Ilusi Zero Stunting Dalam Kapitalisme


Oleh : Siti Nurjannah



Masalah stunting seakan tak habis-habis di negeri yang kaya raya akan sumberdaya alam. Berbagai macam program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi stunting namun belum mendapatkan hasil yang signifikan.

Dilansir dari Jakarta, Beritasatu - Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menyoroti penanganan stunting di Indonesia yang belum optimal. Iya pun meminta agar pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk mendorong program stunting. Jum'at (1/12/2023).


Angka stunting sejalan dengan tingkat produktivitas masyarakat Indonesia. Jika ingin mencapai bonus demografi yang maksimal, maka stunting harus ditekan serendah-rendahnya. Saat ini, stunting di Indonesia berada di angka 21,7 persen, masih jauh dari target yakni 14 persen di 2024.

Stunting adalah persoalan serius bangsa yang harus diselesaikan karena berkaitan dengan masa depan bangsa. Stunting sendiri merupakan gangguan pertumbuhan akibat masalah gizi kronis yang menyebabkan tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata tinggi badan normal anak-anak pada usia yang sama.


Meski sudah ada banyak program, namun tak kunjung terselesaikan karena tidak menyentuh akar permasalahan.

Disisi lain, ada dana besar dialokasikan untuk stunting. Namun mirisnya ada banyak juga yang melakukan korupsi. Pada tahun ini Sri Mulyani mengalokasikan dana sebesar Rp 30 triliun. Terkait dengan hal itu para kandidat pilpres 2024  tentu tidak melewatkan kampanye mereka dengan isu tersebut. 


Stunting tak mungkin terselesaikan selama negara menerapkan sistem kapitalisme. Jika akar persoalan stunting terletak pada kemiskinan, sudah semestinya upaya yang dilakukan adalah menyelesaikan kemiskinan itu. Hanya saja, persoalan kemiskinan akan sulit diberantas jika kepemimpinan sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme, masih menjadi platform kerja penguasa. Ini karena justru sistem inilah yang menciptakan kemiskinan ekstrem, bahkan permanen.


Sistem kapitalisme membatasi peran penguasa menjadi sebatas regulator, sedangkan seluruh persoalan rakyat malah diserahkan kepada swasta. Hal ini makin menciptakan kemiskinan dan kesenjangan. Ini karena ketika pengaturan tata kelola urusan umat diatur berdasarkan kemaslahatan pengusaha, profit lah yang menjadi orientasi utama, bukan kesejahteraan rakyat secara seluruhnya.


Wajar pula jika ditemukan kesenjangan yang begitu nyata. Orang-orang kaya mampu memenuhi gizi balita-balita mereka. Akan tetapi, bagi rakyat miskin, jangankan memenuhi gizi balita, untuk bisa makan sehari tiga kali saja butuh perjuangan luar biasa.


Bukan satu rahasia lagi juga jika politik demokrasi hanya akan menciptakan politik oligarki. Pemerintahan hanya dikuasai oleh segelintir elite yang berkhidmat pada para oligarki. Alhasil, seluruh kebijakan yang ditetapkan bermuara pada keinginan mereka. Inilah yang menjadikan kebijakan selalu mandul dalam menyelesaikan persoalan rakyat.


Kebijakan upah saja tidak pro pada para pekerja. Buruh tidak mendapat upah yang sepadan. Keuntungan perusahaan lebih diutamakan daripada kesejahteraan pekerja, sedangkan keuntungan maksimal salah satunya didapat dari penekanan terhadap upah pekerja.


Implementasi kebijakan dalam sistem demokrasi juga selalu menghadirkan perilaku korupsi. Mereka mengakui, korupsi adalah “bagian dari ikhtiar mencari rezeki”. Tidak peduli banyak rakyat yang kelaparan, nurani mereka tertutupi oleh pekatnya nafsu dunia. Demikianlah, sudahlah kebijakannya tidak menyentuh akar persoalan, implementasinya pun penuh dengan tindak korupsi.



Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan stunting dan mewujudkan kesejahteraan hidup individu per individu.

Persoalan stunting akan sulit dientaskan selama tata kelola negeri ini masih berlandaskan demokrasi kapitalistik. Sebaliknya, tata kelola sistem pemerintahan berdasarkan Islam akan mampu dan telah terbukti menyelesaikannya.


Sistem politik Islam akan melahirkan penguasa yang amanah dan kapabel sehingga akan benar-benar mengurus rakyat dengan sepenuh hati. Adapun fungsi pemimpin dalam Islam adalah sebagai pengurus sekaligus pelindung rakyat sehingga seluruh urusan rakyat menjadi tanggung jawab negara.


Seluruh kebutuhan dasar rakyat menjadi tanggung jawab negara. Negara akan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak. Jika ada kepala keluarga yang tidak sanggup bekerja karena sakit atau cacat, misalnya, sedangkan kerabat mereka pun tidak mampu menanggungnya, keluarga tersebut tergolong keluarga yang akan disantuni oleh negara. Negara Lah yang akan memenuhi seluruh kebutuhan keluarga tersebut, termasuk pangan bergizi, hingga keluarga tersebut bisa keluar dari kesengsaraannya.


Itulah sebab Khalifah Umar bin Khaththab ra. begitu khawatir tatkala ada seorang ibu yang tidak bisa memberikan makan kepada anak-anaknya yang kelaparan. Khalifah Umar ra. rela memanggul gandum sendirian dan memasaknya langsung untuk bisa memastikan keluarga tersebut makan dengan layak. Begitu pun saat Khalifah Umar menangis melihat keledai yang terperosok sebab ia khawatir terlukanya hewan tersebut disebabkan oleh lalainya ia memperhatikan jalan. Sungguh, ini sosok pemimpin yang sulit ditemukan di dalam sistem hari ini.


Tersebab akar persoalan stunting adalah kemiskinan (ekstrem), untuk menyelesaikannya haruslah dengan mengentaskan kemiskinan itu. Hanya saja, hal ini tidak bisa diselesaikan secara tuntas dalam sistem demokrasi kapitalisme. Alhasil, menggantinya dengan sistem Islam dalam bingkai Khilafah adalah sesuatu yang sangat urgen dilakukan agar kehidupan rakyat kembali sejahtera.

Wallahualam

Post a Comment

Previous Post Next Post