Aktivis Muslimah
Rumah hunian adalah suatu kebutuhan yang setiap manusia menginginkannya. Sehingga ada pepatah lama mengatakan" rumahku adalah surgaku". Namun, apa jadinya bila rumah tak sanggup dimiliki? Inilah realitasnya, disaat angka kemiskinan mengalami peningkatan, disaat itu juga rumah hunian harganya makin melambung tinggi. Perunitnya di wilayah Jabodetabek telah mencapai Rp 2,5 miliar.
Wilayah dengan persebaran rumah subsidi diantaranya adalah pinggiran Depok, Tangerang dan Bogor. Namun, harga rumah di wilayah tersebut saat ini sudah tinggi, berkisar Rp 0,9 Milyar hingga Rp 3,1 Milyar (cnbcindonesia, 1/12/2023).
Berbagai strategi pun disajikan para agen property. Diantaranya dengan mengubah masa tenggang pembayaran. Bank yang bersangkutan memperpanjang masa KPR hingga 20-25 tahun, yang sebelumnya sekitar 10-15 tahun. Faktanya, setiap orang memaksa diri untuk membeli rumah pada usia 30-35 tahun.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan pokok saja banyak mengalami kesulitan, terlebih setiap memasuki hari-hari besar kebutuhan pokok pun merangkak naik. Terlebih di Indonesia setidaknya ada ratusan ribu keluarga tidak memiliki hunian yang layak. Sementara kebijakan pemerintah dengan berbagai skema subsidi, seperti Subsidi Selisih Bunga( SSB), Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan( FLPP), Subsidi Selisih Margin( SSM), serta rumah DP nol rupiah hanyalah memperpanjang penderitaan publik, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pemerintah sendiri dalam skema FLPP telah menyalurkan total dana sebesar Rp 108,5 triliun selama 13 tahun terakhir.
Penting sebagai catatan, istilah ' subsidi' pada berbagai skema tersebut adalah berupa pengurangan bunga pembayaran cicilan. Walaupun ditengah himpitan ekonomi yang sulit, publik tetap harus membayar mahal. Semua itu karena adanya konsep good governance , dana yang seharusnya untuk pembangunan rumah gratis malah diserahkan kepada korporasi sebagai operator. Yakni bank pengelola atau disebut bank pelaksana. Dan tentunya ini jelas tindakan zalim dari pemerintah.
Perumahan bagi rakyat miskin memang masih menjadi masalah diberbagai negara dunia. Walaupun berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, China, Prancis dan Jerman sudah mengeluarkan berbagai program seperti Tapera ( tabungan perumahan rakyat) yang mana iuran harus dibayarkan tiap peserta adalah 37 persen dari gaji bulanan. Timbul satu pertanyaan, apakah program Tapera yang dilakukan negara luar juga berhasil, dalam memberikan kebutuhan rumah?
Bagaimana mungkin program yang dijalankan di negara luar dikatakan sukses, sedangkan faktanya hingga kini negara-negara yang disebutkan itu tidak mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi rakyatnya. Bukti ketidakmampuan mereka bisa dilihat dari tingginya jumlah tunawisma di sana. Apa yang bisa diharapkan dari banyaknya skema program untuk rumah hunian, sementara dalam regulasinya pemerintah menyerahkan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat kepada operator, badan usaha atau korporasi.
Biang keladi semua itu akibat sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler kapitalisme, dalam sistem Kapitalisme negara hanya boleh menjadi regulator yang mengurusi kepentingan operator. Sehingga negara melepaskan tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga tak heran apa yang menjadi hak rakyat terabaikan. Akibatnya, apa yang di harapkan rakyat tidaklah mungkin tercapai. Sistem zalim ini bukan berdampak pada Indonesia saja, melainkan berbagai belahan dunia juga ikut merasakannya.
Oleh karenanya, Islam hadir dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan termasuk rumah hunian. Sebagai contoh setelah Rasulullah hijrah di Madinah, bangkit sebuah gerakan pembangunan yang luas. Hal ini karena melihat kaum Muhajirin yang membutuhkan tempat tinggal di Madinah. Dalam hal ini, bisa ditarik satu kesimpulan bahwa sistem Islam yang mana peran negara adalah pihak yang bertanggung jawab dalam memenuhi semua kebutuhan hidup rakyat. Baik itu kebutuhan dasar berupa papan/ rumah bagi rakyat miskin yang jelas tidak mampu membelinya.
Negara juga tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada operator, badan usaha, bank, maupun pengembang perumahan. Hal ini karena akan menghilangkan kewenangan negara yang sangat penting, yaitu fungsinya sebagai pelayan rakyat. Kita tidak boleh ada keraguan dalam menerapkan sistem Islam dalam kehidupan, pemenuhan kebutuhan rakyat baik perumahan akan terwujud secara nyata dan rakyat juga ikut merasakan kesejahteraan.
Wallahu a'lam bishowwab
Post a Comment