Oleh: Rika Syarifah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan bahwa kompetisi dalam kontestasi Pemilu 2024 harus berimbang dengan tidak melibatkan fasilitas negara dan aparat negara dalam mendukung pihak tertentu.
"Tidak boleh menggunakan fasilitas negara, otoritas yang dimiliki untuk mendukung. Tidak boleh karena membuat kompetisi tidak berimbang. Satunya didukung, satunya tidak didukung, itu yang akan menimbulkan salah sangka dan kecurigaan publik.
Peluang Penggunaan Fasilitas
negara dalam Pemilu 2024 akan selalu terbuka, apalagi jika kontestan merupakan seseorang yang masih menjabat. Penyalahgunaan ini berpotensi karena bisa saja peserta pemilu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kepentingan kampanye misalnya program-program pemerintah digunakan sebagai alat kampanye.
Sejumlah figur yang menduduki posisi sebagai menteri, kepala daerah, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) turut meramaikan kontestasi pemilihan presiden 2024. Penyalahgunaan fasilitas negara, termasuk penggunaanya untuk keperluan kampanye, rawan terjadi. Tanpa pengawasan dan pencegahan, kontestan Pilpres 2024 mungkin saja berkompetisi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Aturan KPU memberi peluang penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk kepentingan pribadi/golongan, bahkan juga fasilitas negara dan anggaran. Selain itu ada potensi pengabaian tanggung jawab tugas, dan abai terhadap hak rakyat. Hal ini bisa menjadi salah satu bentuk ketidakadilan yang dilegitimasi oleh negara, apalagi didukung regulasi yang ada. Inilah salah satu dampak dari aturan yang dibuat oleh manusia.
Islam mengutamakan kejujuran dalam proses pemilihan pemimpin dan menghindarkan adanya konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Ketegasan Islam akan adanya pertanggungjawaban di akhirat dapat menjaga setiap orang termasuk calon pejabat untuk taat pada aturan Allah dan Rasul-Nya. Wallahu'alam bi shawab
Post a Comment