Riza Maries Rachmawati
Selalu unggul dan terdepan merupakan cita-cita setiap manusia, begitu pula sebuah negara. Menjadi negara maju adalah keinginan setiap negara, sehingga dengan berbagai upaya dilakukan oleh negara untuk mencapainya. Lantas apakah Indonesia berpeluang untuk menjadi negara maju?. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik atau BPS pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya di level 4,9% pada 2003, meski sempat naik 6,9% pada 2008. Pada 2013 kembali menyusut dan menjadi hanya tumbuh 5,78% hingga akhirnya pada 2014 tumbuhnya hanya 5,01%. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat atau LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang stagnan dikisaran 5% dalam dua dekade terakhir menyebabkan peluang Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045 gagal.
Jika dilihat dari pangkal masalah peluang negeri ini gagal menjadi negara maju ialah masih berlandaskan kapitalisme. Hegemoni kapitalisme akan membuat negara ketiga Indonesia selalu berada pada posisi terjajah bergantung kepada negara lain. Terbukti meskipun banyak sumber daya alam, namun atas nama investasi kekayaan tersebut justru dikeruk oleh para kapital. Akhirnya sektor ekonomi menjadi rapuh, kemiskinan, PHK, kelaparan dimana-mana. Tingkat kriminal pun tinggi karena tidak ada kesejahteraan dalam negeri. Belum lagi sumber daya manusianya pun dibuat menjadi SDM yang lemah dan berfikir rendah. Hal ini dapat dilihat fenomena kerapuhan mental generasi saat ini, budaya fomo, flexing, literasi yang rendah dan sejenisnya.
Disisi lain, ada narasi aneh bahwa keluarga menjadi pondasi negara maju. Padahal fungsi strategi keluarga adalah mencetak generasi untuk pengisi peradaban. Persoalan negara maju seharusnya menjaga tanggung jawab negara bukan keluarga. Namun negeri yang terkooptasi kapitalisme akan menjadi negeri yang tidak memiliki visi ideologi dan abai pada NU kewajiban sebagai j ininegara. Sehingga memunculkan narasi tanggung jawab negara maju dilimpahkan kepada keluarga.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki mekanisme menjadikan sebuah negara tidak hanya maju namun juga menjadi negara adidaya. Hanya saja yang perlu diperhatikan menjadi titik poin hal tersebut akan terwujud ketika Islam diambil sebagai sebuah ideologi yang diterapkan secara praktis dalam sebuah institusi negara. Bukan Islam yang hanya dianggap sebagai agama spiritual dan ruhiyah. Dan sebenarnya secara konsep hingga cara implementasi mekanisme tersebut sudah dicontohkan secara real oleh Rasulullah Saw yang kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah setelah beliau yakni negara yang lahir dari akidah Islam bernama Daulah Khalifah Islamiyyah.
Untuk menjadi negara adidaya diperlukan beberapa langkah. Pertama kekuasaan yang haq yang dipimpin oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Rasulullah belum memiliki kekuasaan tersebut. Untuk itu, Rasulullah Saw membina individu-individu yang mau dibina didalam partai Rasulullah. Pembinaan ini berada dibawah sahabat Arqam bin Abi Arqam. Dari pembinaan ini terbentuklah individu-individu beriman dan bertaqwa, mukhlis atau orang-orang ikhlas, sabar, tangguh, mulia dengan keprbadian Islam. Dengan bekal seperti itu Rosulullah saw memiliki pasukan yang tak gentar ketika mendapat cobaan dan rintangan serta tidak silaiu dengan gemerlap dunia. Setelah Rosul merasa keimanan para sahabat ini kuat dan telah turun perintah berdakwah secara terang-terangan sebagaimana Qur’an surat Al-Hijr ayat 94, maka Rosulullah menunjukan partainya ke tengah-tengah masyarakat Quraisy.
Dengan berbagai cobaan dan rintangan Rosulullah dan para sahabat terus menerus melakukan dakwah politis ke berbagai kalangan khususnya kepada ahlul quwwah atau pemegang kekuasaan. Ahlul quwwah pada masa beliau adalah pemimpin para kabilah-kabilah. Dengan keistiqomahan, kesabaran, dan keikhlasan dalam berdakwah, sampailah pertolongan Allah Ta’ala kepada beliau melalui sahabat Anshar, Sa’ad bin Muadz. Beliau menyerahkan kekuasaannya kepada Rosul tanpa syarat sehingga berdirilah negara Islam pertama di Madinah dengan Rosulullah saw sebagai kepala negaranya.
Kedua pengaturan politik dalam negeri sesuai syariat Islam. Mulai dari sistem ekonomi, sistem politik, sistem keamanan, sistem kesehatan, sistem pendidikan, sistem sosial, dan sistem sanksi. Pengaturan politik ini akan diawali dengan stabilisasi kondisi politik dalam negeri terutama sektor ekonomi dan pertahanan. Salah satu contoh kebijakan stabilisasi ekonomi yang dilakukan Rosulullah saw adalah dengan cara mempersaudarakan sahabat Muhajirin dari Mekkah dan sahabat Anshar di Madinah. Kebijakan ini membuat sahabat yang kaya membantu sahabat yang miskin. Kemudian Rosulullah saw membuat perjanjian antara warga negara muslim di madinah dengan kelompok-kelompok kafir seperti Yahudi dan Nasrani yang akhirnya dikenal sebagai piagam Madinah. Upaya ini merupakan salah satu contoh menjaga stabilitas keamanan dalam negeri.
Ketiga aktivitas politik luar negeri dengan dakwah dan jihad ke luar negeri. Diantara buktinya adalah Rosulullah mengirimkan utusan-utusan ke negeri-negeri di jazirah Arab termasuk kepada penguasa imperium Romawi dan Persia. Rosulullah saw mempersiapkan pasukan jihad dengan mengadakan sarayah-sarayah atau pasukan kecil. Pasukan ini dikirim keluar negara Madinah menantang kafir Quraisy dan menggetarkan kaum Munafik dan Yahudi di sekitar Madinah. Dari sarayah-sarayah inilah Rosulullah dapat mengukur kekuatan pasukan untuk melaksanakan jihad ofensif untuk meakukan futuhat negeri-negeri yang masih dalam kekufuran.
Aktivitas negara inilah yang kemudian diteruskan oleh para Khalifah setelah Rosulullah saw wafat. Terbukti secara historis selama 1300 tahun Daulah Khilafah terbukti menjadi negara adidaya. Daulah Khilafah memiliki posisi dominan yang ditandai dengan kemampuannnya yang luas untuk memberikan pengaruh atau memproyeksikan kekuasaan dalam skala global. Tak hanya itu urusan dalam negeri yakni kesejahteraan rakyat juga terjamin
Wallahu’alam bi shawab
Post a Comment