Hari Guru, Uforia tanpa Perubahan


(Oleh: Neng Saripah S.Ag)


Di gugu dan ditiru ,itulah seorang guru. Seseorang yang luar biasa, rela membersamai putra putri didiknya untuk mengais ilmu. Yang mana dipundaknya-lah beban besar tentang generasi bangsa akan dipertanyakan.


25 november, kemarin diperingati Hari Guru, sebuah peringatan yang mestinya menyadarkan kita tentang apalah kita tanpa jasa para guru-guru kita. Namun 25 November juga kembali menyadarkan kita bahwa ditengah tingginya harapan akan kualitas guru tersebut, justru banyak problematika menjerat para guru hari ini. Mulai dari rentannya mereka mengalami stress akibat bergonta gantinya kurikulum berikut implikasinya, upah yang tidak sesuai, dengan harapan membuat para guru akhirnya kesulitan untuk focus dalam mendidik anak-anak di sekolah, sebab mereka harus memutar otak kembali untuk mencari tambahan penghasilan guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya.


Juga berbagai polemik yang harus guru hadapi ketika berusaha mengarahkan anak didiknya melaksanakan kewajiban atau hal positif lainya. Dilansir dari iNews Lombok (9/oktober/2023) Pak Akbar seorang Guru PAI di SMK Negeri 1 Taliwang, Sumbawa NTB telah dilaporkan oleh orang tua murid sebab tidak suka anaknya dihukum gegara tidak mengikuti shalat berjama'ah di sekolah. Atau kasus yang dikutip dari Tribun Jabar, pada 21 januari 2023, terkait orang tua yang merasa dendam anaknya dipotong rambut oleh Guru , sehingga membalas dengan memotong rambut guru tersebut. Atau Viral-nya berita seorang ibu Guru yang dibuli oleh para siswanya pada salah satu SMA di Maluku Tengah.


Tak heran jika sejumlah penelitian menyatakan bahwa kualitas pendidikan dan guru di Indonesia secara umum masih terbilang rendah. Dilansir dari data Worldtop20 peringkat pendidikan Indonesia pada 2023 berada diurutan ke 67 dari 209 negara di dunia. Salah satu yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru. Hasil dari UKG tahun 2021 sampai 2015, sekitar 81% guru di Indonesia bahkan tidak mencapai nilai minimum. Penelitian Bank Dunia, misalnya, menyatakan bahwa banyak guru yang memiliki kompetensi dan kemampuan yang rendah dalam mengajar. Sementara itu, penelitian SMERU Research Institute mengungkap bahwa salah satu penyebab signifikan dari rendahnya kualitas guru di Indonesia adalah proses perekrutan guru yang cenderung bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Aparatur Sipil Negara (ASN), daripada berfokus pada pencarian guru yang berkualitas dan profesional. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa sistem pendidikan guru yang ada sejauh ini belum mampu menghasilkan guru yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk mendukung pendidikan berkualitas. 


Miris memang, padahal setiap tahun diperingati hari guru nasional, namun para guru belum jua memperoleh perubahan yang berarti dalam penjaminan kehidupan mereka, padahal Pendidikan berkualitas adalah aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan. Dan guru merupakan elemen kunci dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Namun sayangnya kesejahteraan para guru masih menjadi PR kita bersama. Hal ini berbeda dengan islam, yang dengan jelas begitu sangat memuliakan seorang guru.


Selain Islam mengupah guru dengan sangat sepadan, yakni sebanyak 4 dinar. Yang mana setiap 1 dinar itu setara dengan 4,25 gram emas. Dalam sejarah Islam, posisi Guru bukan hanya sekedar pekerja dengan sertifikasi dan Pegawai Negeri Sipil biasa yang tugasnya mentransfer ilmu buku cetak, memberi PR, dan pergi ke pusat perbelanjaan atau café di sela sela waktu kerja. 


Namun lebih dari pada itu, guru adalah suri tauladan bagi murid-muridnya ; akhlak, kepribadian, perkataan , pemikiran, bahkan kebiasaan mereka ditiru. Ingin rasanya para murid itu senantiasa duduk dan mengisi wadah kosong di hati serta pikiran mereka dengan tetesan adab & Ilmu yang menetes dari dedikasi para guru, keikhlasan, tauladan pribadi yang selaras antara Iman, Ilmu dan amal yang melekat pada sang Guru.


Terkisah, ketika Shalahuddin Al Ayyubi, seorang tokoh familiar dalam sejarah islam, ia membebaskan kota Palestina dari kuasa pasukan Salib, ia dengan berani dan tanpa takut adanya ketersinggungan dari segenap pasukannya, yang telah berdarah-darah, kelelahan, kehausan, dan kedinginan di medan perang bersamanya. lantas ia berteriak, “Jangan kalian menyangka bahwa kami menguasai Negara ini dengan pedang-pedang kalian. Namun kami menguasainya dengan Pena Qadhi Al Fadhil“


Lantas siapa Qadhi Al Fadhil ? Ia adalah Al Allaamah (Guru dan rujukan yang menguasai banyak cabang ilmu). Al-Imad berkata : “ia menghabiskan hidupnya dengan bahagia, tidak tersisa amal shaleh, melainkan telah dipersembahkannya, tidak ada suatu perjanjian di Surga, melainkan telah disempurnakannya, dan tidak ada janji ketaatan, melaikan telah dipenuhinya” (Siyar A’lam An-Nubala’, Juz 21, hal.340)


Islam juga berusaha menghadirkan lingkungan yang mendukung terhadap kepribadian para pelajar agar mampu bersinergi dengan umat, selain itu islam menuntut para orang tua agar bisa ridha terhadap segala bentuk kesulitan atau ujian yang harus anak anak mereka tempuh dalam upaya menuntut ilmu. Serta negara bertanggung jawab menghadirkan kurikulum yang benar-benar mampu mengcover segala ilmu kehidupan dunia dan akhirat, hal tersebut tidak hanya sesuai dengan fitrah mereka sebagai manusia, memuaskan akal mereka, serta menentramkan hati/jiwa mereka.


Wallahu alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post