(Pegiat Literasi)
Harga rumah di sejumlah kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun terus merangkak naik, sehingga muncul kekhawatiran di kalangan generasi milenial dan Gen Z ke depan mereka tidak akan mampu membeli rumah karena harganya selangit. Berkenaan dengan meroketnya harga hunian tersebut memunculkan istilah Millenial Generation Homeless di kalangan anak muda.
Bukan tanpa sebab kekhawatiran itu muncul, merujuk data dari Leads Property, untuk rumah komersial di Jabodetabek sudah mencapai harga 2,5 miliar. Adapun wilayah yang mendapat sebaran subsidi diantaranya pinggiran Depok, Tangerang dan Bogor tak terkecuali mengalami kenaikan. Depok mencapai 1,8 miliar, Bekasi 1,5 miliar, Bogor 0,9 miliar dan Tangerang menembus angka 3,1 miliar per unitnya.
Maka untuk mengantisipasi menurunnya permintaan rumah sebab kenaikan yang memicu ketidakmampuan masyarakat membelinya, dibuatlah perpanjangan waktu kredit. Menurut pihak bank, hal ini dilakukan sebagai upaya mempermudah masyarakat membeli rumah dengan cicilan yang tidak memberatkan, yakni bank mengubah strategi marketingnya melalui perpanjangan masa tenor Kredit Pemilikan Rumah yang sebelumnya 10-15 tahun, kini bisa 20-25 tahun masa angsuran. Kebijakan ini diambil dengan perhitungan jika biasanya masyarakat membeli rumah usia 30 tahun dan mengambil kredit 25 tahun, maka di masa pensiun usia 55 tahun telah lunas. Dengan demikian, diharapkan semua masyarakat Indonesia dapat membeli rumah. Dilansir CNBC Indonesia (01/12/2923).
Meski begitu tetap saja bagi yang berpenghasilan tak seberapa ditambah dengan kebutuhan hidup terus meningkat membuat sebagian masyarakat merasa pesimis memiliki rumah. Tercatat dalam survei Harga Properti Residensi yang dilakukan Bank Indonesia menyebut tren kenaikan harga rumah di Indonesia mengalami peningkatan dan itu terjadi di semua jenis rumah, baik tipe kecil, menengah maupun tipe besar. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan ll 2023 tercatat naik sebesar 1,92 % year on year, lebih tinggi dari kenaikan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,79% yoy.
Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat. Oleh karena demikian, rumah merupakan variabel yang sangat penting dalam perekonomian. Tren kenaikan harga rumah bagi sebagian orang utamanya mereka yang memiliki modal akan dijadikan sebagai komoditas investasi. Maka dari itu, pergerakan harga rumah seharusnya menjadi perhatian pemerintah, agar pergerakan ekonomi tidak hanya dikuasai oleh para pemilik modal sehingga berakibat pada gelembung harga rumah yang menyebabkan krisis keuangan. Kalau sudah begitu, tentu saja korbannya mereka yang berekonomi lemah.
Faktor penyebab melambungnya harga rumah di Indonesia selain diduga karena didorong pertumbuhan penduduk, bisa juga karena dampak pembangunan perkotaan yang menyebabkan berkurangnya lahan ruang hidup. Akibatnya, terjadi penyempitan lahan karena pembangunan yang tidak terencana serta pengaturan sarana dan prasarana kota yang semrawut. Selain itu, berdampak juga pada tingkat produktivitas sumber daya manusia yang akan berkolerasi dengan melemahnya perekonomian masyarakat.
Menyikapi kenaikan harga di berbagai sektor termasuk yang terjadi di sektor hunian pada dasarnya bukan sesuatu yang mengejutkan. Karena dalam sistem kapitalisme setiap orang memiliki kebebasan secara penuh untuk melaksanakan kegiatan ekonomi mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari produksi, pemasaran, hingga distribusi. Semua orang dapat berkompetisi dalam persaingan bebas. Jadi, menentukan nilai atau harga pada suatu komoditas diserahkan kepada tangan para pemilik modal atau elit korporasi. Dalam hal ini kebebasan masyarakat untuk berinovasi termasuk dalam hal menentukan harga diakui dan dihormati.
Kondisi berbeda ketika sistem Islam yang menjadi landasan negara melakukan berbagai kegiatan ekonominya. Dalam Islam, pergerakan ekonomi mendapat kontrol penuh dari penguasa. Dalam arti meskipun ada kebolehan masyarakat mengatur harga mengenai barang yang dijualnya, namun negara akan memastikan kesanggupan daya beli masyarakatnya. Apabila harga yang dipatok ternyata memberatkan rakyat, maka negara akan turun tangan berkonsolidasi dengan pihak pengusaha atau penjual untuk menurunkan harga dengan tetap memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.
Islam tidak melarang umatnya untuk mencari keuntungan, selama diperoleh secara wajar, dengan menetapkan harga yang layak dan tidak merugikan kedua pihak yang bertransaksi jual beli. Sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya; "Hai orang-orang yang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (QS: al-Baqarah ayat 254).
Sistem Islam pun memandang bahwa rumah adalah termasuk kebutuhan primer bagi rakyatnya selain sandang dan pangan. Maka dalam pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Lalu bagaimanakah sistem Islam dalam pengelolaan rumah bagi rakyat? Setidaknya ada dua aspek seseorang mendapatkan rumah. Pertama, mekanisme pemenuhan rumah menurut hukum Islam. Kedua, regulasi melalui kebijakan yang diterapkan oleh seorang pemimpin negara.
Adapun mekanisme pemenuhan rumah menurut hukum Islam ialah negara mengharuskan para laki-laki yang mampu untuk bekerja agar memenuhi kebutuhan pokok keluarganya secara mandiri, dengan memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Namun demikian, ketikapun para kepala keluarga tetap tidak mampu untuk membeli atau menyewa rumah, maka kewajiban pemenuhannya berpindah kepada ahli waris dan kerabatnya, sebagaimana aturan hukum Islam dalam menyantuni makanan dan pakaiannya.
Jika ketiga hal di atas tidak juga mampu menyelesaikan permasalahan rumah, maka giliran selanjutnya adalah tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Dengan menggunakan harta milik negara atau harta milik umum berdasarkan ijtihad kemaslahatan umat. Maka negara akan menjual secara tunai atau kredit dengan harga terjangkau, meminjamkan, menyewakan, bahkan menghibahkan bagi orang-orang yang membutuhkan. Sehingga tidak ada lagi rakyat yang kesulitan memiliki rumah atau tidak mempunyai tempat tinggal.
Seorang pemimpin adalah pelayan umat. Dia harus mengurus kebutuhan rakyatnya hingga semua kebutuhan pokoknya tercukupi. Maka dari itu, semua regulasi atau kebijakannya harus memudahkan rakyat. Termasuk dalam setiap pembangunan harus terencana dengan baik dan memikirkan dampak negatif yang mungkin bisa timbul. Alhasil tidak ada individu rakyat yang hidup terlantar atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan primernya.
Wallahu a'lam bishawwab.
Post a Comment