Sumpah Pemuda', Agen Perubahan Sejati di Tangan Islam

 


Oleh: Rika Kamila


Spesialisasi pemuda bisa kita rasakan dalam berbagai sudut yang ada pada diri pemuda. Mulai dari optimalisasi fisik, rentang usia, daya pikir, kepribadian, belum lagi berkolaborasinya dengan kemajuan teknologi, pemuda bisa dikatakan begitu spesial dalam tatanan sosial masyarakat. 


Bukan hanya trackrecord pemuda hari ini yang begitu spesial dengan berbagai potensinya, namun dalam sejarah pun turut merekam prestasi perjuangan luar biasa yang dilakukan para pemuda dalam  menghadirkan negeri nusantara hari ini, lewat rasa persatuan yang diikrarkan dalam peristiwa 'Sumpah Pemuda'. 'Sumpah Pemuda' ditetapkan sebagai salah satu peringatan hari besar nasional, yaitu "Sumpah Pemuda" 28 Oktober 1928. Hal ini diperingati setiap tahunnya pada tanggal tersebut oleh segenap bangsa Indonesia. 


Dikutip dari Beritasatu.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memperingati 'Sumpah Pemuda' yang ke-95, mengingatkan Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 berkat bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030. Jokowi mengajak masyarakat bersama memajukan Indonesia. Dan semangat 'Sumpah Pemuda' harus dilestarikan dan diajarkan ke generasi muda.


"Indonesia memiliki peluang besar dalam mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045 berupa bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030-an. Saat itu, penduduk usia produktif kita melimpah," kata Jokowi. Narasi tersebut mencerminkan, kelak pemuda negeri ini akan menjadi pemegang estafet kepemimpinan. 


Pertanyaannya, bagaimana kesiapan pemuda negeri ini dalam mengemban kepemimpinan kelak ?


Jika kita melihat sistem pendidikan saat ini, sebagai salah satu komponen penting dalam pembentukan seorang manusia, kita dapati justru pendidikan hari ini  tidak diarahkan untuk menjadikan pemuda sebagai para ahli di bidangnya. Mereka justru dicetak menjadi tenaga terampil yang akan mengisi industri, sedangkan industri tersebut dikuasai kaum kapitalis—lokal maupun asing—yang mendapatkan banyak privilege dari pemerintah untuk menguasai ekonomi.


Apresiasi manifesto pemuda oleh pemerintah ini dinilai sebagai perwujudan desain kapitalisme dan keinginan negara imperialis dengan menggunakan rezim yang ada untuk melibatkan pemuda dalam isu-isu negara. Tujuannya agar pemuda merasa telah memperoleh kepercayaan berkontribusi aktif merumuskan berbagai solusi.


Ada dua strategi yang digunakan rezim. Pertama, membelokkan perjuangan pemuda—yang telah melek politik dan menuntut perubahan dunia yang karut-marut akibat penerapan sistem kapitalisme—agar mendukung penuh kebijakan rezim neoliberal. Kedua, mencengkeram seluruh potensi pemuda dalam pemberdayaan mereka di seluruh bidang agar tidak keluar dari desain kapitalisme global.


Pemuda baru sebatas berpikir parsial sektoral dan cenderung reaktif pragmatis. Selain itu, pemerintah juga berupaya keras tidak memberi ruang kepada pemuda untuk mengomparasi kemampuan ideologi kapitalisme dan ideologi lain, yaitu Islam dalam menjawab isu-isu strategis, skala nasional maupun global.


Hal demikian, berangkat dari paradigma penguasa; mulai soal visi, misi, dan fungsinya dalam bernegara. Juga bergantung pula pada bagaimana pandangan mereka menyangkut potensi para pemuda serta tanggung jawab mereka terhadap para pemuda.


Dalam paradigma sekuler kapitalisme, potensi pemuda pun dipandang tidak lebih sebatas aset ekonomi saja. Besarnya jumlah pemuda dan bonus demografi yang luar biasa hanya dihitung sebagai potensi andalan untuk menggerakan kembali ekonomi bangsa yang lesu akibat wabah dan krisis yang melanda dunia.


Tidak heran jika program-program pemberdayaan pemuda melulu fokus pada meningkatkan peran serta mereka dalam aspek perekonomian. Pendidikan vokasional dan pelatihan kewirausahaan terus digenjot sedemikian rupa. Bahkan konsep merdeka belajar hanya ditujukan untuk menciptakan generasi produktif dan punya daya saing serta kemandirian di aspek ekonomi semata.


Ndilalahnya, soal moral dan agama makin lama makin termarjinalkan saja. Proyek moderasi Islam justru diarusderaskan sebagai prasyarat terbentuknya masyarakat inklusif yang–katanya–dibutuhkan untuk mendukung liberalisasi ekonomi yang mendunia.


Akibatnya, tatkala muncul problem di berbagai bidang, termasuk moral, penguasa hanya fokus untuk menyelesaikan masalah cabang saja. Padahal akar problemnya adalah penerapan asas dan aturan hidup sekuler kapitalis neoliberal.


Sungguh, paradigma penguasa dan pembangunan sekuler kapitalistik telah menjauhkan pemuda dari posisi strategisnya sebagai motor peradaban. Bahkan paradigma ini telah membajak potensi pemuda untuk kepentingan mengukuhkan penjajahan kapitalisme global, khususnya di dunia Islam.


Kondisi buruk ini harus disadari oleh para pemuda. Sebagaimana dahulu para pemuda Makkah menyadari kerusakan sistem jahiliah yang diterapkan kafir Quraisy kala itu. Era sekarang, para pemuda juga harus sadar bahwa negara ini tidak sedang menuju kemajuan, melainkan menuju jurang kerusakan. Para pemuda tidak sedang dididik untuk menjadi insan cerdas bertakwa, melainkan dirusak agar terjauhkan dari kebangkitan.


Bagi pemuda muslim, kebenaran hanya ada pada Allah Taala. Sumber ilmu pengetahuan ada pada Al-Qur’an. Oleh karenanya, pemuda yang meletakkan keimanan di atas akal akan senantiasa mendapat petunjuk ke jalan yang lurus. 


Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra: 9)


Para pemuda masa kini perlu mencontoh para pendahulunya, yaitu pemuda generasi sahabat. Mereka memegang Islam dengan kuat, memperjuangkannya di tengah kaum kafir Quraisy tanpa ragu, hingga mengorbankan nyawa demi tegaknya din Islam. Hal tersebut karena visi umat Islam adalah menebar rahmat ke seluruh alam.


Visi menyebarkan Islam hingga ke seluruh penjuru dunia inilah yang harus tertanam di hati pemuda muslim. Sehingga, potensi senantiasa dicurahkan untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, di bawah naungan Khilafah yang menerapkan syariat Islam kaffah. Orang yang tidak memiliki visi besar, maka hidup dan waktunya akan dihabiskan pada perkara yang remeh-temeh. Hidupnya jadi membosankan dan waktunya habis hanya untuk menyenangkan dirinya saja. Sering kali, tak mampu menghempas masalah-masalah kecil yang menghampiri hidup. Visi besarlah yang akan menggerakkan hidupmu dan memaksamu untuk fokus mengembangkan potensi. Di atas visi besar ada visi mulia. Visi besar dan mulia adalah visi akhirat bertemu dengan-Nya dengan visi dunia ingin menegakkan syariat Islam kaffah di bumi-Nya. Maka selama hidupnya, waktu, tenaga, harta, keringat, ilmu, dan semua potensi akan terhitung sebagai langkah mewujudkan visi akhirat. 


Oleh sebab itu, melihat potensi pemuda yang besar ini, penting sekali melakukan edukasi kepada para pemuda bahwa mereka adalah salah satu tumpuan agama. Mereka adalah muslim yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang masa mudanya dihabiskan untuk apa.


Meskipun saat ini kanalisasi dan propaganda peran pemuda dilakukan begitu rapi, tetapi kalam Ilahi tidak bisa terkalahkan oleh kalam konstitusi. Hanya dakwah Islam kaffah yang mampu meluruskan para pemuda hingga mereka menyadari tugas utamanya sebagai makhluk Allah Taala.


“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri.’?” (QS Fusilat: 33) 


Wallahu a’lam bishawab.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post