Tanggal 25 Desember merupakan perayaan hari Natal yang kebanyakan kita umat Islam latah atau ikut-ikutan merayakan.
Bahkan kampanye perayaannya begitu booming berikut lagu-lagu, film-film kartu di TV, iklan-iklan dan lain sebagainya. Berulang-ulang dan terus-menerus disiarkan sehingga mengakibatkan melekat di hati para penonton dan pendengarnya.
Fakta sejarah yang sulit dibantah dalam Great Soviet Encyclopedia:
"Natal dipinjam dari penyembahan dewa-dewa yang sekarat dan bangkit dari kematian pada zaman pra-kristen yang terutama marak dikalangan bangsa-bangsa agraris yang biasanya dalam periode titik balik matahari pada musim dingin antara 21-25 Desember setiap tahunnya merayakan "kelahiran" sang Dewa penyelamat yang memulihkan kehidupan. Fakta yang secara akurat dijelaskan dalam Ensyclopedia itu mungkin penting yakni "kekristenan abad pertama tidak tahu-menahu tentang Natal, sejak pertengahan abad ke-4 kekristenan mengasimilasi titik balik matahari pada musim dingin dan mengubahnya dari penyembahan kepada Dewa Mira menjadi perayaan Natal. Yang mula-mula merupakan Natal adalah masyarakat Roma yang religius. Pada abad ke-10 Natal bersama Kekristenan menyebar ke Rusia kemudian digabung dengan perayaan musim dingin bangsa Slavi kuno untuk menghormati roh nenek moyang."
Dilansir dari Muslimahnews, fikih-haram hukumnya seorang muslim ikut merayakan hari Natal, baik mengikuti ritual agamanya maupun tidak. Termasuk misalnya:
1. Ikut mengucapkan selamat Natal kepada kaum Nasrani.
2. Membantu perayaan hari Natal (Misalnya ikut memasang pohon Natal, memasang lampu-lampu dalam rangka Natal dan sebagainya).
3. Memasak untuk perayaan hari Natal dan sebagainya.
Nyatanya kitab injil setiap ganti pemimpin umat kristen, diadakan revisi terus menerus seperti halnya UUD yang berulang-ulang direvisi tetapi mendatangkan masalah yang tiada titik temu penyelesaian masalah hingga ke akarnya. Bahkan menurut umat Kristian, ketika beriman pada agama, maka tinggalkan logika. Lain halnya dengan Islam.
Namun demikian, Islam tidak pernah memaksakan orang nonmuslim untuk masuk Islam. Seperti pada masa Rasulullah SAW disana ada umat Islam, Kristen, Yahudi, Majusi, namun semuanya berada dibawah naungan kepemimpinan Islam. Bahkan Islam mempertegas dalam dalam Qur'an ayat terakhir surah Al-Kafirun
"Lakum dinukum waliyadin= Untukmu agamamu dan untukku agamaku."
Betapa Islam bertoleransi dengan batasan. Dimana toleransi yang digunakan tidak kebablasan. Artinya toleransi hanya sebatas kita membiarkan mereka beribadah, berkeyakinan tapi kita tidak perlu ikut serta latah berpakaian atau mengenakan atribut khas Natal apalagi mengucapkan selamat hari Natal. Sama seperti halnya mereka ketika bersyahadat :
"Ashadu alla ilaha ilalloh wa ashadu anna muhammadarrosululloh" berarti masuk Islam. Berikut larangan mengucapkan "Assalamu'alaikum" kepada mereka karena do'a keselamatan tersebut di khususkan untuk umat Islam.
Rasulullah SAW mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffar fi a'yaadihim). Rasululloh datang ke kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari raya yang mereka gunakan untuk bermain-main, Rasululloh bertanya:
"Apakah dua hari ini?", mereka menjawab "dahulu kami bermain-main pada dua hari itu pada masa jahiliyah. Rasululloh bersabda "sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha."
(H.R Abu Dawud nomor 1134).
Merayakan hari raya agama lain, haram hukumnya karena perbuatan itu termasuk menghadiri atau mempersaksikan suatu kebohongan/kebatilan yang telah dilarang oleh Allah. Firman Allah SWT :
"Dan (hamba-hamba Tuhan yang maha penyayang itu adalah) orang-orang yang tidak menghadiri suatu kebohongan."
(TQS. Al-Furqan ayat 72).
Rasulullah SAW pun bersabda:
"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."
(H.R Ahmad 5/20, Abu Dawud nomor 403).
Demikian Islam menjelaskan begitu detail bagaimana toleransi beragama, menghargai perbedaan, sangat paham dengan hak asasi manusia, bahkan Islam ikut serta memberikan perdamaian hakiki bagi kesejahteraan umat. Islam rahmatal lil 'alamiin. Berbeda dengan sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, toleransi beragama harus dalam bentuk ikut berpartisipasi hingga harus datang ke berbagai perayaan agama lain. Tercampur baur yang hak dan yang batil atas nama kerukunan antar umat beragama yang dianggap harus agar perdamaian dunia terjaga. Padahal, konsep kebebasan beragama tidak berarti harus bebas ikut berpartisipasi aktif dalam ibadah agama lain, melainkan setiap manusia tidak dipaksa masuk Islam. Namun, jika sudah masuk Islam, maka rambu-rambu tentang toleransi menurut Allah dan Rasulullah saja yang menjadi pertimbangan.
Maka, dengan kembali menerapkan Islam kaffah melanjutkan kembali kehidupan Islam seperti masa Rasulullah SAW dan para sahabat maka toleransi beragama akan berada dalam koridor aturan Islam.
Wallahu 'alam bissawab.
Post a Comment