Oleh Suci Halimatussadiah
Ibu Pemerhati Umat
Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) seolah tak ada habisnya. Belum ada solusi yang betul-betul menyelesaikannya hingga tuntas. Persoalan ini menjadi momok menakutkan bagi setiap keluarga, sebab sering kali hati nurani menjadi buta akibat nafsu sesaat dan berakhir dengan hilangnya nyawa. Seperti dikutip dari media online kompas (8/10/2023), seorang ibu tega menghabisi anaknya sendiri, bahkan keluarganya pun ikut terlibat. Peristiwa itu terjadi di Desa Parigimulya Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Jasad anak tersebut ditemukan di saluran irigasi dekat sungai di Blok Sukatani Desa Bugis, Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023). Dari hasil penyelidikan Muhamad Rauf (13) dibunuh ibunya sendiri, Nurhani (40), dibantu oleh sang paman S (24), serta kakeknya W (70). Kepada Polisi Nurhani mengaku ia nekat melakukan itu lantaran emosi Rauf kerap kali mengambil ponsel miliknya, pasca bercerai dengan sang suami Rauf tinggal bersama di rumah kakeknya, tetapi Rauf lebih banyak tidak pulang bahkan hidup dan tidur di jalanan, kadang juga di pos ronda. Rauf pun pernah mencuri kotak amal di masjid sekitar, bahkan usia Rauf yang harusnya bersekolah di bangku SMP terpaksa harus putus karena sulitnya biaya. Untuk makan sehari-hari terkadang sampai mencuri.
Tragis, nyawa Rauf berakhir di tangan ibu kandungnya sendiri. Sungguh ironis, ibu yang seharusnya melindungi malah menjadi pembunuhnya. Dari olah TKP Polda Jabar menemukan 37 titik bercak darah di sekitar tempat kejadian. Polisi pun langsung mengamankan Nurhani, S dan W serta pemilik motor untuk dimintai keterangan. Saat diinterograsi Nurhani mengakui semua perbuatannya.
Sadis, mungkin itu kata yang dapat menggambarkan seorang ibu yang menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Alasannya karena emosi. Seolah hati nurani mati, rasa sayang dan cinta kasih sebagai ibu lenyap. Inilah potret buruk sekularisme yang bercokol pada diri setiap individu yang memisahkan agama dari kehidupan. Ide sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mencerabut hati nurani hingga ke akarnya. Perangai manusia sebagai makhluk yang diciptakan mulia jadi lebih buruk dari hewan.
Ketika kita cermati tentu kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan perbuatan yang tidak manusiawi. Begitupun dalam pandangan Islam, hal ini sangat dibenci Rasullulah saw. Sederet faktor pemicu KDRT di antaranya gaya hidup, kontrol diri yang buruk, beratnya beban hidup, minimnya pemahaman agama, perbedaan cara pandang dengan pasangan, serta beralih fungsinya peran suami dan istri. Tidak bekerjanya suami berdampak pada tugas istri, bertambah perannya sebagai pencari nafkah.
Di sisi lain tetap sebagai pengatur rumah dan pembimbing anak. Gandanya peran tersebut sudah barang tentu menjadi beban yang teramat berat bagi seorang istri. Sehingga dampak psikologisnya istri atau ibu menjadi lebih mudah stress. Hilang pula fungsi kepemimpinan dari suami. Ketidaksesuaian peran sesuai fitrah ini tidak bisa dipandang remeh. Sebab akan menyebabkan KDRT meningkat. Selama faktor-faktor pemicunya masih ada, kasus KDRT tidak bisa di tekan angkanya.
Fakta ini sesungguhnya akibat dari pemahaman sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga merusak cara pandang keluarga. Seorang ayah yang notabene pemimpin dalam keluarga akhirnya menjalankan rumah tangga tanpa aturan agama. Alhasil KDRT makin meningkat jumlahnya. Ini merupakan salah satu bukti gagalnya sistem ini. Kini, persoalannya bukan semata karena permasalahan individu tetapi sudah menyangkut sistem. Sungguh persoalan sistemis membutuhkan solusi yang sistemis pula.
Negara sudah sepatutnya mengurusi rakyat dengan sungguh-sungguh, menyediakan lapangan pekerjaan kepada tiap-tiap warganya sehingga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok-pokok keluarganya. Negara juga wajib menjamin kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, serta keamanan. Semua fasilitas ini harus didapatkan rakyat secara gratis dan berkualitas.
Negara juga wajib memberikan pemahaman tentang agama dan mengondisikan warganya selalu dalam ketakwaan agar tercipta rasa keimanan dalam diri setiap individu. Jika ada pelaku KDRT maka negara akan memberikan sanksi jinayah berupa qishash. Sanksi ini akan memberi efek jawabir (penebus dosa) dan zawajir yaitu pencegah kemaksiatan di masyarakat.
Oleh karena itu, penerapan hukum Islam secara kafah dalam sebuah Institusi negara adalah satu-satunya solusi yang akan menuntaskan persoalan KDRT yang terjadi hari ini.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment