Komunitas Muslimah Perindu Surga
Dilansir oleh laman liputan6 (26/11) harga bahan pokok seperti beras, gula, bawang merah dan cabai mengalami kenaikan harga dalam beberapa bulan terakhir ini. Kenaikan harga. Ahan pokok ini ternyata dikeluhkan oleh masyarakat, karena harus mengalokasikan uang lebih banyak untuk membeli barang kebutuhan pokok.
Kenaikan harga bahan pokok (bapok) nampaknya menjadi siklus yang belum bisa terputus. Mengingat hingga saat ini harga bahan pokok senantiasa mengalami fluktuasi harga yang nyatanya berdampak terhadap kesejahteraan rakyat.
Negara yang berdaulat mestinya mengambil langkah serius ketika mendapati terjadinya fluktuasi harga seperti saat ini. Sayangnya negara ini mengambil sistem ekonomi kapitalis sebagai pondasi untuk mengambil setiap kebijakan ekonominya.
Sistem ini menempatkan para pemilik modal sebagai pengendali utama kedaulatan juga kekuasaan. Sedangkan negara hanya sebagai regulator yang memudahkan regulasi bagi pemilik modal untuk melanggengkan bisnisnya. Maka dalam hal ini tidak aneh jika kebijakan mengenai pangan pun sarat dengan orientasi bisnis yang menguntungkan pemilik modal.
Negara meregulasi supaya kapitalis dengan mudahnya untuk mengekspor bahan pangan yang sebenarnya bisa dipenuhi dalam negeri jika memang dikelola serius. Seperti halnya impor gula yang katanya demi memenuhi kebutuhan rakyat, tapi nyatanya impor gula justru membuat gula petani lokal tak terserap pasar karena .
Selain itu negara dengan derasnya membuka keran impor beras padahal Indonesia sendiri menyandang gelar sebagai negara agraris, bahkan pernah tercatat sebagai negara swasembada beras. Saat barang impor membanjiri negeri maka yang terjadi adalah permainan harga yang dilakukan kapitalis. Sedangkan rakyat hanya bisa gigitbjari dan tak berdaya diterpa badai krisis ekonomi. Sehingga wajar jika berbagai kebijakan yang dibuat negara guna mencapai swasembada pangan sulit terwujud. Karena orientasi negara memang bukan untuk mengurusi urusan rakyat.
Sistem yang dianut sebuah negara sangatlah berpengaruh terhadap tujuan sebuah negara dan juga kebijakan yang dihasilkannya. Saat negeri ini masih menganut kapitalisme maka sulit untuk berharap kesejahteraan bagi rakyat. Berbeda saat kita saksikan Islam dipandang sebagai sebuah aturan kehidupan. Didalamnya tercakup sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pergaulan dan sebagainya.
Islam dijadikan pondasi guna menetapkan kebijakan pemerintahannya. Maka dalam pandangan Islam, negara tidak boleh berfungsi sebagai regulator saja, namun negara berfungsi sebagai pengurus urusan rakyat. Secara rinci semua kebutuhan rakyat, seperti kebutuhan dasar seperti keamanan, pend7idikan juga kesehatan wajib dipenuhi oleh negara.
Guna memenuhi kebutuhan dasar maka negara akan mengatur pembiayaannya sesuai syariat. Untuk pembangunan sekolah maupun rumah sakit, negara mengambil anggaran dari pengelolaan hak milik umum. Yakni hak kepemilikan seluruh rakyat yang dikelola negara dan hasilnya untuk rakyat. Kepemilikan ini bisa berupa hasil Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki oleh suatu negara.
Pun kebutuhan pokok juga menjadi bagian yang wajib dipenuhi, baik berupa kebutuhan sandang, pangan dan papan. Khusus untuk pemenuhan pangan maka pemerintah akan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk menjangkaunya. Pemerintah tidak memandang rakayta sebagai objek bisnis, mlainkan melihatnya sebagai tanggung jawab besar yang urusan hidupnya di urus oleh negara.
Dalam Islam tidak boleh sebuah negara untuk bergantung kepada negara lain, karna taruhannya adalah kedaulatan negara. Maka Islam juga berhati-hati saat menjalin kerja sama dengan negara lain. Termasuk dalam urusan impor pangan. Negara wajib mengutamakan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan negaranya diatas kaki sendiri.
Seperti aturan untuk memaksimalkan potensi lahan subur untuk di kelola rakyat. Tidak boleh ada lahan yang terbengkalai.Umar bin Khaththab pernah berkata, “Orang yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga tahun. Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma‘ Sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi Saw) dalam masalah ini. (Al-Nabhani, ibid., Juz II hal. 241).
Selain itu untuk pengelolaan lahanya sendiri negara akan mengedukasi juga memfasilitasi supaya lahan tersebut bisa produktif. Negara dapat membantunya dalam penyediaan sarana produksi pertanian, seperti kebijakan Khalifah Umar bin Khathab memberikan bantuan sarana pertanian kepada para petani Irak untuk mengolah tanah pertanian mereka.
Dengan adanya pengelolaan lahan yang maksimal dan juga kebijakan distribusi pangan maka kebutuhan pangan akan terpenuhi dengan mudah dan murah. Demikianlah Islam hadir denganatiran yang paripurna sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Post a Comment