Oleh Shofi Lidinilah
Pendidik Generasi
Kasus bullying kian hari makin memperhatikan. Baik
dari usia sekolah dasar sampai tingkat menengah atas, tindakan yang dilakukan
semakin brutal tak manusiawi.
Akhir-akhir ini hangat diperbincangkan, anak usia
sekolah dasar berinisial (F) meninggal dunia karena perundungan. Korban di sleding
oleh teman nya sehingga mengakibatkan kaki nya harus di amputasi. Karena
kondisi yang kian memburuk, korban pun meninggal dunia.
Kemudian pada jenjang sekolah menengah atas pun
terjadi perundungan usai merayakan hari guru. Korban dipiting, dipukul dan
punggung tangan ditulis “PA” yang merupakan singkatan dari nama geng motor
menggunakan kunci panas yang
mengakibatkan kulit nya melepuh (Kompas, 12/12/23).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat
kasus perundungan di satuan pendidikan sepanjang Januari—September 2023 telah
mencapai 23 kasus. Dari 23 kasus itu, dua di antaranya meninggal. Satu siswa
SDN di Sukabumi meninggal setelah mendapat kekerasan fisik dari teman sebaya,
satu lagi santri MTs di Blitar. (Kompas, 4/10/23).
Kasus seperti ini mengundang banyak pihak yang
membahas mengenai hal ini. Sudah banyak solusi dan upaya yang dilakukan agar
tidak terjadi hal yang demikian. Namun masih banyak bahkan semakin menjadi-jadi
kasus pembullyan tersebut. Dapat diartikan bahwa solusi yang diberikan belum
sampai ke akar permasalahan.
Pengaruh besar kasus perundungan berada di keluarga
dan lingkungan masyarakat. Orangtua yang sibuk bekerja sehingga tidak optimal
dalam menjalankan perannya salah satunya anak mudah mengakses informasi melalui
internet. Walaupun sudah ada fitur batas usia namun untuk beberapa orang tua
yang memiliki anak usia sekolah usia dasar sampai menengah atas tidak
menggunakan fitur tersebut karena mengganggap anaknya sudah bisa membedakan
yang baik dan buruk.
Namun ini semua adalah dampak. Akar masalahnya
adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang telah mencabut
nilai moral dan agama. Kebebasan berprilaku diagung-agungkan sehingga aturan
agama makin terpinggirkan.
sekolah sebagai institusi Pendidikan yang mampu
mencetak peserta didik yang berkualitas namun masih menerapkan kurikulum
sekuler yang justru melahirkan remaja yang tidak memperhatikan aspek spiritual
dan membebaskan berpendapat dan prilaku.
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem
Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, memiliki aturan yang sangat
terperinci dan sempurna. Upaya
pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan hubungan individu,
masyarakat dan negara.
Ketakwaan individu dan keluarga akan membentengi
dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya. Kemudian kontrol masyarakat
yang menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga yakni
beramar maruf nahyi mungkar. Kemudian peran negara, yang akan menjamin
kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa,
termasuk perundungan.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya
institusi yang secara sempurna dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi
persoalan perundungan. Ini semua hanya akan terealisasi jika aturan Islam
diterapkan secara totalitas.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara)
itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat
yang ia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Wallahualam bissawab
Post a Comment