Santri Masa Kini Jayakan Negeri, Membawa Perubahan Hakiki


Oleh Nina Marlina, A.Md

Aktivis Muslimah


Para santri merasa bangga karena kini mereka memiliki momen istimewa yaitu Hari Santri. Atas usulan masyarakat pesantren, akhirnya pada tahun 2015 Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Di setiap momen tersebut, para santri selalu merayakannya dengan sukacita. Begitupula dengan Pemerintah yang turut serta merayakan momen spesial ini bersama para santri.


Sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang dengan pondok pesantren yang menggelar Pawai Kamonesan dalam memperingati Hari Santri pada 23 Oktober 2023 lalu di lapangan Pusat Pemerintahan Sumedang. Berbagai kreasi ditampilkan oleh para santri dan ASN Kabupaten Sumedang. Adapun tema yang diangkat yaitu Jihad Santri Jayakan Negeri Lawan Kemiskinan dan Stunting. Menurut Pj Bupati Sumedang Herman Suryatman, dalam penurunan angka kemiskinan dan stunting, santri bisa berkontribusi dalam sosialisasi dan edukasi karena jihad dimaknai dalam perspektif pembangunan. Herman berharap para santri bisa menjadi agen perubahan dengan menanamkan kemandirian tiap pesantrennya. Para santri untuk bisa mendorong daya saing produk desa di Kabupaten Sumedang serta bersinergi dengan KKN Tematik Gotong Royong Membangun Desa. 


Peran Santri Tak Boleh Dibajak

Mendengar kata santri, tentu sudah tak asing lagi bagi kita. Bahkan istimewanya sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan, para santri sudah banyak berkontribusi besar terhadap negeri ini. Banyak peperangan yang dilakukan para santri pada masa penjajahan diantaranya Perang Jawa, Perang Aceh dan pertempuran di Surabaya. Mereka rela berkorban jiwa dan raga untuk mengusir penjajah.


Murid para ulama dan kyai ini telah berkontribusi dalam munculnya resolusi jihad yang dikeluarkan oleh Hasim Asy'ari sebagai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat itu. Pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, Pengurus NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya untuk mengeluarkan pernyataan sikap terhadap Penjajah Belanda yang ingin menguasai kembali Tanah Air. Dengan keluarnya resolusi jihad, para santri dan rakyat melakukan perlawanan sengit dalam mengusir penjajah yang ingin merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Perlawanan rakyat dan kalangan santri ini kemudian membuat semangat pemuda Surabaya dan Bung Tomo turut terbakar.


Sungguh mulianya para santri, mereka mengabdikan hidupnya untuk mempelajari agama, berguru pada para Kyai dan Ulama. Mereka pun merupakan calon pendakwah, pendidik agama Islam bahkan menjadi ulama besar. Di tengah problematika kehidupan yang dihadapi umat saat ini, sudah saatnya para santri berkontribusi dengan segala potensinya membawa perubahan hakiki. Saatnya untuk berdakwah ke tengah masyarakat menyadarkan umat terhadap berbagai kerusakan yang terjadi akibat berpaling dari syariat.


Peran santri menjadi pendakwah dan pendidik umat jangan sampai dialihkan menjadi penggerak ekonomi rakyat atau membentuk kemandirian ekonomi. Pasalnya memajukan ekonomi rakyat merupakan tugas utama dan tanggung jawab negara. Permasalahan kemiskinan dan stunting adalah problem yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan negara. Kapitalisme telah menyebabkan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dikelola oleh asing. Mereka bebas mengeruknya sementara pemiliknya tak mendapatkan apapun selain remah-remahnya saja. Kemiskinan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan struktural akibat salah tata kelola dan penerapan sistem yang rusak. 


Santri Sejati Membawa Perubahan Hakiki

Aktivitas santri sehari-harinya disibukkan dengan memperdalam ilmu agama dan mengkaji kitab-kitab, maka sudah selayaknya mereka pun mengamalkan ilmunya untuk disebarkannya kepada umat dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Ruh jihad harus selalu hadir di dalam jiwa para santri sebagaimana para pendahulu mereka. Sebagaimana dulu para santri memiliki semangat mengusir penjajah, maka sudah semestinya santri masa kini memiliki semangat yang sama dalam mengenyahkan penjajahan di bumi pertiwi meski tak lagi diserang secara fisik.


Fungsi pesantren dalam melahirkan para ulama faqih fiddiin jangan sampai dialihkan dengan aktivitas ekonomi sehingga para santri pun disibukkan dengannya.  Para santri harus melek politik dan peduli dengan kondisi masyarakat yang rusak. Mereka harus mengetahui akan ancaman sekularisme dan liberalisme yang menghancurkan umat. Saat para santri memahami tsaqofah Islam, maka ia akan mampu membawa umat kepada perubahan hakiki. Tak hanya perubahan secara ekonomi semata yang bersifat parsial, namun perubahan menyeluruh sesuai tuntunan Islam. 


Dengan demikian negara harus mendorong pondok pesantren sebagai wadah para santri dalam menimba ilmu agama. Sebagaimana di masa Kekhilafahan Islam saat masih berjaya, negara memberikan perhatian besar terhadap madrasah-madrasah ilmu sehingga melahirkan banyak ulama. Para ulama yang akan membimbing umat menuju cahaya Islam, menjaga tegaknya syariat Islam dalam kehidupan umat. Dalam Musnad Al-Imam Ahmad, dari Anas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk pada orang yang berada di gelap malam di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapatkan petunjuk.”

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post