Menyoal Kapitalisasi Sumber Daya Air

 

Penulis: Luwy Sartika

Musim kemarau telah melanda negeri ini cukup lama. Indonesia sebagai negara beriklim tropis hanya memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Keduanya bukan tidak membawa dampak, musim hujan contohnya, intensitas hujan yang cukup tinggi bahkan membawa bencana bagi manusia seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya. Begitu pula musim kemarau, teriknya matahari bahkan tak jarang menyebabkan kebarakan lahan hebat yang tentu merugikan berbagai pihak. Selain itu masalah yang paling utama terjadi adalah kekeringan dan krisis air bersih diberbagai daerah.  


Musim kemarau yang sudah lebih dari batas kebiasaan sudah sangat menyiksa bagi rakyat terutama yang berada di wilayah dengan kondisi tanah yang kering dan curah hujan yang rendah. Bahkan, tak jarang pembelian air dengan harga yang relatif mahal dilakukan demi tetap bisa memasok kebutuhan air. Musim yang sudah melanda Indonesia sejak beberapa bulan lalu ini sudah jelas menyiksa rakyat. Kesulitan air yang dirasakan rakyat karena menyusutnya air sumur dan mata air yang ada menjadi hal yang juga sangat meresahkan bagi mereka. Air yang merupakan kebutuhan pokok setiap orang dipastikan tidak bisa lepas dari keberlangsungan aktivitas kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersih-bersih seperti mencuci dan mandi serta memasak adalah hal utama yang tidak akan lepas dari keberadaan air bersih.  


Namun, dengan kondisi musim kemarau berkepanjangan yang memberikan dampak yang sangat terasa bagi setiap orang juga ditengah krisis air yang terjadi, kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan putusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaran Persetujuan Penggunaan Air Tanah yang telah diteken pada 14 September 2023. Kebijakan ini mengarah pada kewajiban meminta perizinan penggunaan air tanah baik berupa sumur bor, galian atau sejenisnya. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa penggunaan air tanah paling sedikit 100 meter kubik per bulan per kepala keluarga atau penggunaan air secara berkelompok dengan ketentuan lebih dari 100 meter kubik per bulan per kelompok perlu mengajukan izin kepada kementerian ESDM. Aturan ini berlaku untuk individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, atau lembaga sosial yang menggunakan air tanah dan sungai minimal 100.000 liter per bulan. Plt Kepala Badan Geologi ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa aturan ini bukan untuk membatasi masyarakat, melainkan demi menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah dan tidak akan berpengaruh terhadap warga biasa yang pemakaian airnya tidak mencapai 100.000 liter per bulan. 


Aturan ini jelas semakin menyudutkan posisi rakyat yang tengah menderita kekeringan, bukannya diberikan bantuan air bersih malah dikeluarkan peraturan wajib mengantongi izin untuk sekedar menggunakan air sebagai kebutuhan pokoknya. Air yang merupakan anugerah dari Allah Swt., untuk semua makhluk yang ada di bumi mulai dikapitalisasi oleh sekelompok orang saja. Jika benar kebijakan ini untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah, lantas mengapa banyak perusahaan air kemasan malah dengan leluasa memprivatisasi sumber mata air untuk dijadikan lahan bisnis. Sistem kapitalisme yang diterapkan di negara Indonesia memberikan dampak yang lebih banyak merugikan rakyat. Dalam Kapitalisme, jantung dari segala keberlangsungannya adalah melalui penarikan pajak, artinya pajak bagaikan nafas bagi sistem kapitalisme untuk terus eksis. Sistem ini hanya bertolak ukur pada pengumpulan materi sebanyak-banyaknya sehingga sumber daya air juga termasuk ke dalam kategori yang bisa diperdagangkan karena dinilai bisa mendatangkan keuntungan yang banyak. Sistem ini akan memihak kepada siapa saja yang memilki modal besar untuk terus mengembangkan modalnya, dalam hal air misalnya, kaum elit dengan kantong tebal bisa membeli alat canggih sehingga dengan mudah melakukan penyedotan air tanah jauh ke dalam bumi. Dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme tak jarang seringkali menyebabkan hukum rimba berlaku di dalamnya, dimana kekuatan terbesar seseorang adalah dari modal yang ia miliki, kebahagiaan akan dihitung berdasarkan banyaknya materi membuat manusia akan mengikuti hawa nafsunya untuk melakukan segala macam cara supaya bisa meraih kebahagiaan dalam pandangan kapitalisme dengan cara menguasai harta kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa dibatasi. 


Kebijakan tentang penggunaan air ini sebenarnya adalah bentuk pengalihan fokus oleh pemerintah kepada rakyat, dengan adanya kondisi sulit seperti kekeringan maka akan memunculkan pertanyaan di benak rakyat tentang apakah usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk meringankan beban rakyat? Saat rakyat sedang dilanda kekeringan seperti sekarang ini seharusnya yang pemerintah lakukan adalah memberi solusi bagaimana kebutuhan air rakyat tetap bisa terpenuhi. Banyaknya pembabatan lahan terutama hutan yang menjadi sumber air untuk dijadikan lahan bangunan baik industri maupun tempat tinggal setidaknya adalah salah satu bukti ketidakseriusan pemerintah menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah. Jika semakin banyak pembukaan lahan berarti juga akan semakin sedikit wilayah yang mampu menyediakan air karena pepohonan pun ikut ditebang untuk dijadikan lahan bangunan dan industri. Negara hanya menjadi regulator yang mempermulus langkah para swasta dan pemilik modal untuk menguasai wilayah-wilayah yang menjadi daerah sumber daya alam dengan hasil yang melimpah. Jika ditelisik lebih lanjut maka kebijakan ini jelas kontras dengan kebijakan pemerintah yang membolehkan perusahaan-perusahaan air untuk melakukan pengeboran atau penyedotan air hingga jauh ke dalam bumi untuk kemudian dikomersialkan. Para pemilik modal bekerjasama dengan penguasa menciptakan aturan-aturan yang memihak pemilik modal dan menjadikan rakyat sebagai pihak yang selalu dirugikan dengan dalih hukum sehingga jika pun melanggar maka rakyat akan ditimpakan dengan sanksi yang ada.  


 Berbeda dengan Islam, Islam bukan hanya agama yang mengatur tatacara beribadah saja, Islam turun dengan seperangkat aturan yang menjadi Rahmat bagi alam semesta. Pengelolaan air juga ada aturannya dalam Islam. Sistem Pemerintahan Islam memandang bahwa air adalah bagian dari harta kekayaan milik umum yang tidak boleh diprivatisasi. Sebagaimana sabda rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallaama

 شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram."


Dalam sistem pemerintahan Islam yang pernah diterapkan dahulu, yakni sekitar 100 tahun sejak keruntuhannya pada 1924 silam, seorang kepala negara yang disebut khalifah akan menjaga terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyatnya tentu dengan cara yang sudah ditetapkan dalam Islam dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallama. Harta kekayaan yang ada jelas pembagiannya, mulai dari bagian harta kekayaan individu, harta kekayaan umum, dan harta kekayaan negara, tidak boleh ada pelanggaran mengenai pemanfaatan pun apapun yang berurusan dengan penyalahgunaan potensi kekayaan tersebut. Harta kekayaan milik umum seperti air dikelola dengan tatacara yang syariat tetapkan. Negara hanya mengelolanya tanpa mengambil keuntungan karena semuanya didedikasikan hanya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Jikapun seandainya harus membayar maka harga yang dibebankan tidaklah untuk diambil sebagai kepentingan keuntungan. Namun, rakyat hanya membayar seharga biaya dalam proses produksinya saja. Masing-masing harta kekayaan ini dikelola dan disalurkan sesuai dengan ranahnya, negara Islam tidak akan berkompromi dengan swasta seperti keadaan negara sekarang yang lebih banyak memihak segelintir orang bermodal saja. Penerapan Sistem Islam akan sangat menjamin kehidupan rakyat mulai dari kebutuhan sandang, pangan, hingga papannya terpenuhi secara merata untuk setiap individu. Selain itu juga kebutuhan kolektif seperti keamanan, kesehatan dan pendidikan terjamin dengan maksimal. Semuanya hanya ada dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah yang selama 13 abad terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya. 

Wallaahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post