Dilansir dari BBC Indonesia online (31/10/2023), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan aturan yang mewajibkan warga meminta izin khusus dari pemerintah jika ingin menggunakan air tanah menjadi sorotan ketika kekeringan melanda sejumlah daerah di Indonesia. Pengamat planologi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mempertanyakan bagaimana Kementerian ESDM melakukan pengawasan penggunaan air tanah. Dia juga mempertanyakan solusi dari pemerintah jika ingin masyarakat beralih dari air tanah ke PAM. Ia mempertanyakan apakah pemerintah dapat menjamin kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air PAM.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah diteken pada 14 September lalu. Plt Kepala Badan Geologi ESDM, Muhammad Wafid, merilis pernyataan resmi yang menjabarkan lebih lanjut maksud aturan tersebut. Ia menegaskan aturan ini bukan untuk membatasi masyarakat, melainkan demi menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah. Wafid mengatakan bahwa peraturan ini memang tidak akan berpengaruh terhadap warga biasa yang pemakaian airnya tidak mencapai 100.000 liter tiap bulan. Selama ini, sejumlah pengamat memang menekankan betapa penting pengaturan ketat penggunaan air tanah baik oleh industri maupun perorangan demi menjaga ketersediaan dan mencegah penurunan muka air.
Air merupakan kebutuhan umum, seharusnya negara menyediakan secara gratis dan juga mengusahakan dengan berbagai cara demi tercukupinya kebutuhan primer ini. Dengan harus membayar air pada jumlah tertentu, negara jelas melakukan kapitalisasi atas sumber daya air dan rakyat tidak boleh hanya menerima apalagi diam dengan adanya aturan ini.
Aturan yang sekilas terlihat baik dan memihak rakyatnya, nyatanya tidaklah demikian. Justru aturan ini lahir karena abainya pemerintah pada kebutuhan air bersih yang dibutuhkan oleh rakyat, apalagi ketika panceklik dan kemarau panjang melanda. Mereka justru membuat aturan yang semakin menguntungkan mereka dengan harus meminta izin terlebih dulu bagi rakyat yang ingin mengambil dan menggunakan air tanah.
Bukan tak heran masyarakat lebih memilih air tanah yang langsung bisa diakses daripada air PAM yang sulit didapatkan dan belum tentu higienis, apalahlagi dengan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan tentu saja memberatkan rakyat. Sehingga, penggunaan air tanah dan sumur yang digunakan mayoritas masyarakat membuat peminat air PAM berkurang dan akhirnya debit air pun menjadi terbatas bagi sebagian daerah. Dan akhirnya aturan ini pun dikeluarkan dengan harapan bisa meratakan air bersih ke seluruh pelosok Indonesia.
Akan tetapi, ketersediaan air justru sebaliknya. Walaupun ada air PAM yang akan memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, tentu saja masyarakat tidak mendapatkan dengan gratis, ada harga yang harus dibayar dan dikeluarkan setiap bulannya dan ini sama sekali bukan solusi yang tepat bagi masyarakat, melainkan solusi ini harusnya diterapkab bagi perusahaan dan industri yang mengelola air, yang sudah pasti punya dana.
Namun, kenyataannya justru berbanding terbalik. Negara malah memberi ijin pengelolaan air oleh perusahaan yang tentunya memiliki modal besar, juga memberi ijin berbagai industri termasuk hotel, apartemen, resor, penginapan dan lain-lainnya yang memiliki modal dan alat yang lengkap untuk mempergunakan air tanah.
Begitulah konsep tatanan pengelolaan air dalam sistem Kapitalisme yang semuanya bisa dikapitalisasi bagi rakyat dan melonggarkan sebagian kebijakan bagi mereka para pemilik modal. Hal ini sangat tidak adil bagi masyarakat kelas bawah yang sudah sulit dengan kehidupan saat ini, ditambah lagi dengan kesulitan akses air bersih.
Harusnya negara wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air dengan berbagai cara dan sekuat tenaga karena negara adalah pelindung bagi rakyatnya. Rakyat tidak bisa berbuat banyak ketika negara sudah menetapkan suatu aturan. Padahal, asas sistem kapitalisme yang diterapkan ialah demokrasi yaitu dari rakyat, untuk rakyat, dan kembali ke rakyat hanya menjadi slogan tanpa penerapan. Karena nyatanya, semua hasil negara dari rakyat, untuk korporat, dan membuat rakyat melarat.
Penyediaan dan terjaminnya kebutuhan air ini hanya bisa dirasakan oleh rakyat ketika berada di bawah naungan sistem khilafah Islamiyyah. Yang mana pada sistem ini, negara wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air dengan berbagai cara dan sekuat tenaga karena negara adalah pelindung bagi rakyatnya. Negara tidak hanya wadah organisasi yang besar, negara ialah tombak kekuasaan yang tertinggi sehingga aturan yang dibuat pun tidak berasal dari manusia yang mudah salah dan khilaf, melainkan dari sang PenciptaNya yakni Allah Swt.
Dalam negara Islam, pengelolaan air dan industri akan diatur sedemikian rupa agar tidak membebani rakyat. Air dalam negara Islam merupakan kepemilikan umum atau rakyat, bukan kepemilikan negara apalagi swasta. Jika kepemilikannya jatuh pada individu tertentu, negara atau swasta maka akan terjadi ketidaksesuaian seperti dalam negara kapitalisme.
Rasulullah Saw. bersabda : "kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Berdasarkan sabda Rasulullah tersebut, maka air tidak boleh dikormesialisasi demi keuntungan dan kepentingan pihak tertentu. Akan tetapi, pihak industri atau pihak swasta boleh menggunakan air tersebut dengan catatan tidak boleh menggunakan mesin pengeboran air yang membuat sumber mata air bagi warga sekitar kering apalagi yang membahayakan dan menimbulkan bencana ekologis yang merugikan banyak pihak.
Pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum yang berkualitas dilakukan oleh negara dan didistribusikan secara gratis kepada rakyat. Inilah konsep tatanan pengelolaan air dalam sistem Islam yang sama sekali tidak membebani rakyat dan benar-benar memenuhi kebutuhan rakyat dengan cara yang makruf.
Wallahhu'alam bishawab.
Post a Comment