Sungguh ironis, kasus bunuh diri anak kembali terjadi. Seorang bocah di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Korban ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam kamarnya, Rabu (22/11). Aksi nekat bocah SD itu diduga dipicu karena dilarang bermain hp. Pada awalnya anak ini terus bermain Hp. Oleh ibunya ditegur agar makan siang dulu, ketika hp nya diminta oleh ibunya anak mengambek dan pergi ke kamarnya dan mengunci diri. Sore hari sekitar pukul 15.30 WIB ibu berniat membangunkan anaknya untuk berangkat mengaji ke TPQ. Dari celah pintu kecil ibunya melihat bahwa anaknya sudah tergantung dengan menggunakan kain selendang. Dari hasil pemeriksaaan petugas puskesmas, ditemukan luka seperti jeratan dileher, pupil mata melebar, keluar fases dari anus korban, badan kaku dan pucat.
Kasus bunuh diri (Suicide) saat ini menjadi suatu fenomena yang biasa, terus berulang dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Usia pelaku dan sebab bunuh diri pun bermacam-macam.
Mirisnya, bunuh diri sudah dilakukan oleh anak SD. Kondisi anak dan remaja yang masih labil, membuat mereka tidak mempunyai pendirian, yang kokoh, kondisi kejiwaan yang mudah rapuh, ditambah lingkungan pergaulan yang bebas membuat mereka mudah berpikir pendek. Mereka mudah inscure, marah, serta tidak segan melakukan ancaman ketika kemauan atau kehendak mereka terganggu.
Kondisi remaja yang seperti itu jika dibiarkan tanpa diingatkan atau diawasi, akan membuat mereka mudah mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Akhirnya, bunuh diri terkadang menjadi keputusan yang diambil untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Faktor terbesar pendorong bunuh diri adalah depresi, gangguan kejiwaan, yang muncul karena adanya tekanan. Ketidakmampuan seseorang menghadapi tekanan, membuat akalnya tidak bisa berpikir jernih. Bunuh diri adalah usaha seseorang untuk menyakiti dirinya sendiri dengan tujuan untuk meniadakan atau menghilangkan nyawanya sendiri. Hal ini biasanya dilakukan atas dasar motivasi-motivasi tertentu seperti menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Gangguan jiwa lazim terjadi pada remaja dengan perilaku bunuh diri. Walaupun tidak semua tindakan bunuh diri disebabkan oleh gangguan jiwa, tetapi 80 – 90% remaja yang meninggal karena bunuh diri mempunyai psikopatologi signifikan seperti gangguan mood, gangguan cemas, problem perilaku dan penyalahgunaan Napza.
Anak-anak merupakan fase penting dalam pertumbuhan. Hal-hal yang mereka konsumsi dalam fase ini akan mempengaruhi keputusannya. Oleh karena itu, kasus bunuh diri pada anak merupakan tamparan keras dan menjadi tanggung jawab semua pihak.
Orang tua harus selalu membersamai anak, mengingatkan anak jika perilakunya tidak benar. Orangtua pun harus menyadari bahayanya ketika anak kecanduan gadget, jika tidak dikontrol, anak akan mudah mengakses berbagai informasi yg membahayakan akal pikirannya. Faktor lingkungan yang serba bebas menyumbang perilaku buruk pada anak dan remaja. Wajar, karena agama dijauhkan dari kehidupan mereka. Remaja yang kematangan emosinya masih rentan dan kurang stabil, sehingga cenderung melakukan hal-hal diluar nalar.
Faktor tidak kalah pentingnya adalah sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini. Sistem pendidikan sekulerisme ikut mewarnai kepribadian generasi. Mereka menjadi generasi yang jauh dari agama, yang menganggap bahwa kebahagiaan itu semata materi saja, seperti uang, gadget, popularitas, percintaan dan sebagainya.
Semua itu membuat mereka menjadi manja, terlena, menjadi generasi strawberi yang rapuh. Apabila keinginannya tidak dipenuhi, dunia seolah runtuh. Pemikiran pendek ini yang membuat mereka mengambil jalan keluar yang salah, ujung-ujungnya memutuskan untuk bunuh diri.
Bunuh diri dalam pandangan islam adalah perbuatan sengaja mematikan diri sendiri. Tindakan bunuh diri sangat dikutuk dan dimurkai oleh Alloh SWT, sebagai pemilik kehidupan mahkluk-Nya.
Dalam QS. An Nisa ayat 29-30 yang artinya
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Alloh adalah Maha Penyayang kepada kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
Kondisi ini menjadi tugas kita, tidak hanya guru, peran orangtua, lingkungan, sangat penting untuk sedikit demi sedikit memberikan edukasi yang ramah pada anak-anak, agar
tidak candu dalam bermain Hp, hingga melupakan segalanya. Psikologi anak sekarang memang berbeda jauh. Anak sekarang sangat rentan emosionalnya. Sebagai orangtua kita memang perlu ekstra berhati-hati dalam menyikapinya, peristiwa itu terjadi karena emosional sesaat anak, tanpa bisa memikirkan akibatnya. Arahkan anak-anak untuk lebih dekat dengan Agama Allah yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah edukasi anak-anak dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya agar menjadi anak yang berakhlak karimah.
Begitu pula peran guru di sekolah dan lingkungan yang kondusif, akan membantu anak dalam pencapaian optimal pertumbuhannya. Suasana yang islami, saling berkasih sayang dan budaya amar ma'ruf akan menjadi benteng anak dalam kehidupan sosialnya.
Begitu pula dengan peran negara, yang menerapkan sistem pendidikan Islam, semakin memperkuat syaksiyah Islam generasi. Sehingga tidak ada lagi generasi-generasi yang rapuh kepribadiannya ketika dihadapi oleh permasalahan.
Walhasil, bagaimana kita tidak merindukan kehidupan Islam kaffah ini yaitu Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang menjadi perisai dan mengatur segala permasalahan umat termasuk generasi.
Wallahu a'lam bish shawwab
Post a Comment