Bukan Hanya Di Pusat, Korupsi Makin Subur Sampai Ke Daerah


Oleh : Fifi Dwiyanti


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan pihaknya menyita sejumlah uang dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat negara yang ada di wilayah Kalimantan Timur.


Kasus berkembang OTT KPK tersebut terkait proyek pengadaan jalan di Kaltim yang berujung pada penetapan lima tersangka. Dua di antaranya adalah Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) di Wilayah 1 Kaltim Rahmad Fadjar (RF) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Riado Sinaga (RS). Mereka diduga menerima duit dari pemenang lelang pada proyek lelang peningkatan dan perbaikan jalan senilai Rp 50,8 miliar itu. Selain RF dan RS, masih ada tersangka lainnya yaitu Direktur CV Bajasari Nono Mulyanto (NM), pemilik PT FPL Abdul Nanang Ramis (ANR), dan staf PT Fajar Pasis Lestari (FPL) Hendra Sugiarto (HS). Ketiga tersangka ini, diduga telah mengalirkan dana sebanyak RP 1,4 miliar kepada Rahmad dan Riado agar memenangkan tender. Johanis Tanak selaku Wakil Ketua KPK mengatakan bahwa dalam OTT KPK turut mengamankan uang Rp 525 juta yang merupakan sisa dari Rp1,4 miliar yang telah diberikan secara bertahap kepada Rahmad dan Riado.


Maraknya kasus korupsi di Indonesia merupakan bahwa kasus tersebut sudah semakin parah, bahkan bukan hanya terjadi di pusat kota, kini sudah mulai menyerang Kawasan daerah juga. Salah satunya adalah Kaltim. Hal ini menandakan rusaknya system hukum di Indonesia. Terlebih adanya anggapan OTT merusak citra bangsa. Maka pemberantasan korupsi pun laksana mimpi melihat berbagai pembelaan terhadap koruptor.


Saat ini, pemegang kebijakan mengandalkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Menjunjung tinggi demokrasi seakan system pemerintahan ini merupakan aturan terbaik. Sayangnya, demokrasi yang dibanggakan justru menyuburkan korupsi dan menjadi alat bagi para koruptor untuk terus bermain kotor.


Tidak heran dan wajar dengan kondisi ini, karena pada hakikatnya demokrasi meletakkan kedaulatan berada ditangan manusia. Sebagaimana manusia yang memiliki sifat asli ketika semakin mereka berkuasa, maka mereka semakin menampakkan taring aslinya. Karena yang dipakai mereka  untuk mengambil kebijakan adalah hawa nafsu.


Demokrasi juga di support oleh kapitalisme yang menuhankan materi. Yaitu pemegang kebijakannya adalah siapa yang memiliki modal besar. Suatu hal yang lazim jika demokrasi selalu berhubungan dengan oligarki. Kedua pihak ini akan saling menguntungkan satu sama lain. Mereka yang rakus akan kekuasaan tentu butuh modal untuk melesat di ruang demokrasi. Sedangkan oligarki butuh regulasi, agar dapat memuluskan jalan usaha.


Hal inilah yang membuat para pemain berbuat curang di ruang demokrasi. Apalagi sanksi yang akan didapatkannya tidak membuat pelaku jera. Alhasil, mimpi untuk menuntaskan para tikus berdasi hanya menjadi sebatas mimpi dan khayalan belaka.


Dalam islam korupsi adalah kejahatan. Karena itu islam juga punya solusi dan menangani korupsi secara tuntas sampai ke akar-akarnya. Islam datang dengan membawa solusi dalam segala lini kehidupan. Islam memiliki sistem hukum yang kuat. Sistem yang akan mencegah terjadinya korupsi dan memberikan sanksi yang membuat jera. Sistem islam yang dimaksud adalah sistem khilafah.


Khilafah akan menjadikan akidah Islam sebagai landasannya dan khalifah (pemimpinnya) akan menyusun UU selaras dengan pandangan Islam. Sebagai seorang pemimpin, khalifah pun wajib taat syariat. Ini karena pemimpin yang dapat mengayomi dan melindungi warganya akan membuat umat tidak akan merasa kekurangan.


Khalifah akan menerapkan sistem Pendidikan yang berasaskan akidah islam. Sehingga dapat melahirkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islam.  Mereka akan paham mana aturan yang wajib dijalankan dan mana yang harus ditinggalkan, termasuk korupsi. Sebagai manusia yang bertakwa, ia akan memahami bahwa korupsi itu haram sehingga ia tidak akan berani melakukannya.


Dalam khilafah, akan ada sanksi yang tegas bagi para koruptor. Pelaku akan diberi hukuman yang sesuai dengan syariat islam yang berfungsi sebagai penebus dosa dan membuat jera pelakunya, serta menjadi pencegah adanya pelaku lain yang ingin melakukan korupsi.


Oleh karena itu, pemberantasan secara tuntas korupsi dan adanya budaya antikorupsi hanya dapat terwujud melalui penerapan islam secara kaffah. Wallahualam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post