Refleksi Hari Guru, Nasib Guru Dipertaruhkan

 


Oleh Rahmayanti, S.Pd.


Guru banyak sebutan yang disematkan kepadanya. Pahlawan tanpa tanda jasa, ada juga yang menyebutkan sebagai Umar Bakri Pegawai Negeri, yang digugu dan ditiru, Guru kencing berdiri,  murid kencing berlari dan masih ada yang lain senada. Tidak jarang hal itulah yang mewakili nasib dan keadaan guru saat ini.


Tak lepas dari itu semua setiap tahun selalu diperingati hari guru, yang bertepatan dengan tanggal 25 November. Peringatan hari guru tahun 2023 bertema “ Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Adapun salah satu tujuan dengan memperingati Hari Guru Nasional (HGN) adalah meningkatkan peran strategis guru dan tenaga kependidikan  dalam membangun sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam meningkatkan mutu pendidikan.


Guru adalah sosok yang sepatutnya dihormati. Karena tugasnya sangat mulia yaitu untuk memajukan mutu pendidikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menentukan arah pendidikan nasional. 

 Bisa dikatakan guru merupakan tulang punggung dunia pendidikan. Memiliki peran vital sebagai pengajar dan pendidik. Artinya kualitas pendidikan mempengaruhi output generasi yang dihasilkan.  


Namun yang ternyata guru sebagai tonggak pendidikan tak terlepas dari permasalahan. Jika kita amati ada dua permasalahan mendasar yaitu kesejahteraan guru dan kompetensi guru.


Sudah bukan rahasia lagi bagaimana romantika nasib guru di negeri ini. Ada yang mengatakan sudah sejahtera karena sudah diberikan tunjangan, seperti sertifikasi yang sebenarnya hanya ditunjukan pada sebagian tenaga pengajar saja. Ada juga yang berpendapat kalau nasib guru sangat memprihatinkan dengan keterbatasan gaji yang  kadang tidak sesuai dengan harga-harga kebutuhan yang semakin meninggi. Akhirnya banyak guru yang memiliki pekerjaan sampingan agar bisa menutupi kebutuhan pokok keluarganya.


Negeri kita memiliki  sumber daya alam yang berlimpah, namun ternyata kondisi guru di negeri ini kalah dengan profesi yang sama di luar negeri baik dari sisi finansial ataupun apresiasi. Di negara lain, seperti lingkup Asean saja Indonesia berada pada urutan ke dua dari bawah setelah Kamboja dari segi finansial.


Saat ini guru dihadapan pada degradasi moral yang menjangkiti siswanya.  Terbukti di beberapa media ada terdapat kasus-kasus yang beredar siswa yang perilakunya tidak sopan di saat gurunya menegur karena melanggar tata tertib sekolah, bahkan ada siswa sudah menggunakan kekerasan terhadap gurunya sampai cedera. Ada juga yang guru dituntut berujung pada hukum pidana dan denda. 


Rusaknya para pelajar dengan alasan berbagai macam seperti karena cinta, terlilit utang, permasalahan keluarga, perundungan, tawuran/perkelahian, perzinaan, narkoba hingga pembunuhan. Hal inilah yang menambah daftar panjang beban kerja guru. 


Miris rasanya melihat nasib guru, ditambah lagi dengan bergonta-gantinya kurikulum dan tugas administrasi yang berlimpah menambah jam kerja guru seperti 24 jam tidak cukup untuk berkarir. 


Guru seberat apapun beban yang diamanahkan kepadanya hanya bisa menurut aturan pemerintah untuk menjalankan kurikulum yang diputuskan, tidak kuasa menolak walaupun menemui  banyak pertentangan. Ini juga merupakan permasalahan tersendiri yang dihadapi para guru. Tidak jauh berbeda nasib guru honorer yang juga harus menerima kenyataan mendapatkan gaji yang kecil dan beban kerja yang sama dengan guru PNS dan PPPK.


Fenomena rusaknya moral para pelajar saat ini menunjukan bahwa pembelajaran selama ini tidak berjalan dengan baik, setiap berganti menteri maka akan beriringan dengan pergantian kurikulum. Sehingga keadaan generasi tidak bertambah baik malah kebalikannya makin mengalami degragasi. 


Dalam sistem kapitalis saat ini  memandang hubungan antara rakyat dan pemerintah  didasarkan atas untung rugi, hitung-hitungan ekonomi, dimana rakyat akan menjadi beban negara  jika masih harus di danai atau disubsidi oleh  kas negara. 


Maka tidak heran kalau sekarang nasib guru memilukan karena harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya tanpa diberengi dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai dengan gaji yang layak. Hal ini jelas belum bisa memberikan jaminan kesejahteraan dan solusi atas permasalahan yang dihadapi para guru saat ini. Padahal guru adalah ujung tombak sebuah peradaban.


Hal ini sangat berbanding terbalik dengan pendidikan Islam. Profesi guru sangat dimuliakan dan mendapat tempat terhormat.  Imam Jalaluddin As Suyuthi menuliskan bahwa pahala memuliakan guru tak lain adalah surga. Karena juga berdasarkan hadis Rasulullah yang berbunyi “ Barang siapa memuliakan orang berilmu (guru) maka sungguh ia telah memuliakan aku dan barang siapa yang memuliakan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barang siapa memuliakan Allah maka tempatnya di surga “. 


Islam tidak mengenal istilah adanya guru honorer atau PNS (Pegawai Negeri Sipil) Di dalam Islam semua guru adalah pegawai negara. Negara   memiliki kewajiban memberikan jaminan berlangsungnya pendidikan yang berkualitas dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang menunjang para guru agar mampu memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal. Memberikan suasana belajar yang nyaman baik bagi para pelajarnya maupun gurunya. 


Hak mendapatkan kesejahteraan berupa gaji yang layak bagi semua guru. Hak mendapatkan layanan dan kualitas pendidikan bagi seluruh siswa. Dengan jaminan dan penghidupan yang cukup maka guru bisa fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya tanpa  dibayangi besok mau makan apa atau mencari tambahan nafkah agar bisa memenuhi kehidupan keluarganya. 


Islam sangat memuliakan guru, dan kesejahteraannya diperhatikan. Pada masa khalifah Umar Bin Khatab gaji guru  pengajar perbulan 15 Dinar atau sekitar Rp 62.028-750.00 jika 1 Dinar sama dengan 4,25 gram atau sama dengan 1 gram emas seharga Rp 973.000. di masa Salahuddin Al Ayubi lebih besar lagi, gaji guru berkisar antara 11 Dinar sampai 40 Dinar. Bila di samakan dengan rupiah saat ini maka gaji guru berkisar antara Rp 45.487.750.00 sampai Rp 165.410.000.00.   


Semua kebutuhan dasar masyarakat haruslah dijamin negara termasuk kebutuhan pada bidang pendidikan. Karena pendidikan adalah hak azasi bagi seluruh warga negara, seperti sabda Rasulullah “ Imam itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari).


 Dengan sistem pendidikan Islam yang di ajarkan di sekolah maka akan membentuk siswa yang memiliki kepribadian Islam (syakhsiyah islamiah) yaitu pola pikir dan sikap yang islami sehingga jauh dari perbuatan yang berbau kemaksiatan dan kerusakan.


 Maka hanya dengan Islam nasib para pendidik  dan anak didiknya akan diperhatikan dan dijamin kesejahteraannya. 


Wallahu a’lam bishwab

Post a Comment

Previous Post Next Post