Member Mustanir
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal kepastian perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah tahun 2041 mendatang. Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa setelah kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat (AS) yang salah satunya membahas perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia di Papua akan berakhir tahun 2061 mendatang, lantaran cadangan sumber daya mineral yang terhitung masih ada bisa terus dimanfaatkan, selain itu pertemuan Presiden Jokowi Dodo dengan bos besar Freeport membahas penambahan saham pemerintah sebesar 10 persen ini merupakan perpanjangan IUPK PTFI di Papua. (Cnbcindonesia.com, 17/11/2023)
Perpanjangan kontrak PT Freeport sesungguhnya hanya menambah penderitaan rakyat khususnya Papua. Tambang emas yang dikeruk Freeport saat ini merupakan salah satu Sumber Daya Alam (SDA) yang pada hakikatnya milik rakyat, di samping kekayaan lainnya seperti mineral, migas, batubara, hutan, dan laut, kini banyak dikelola oleh pemilik modal (kapital asing dan swasta). Hal ini hanya akan merugikan rakyat karena keuntungannya dimiliki para pemilik modal semata. Tak heran jika hampir setiap saat diberitakan ada masyarakat yang mati kelaparan, padahal mereka hidup di tanah yang memiliki aset Sumber Daya Alam mineral yang berlimpah.
PT Freeport merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia. Jika perusahaan besar ini diberi izin terus menerus mengeruk tambang emas Papua, sejatinya Indonesia telah memberi ruang bagi penjajah berkedok perusahaan untuk merampok dan menguasai kekayaan Indonesia. Kekayaan alam yang sejatinya dikelola oleh negara demi menyejahterakan rakyat justru diberikan secara cuma-cuma kepada orang asing.
Selain itu, pengelolaan Sumber Daya Alam milik rakyat oleh pihak swasta merupakan salah satu bentuk pelanggaran. Sejatinya saham PTFI hanya berpindah bentuk, akan tetapi sama mengalirkan keuntungan pada AS. Dan kerugian yang dialam oleh warga sekitar dan dampaknya bagi lingkungan tidak menjadi perhatian, buktinya hingga kini kemiskinan masih banyak terjadi di sekitar tambang, dan kerusakan alam yang dapat menimbulkan bencana. Jika kekayaan SDA ini dikelola sendiri, dan hasilnya sudah pasti rakyat di sekitar tambang tidak akan kemiskinan, kelaparan bahkan kematian.
Akan tetapi dalam sistem kapitalisme hal tersebut tidak mungkin terjadi, sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini, aturan yang bersumber dari akal manusia, meniscayakan terjadinya liberalisasi ekonomi, dimana segala jenis kekayaan di alam ini, boleh dikuasai siapapun termasuk individu atau kelompok. Sistem kapitalisme tidak mengakui keberadaan kepemilikan umum atau publik.
Hal inilah yang menjadikan
para pemilik modal mudah menindas rakyat kecil, negara hanya bertindak sebagai regulator, melegalkan privatisasi SDA oleh pihak swasta, termasuk asing, meskipun PT Freeport telah membawa petaka bagi rakyat, tidak ada satu pun rezim yang berani mengevaluasi keberadaan PT Freeport apalagi membatalkan kontrak kerjanya.
Sejak masa Orde Baru, pemerintah tampak tidak berdaya di hadapan PT Freeport, salah satunya pemerintah belum memberlakukan aturan akan kewajiban perusahaan tambang membangun smelter dan larangan mengekspor bijih mineral termasuk emas tanpa diolah terlebih dahulu di dalam negeri. Sanksi yang disediakan negara bagi perusahaan tambang yang tidak mampu membangun smelter adalah penghentian kontrak karya, namun faktanya PT Freeport hingga saat ini belum juga membangun smelter, pemerintah tidak memberi sanksi apapun terhadap pelanggaran tersebut malah sebaliknya pemerintah justru merencanakan perpanjangan MoU dengan PT Freeport.
Pengelolaan SDA milik Papua merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap syariat Allah. Yang telah mengatur konsep kepemilikan publik/umum, sehingga pemanfatannya harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Jika pengelolaan SDA membutuhkan penambangan, maka negaralah yang seharusnya langsung untuk mengelolanya.
Sungguh kemandirian pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) hanya akan terwujud dalam institusi pemerintahan Islam sebagai sebuah Ideologi yang sahih Islam memiliki sistem ekonomi yang khas, di dalamnya ada konsep pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) milik umat, sebab Allah menciptakan alam ini, menetapkan tiga kepemilikan yakni kepemilikan individu, publik, dan negara. Menurut pandangan Islam hutan, air, dan energi adalah milik umum, ini berlandaskan pada Hadis Rasulullah saw:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal air, padang rumput, dan api." (HR Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Oleh karena itu sistem kerja sama atau kontrak kerja dalam pengelolaan SDA milik umum dengan perusahaan swasta atau individu adalah haram. Karena sistem kerja kontrak karya memastikan rakyat tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap SDA sepenuhnya, pemberian izin pengelolaan tambang adalah milik umum, atau seluruh rakyat, tambang harus dikelola langsung oleh negara, dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.
Karena itu pemberian izin kepada swasta untuk menguasai pengelolaan tambang, termasuk perpanjangan izin ataupun kontrak, batal demi hukum dan tidak berlaku. Sebab Rasulullah saw. bersabda;
"Setiap syarat yang tidak ada di kitabullah (menyalahi syariah) adalah batil meski 100 syarat." (HR Ibnu Majah, Ahmad,dan Ibnu Hiban)
Jika PT Freeport dan pemegang kontrak pertambangan lainnya sudah terlanjur mengeluarkan biaya dan lainnya, biaya itu dikembalikan setelah diperhitungkan dengan hasil yang diambil. Namun semua itu hanya bisa diberlakukan oleh negara melalui penerapan sistem syariat Islamiyah, dengan metode kenabian (Manhaj An Nubuwwah). Bahkan sistem ekonomi dalam sistem Islam akan menjadikan sistem moneternya berbasis emas akan menghantarkan negara pada kemandirian dan menjadi adidaya.
Wallahu A'lam bish shawab.
Post a Comment