuk kepribadian anak.
Kedua, pendidikan sekolah di sekolah yang tidak tepat. Tak dapat dimungkiri jika kualitas pendidikan saat ini sangat buruk. Pendidikan seharusnya menjadi tempat anak mendapatkan pendidikan dan pengawasan, justru sebaliknya banyak aktivitas tidak terdidik yang dilakukan anak di sekolah. Tak sedikit pelajar yang memainkan judi online di sekolah tanpa teguran.
Ketiga, masyarakat yang abai. Masyarakat tidak lagi menjadi social control dalam kehidupan, melainkan menjadi pribadi yang individualis dan apatis. Akibatnya kemaksiatan-kemaksiatan di masyarakat terus terjadi tanpa ada teguran, atau sanksi sosial.
Keempat, negara yang lalai memberikan pengawasan kepada segenap masyarakatnya. Aplikasi-aplikasi judi online yang dibiarkan, konten-konten iklan yang tidak dihapus, dan lemahnya sanksi bagi para pejudi. Di samping itu, tuntutan kebutuhan hidup yang serba mahal, ketika individu rakyat telah kering keimanannya, cara mendapat duit instan secara haram pun dilakukan.
Maka sesungguhnya persoalan pelik ini tidak muncul atas dasar perkara sederhana, melainkan antara satu dengan lainnya saling berkaitan mengacu pada kerusakan suatu sistem kehidupan. Sistem sekularisme-liberal yang meniadakan peran agama dalam kehidupan telah menjadikan anak-anak secara khusus, dan manusia pada umumnya kehilangan modal iman yang mampu membentengi dirinya dari aktivitas kemaksiatan. Pada saat yang bersamaan, pemahaman serba bebas terus mencekoki benak generasi, sehingga membawa dirinya dalam kehidupan tanpa arah dan senang dalam kemaksiatan. Na'udzubillah.
Sehingga masyarakat ini harus sadar, bahwa wajib meyelamatkan generasi dari kekelaman hidup sebagai imbas dari pengadopsian sistem rusak dan merusak, yaitu sekularsime-liberal. Tidak ada pilihan lain, kecuali mengambil Islam sebagai satu-satunya pijakan dalam kehidupan.
Islam memuat seperangkat aturan untuk mengatur seluruh kehidupan manusia. Terkait perjudian Islam jelas mengharamkan perbuatan tersebut. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yyang beriman, sesungunya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah:90).
Islam memandang, judi adalah aktivitas yang haram. Maka, masyarakat tidak akan diberikan celah untuk mengaksesnya. Tentu saja, demikian itu adalah wewenang negara untuk menutup setiap pintu yang memungkinkan masuknya konten-konten perjudian.
Jika hal tersebut telah terjadi, maka negara menetapkan sanksi yang tegas kepada para pelaku untuk menyelesaikan, sekaligus mencegah aktivitas serupa. Sehingga, anak-anak yang seharusnya mendalami ilmu yang akan bermanfaat bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat, dapat berjalan secara optimal, tanpa terbawa arus pengrusakan generasi yang dibawa oleh sekularisme di zaman ini.
Sejatinya Islam hadir untuk membawa kebaikan hidup bagi semua orang. Dengan mengambil aturan Islam, fenomena akan darurat judi tidak akan pernah ditemukan. Sebaliknya, Islam melahirkan anak-anak calon pemimpin umat, yang dibina dengan Islam sehingga memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Dengan demikian, masyarakat senantiasa berada dalam kehidupan yang diridhoi oleh Allah SWT. Wallahu a'lam bisshawab
Post a Comment