Oleh: Riska Wulan
Alumni PGSD UNJ
PBB akhirnya meninggalkan wilayah Utara Gaza setelah Zionis Yahudi meminta mereka dan satu juta orang lainnya pindah ke Selatan dalam kurun waktu 24 jam. Tapi memerintahkan satu juta orang di Gaza untuk mengungsi ketika tidak ada tempat yang aman untuk dituju bukanlah peringatan efektif.
Zionis Yahudi mengatakan targetnya adalah Hamas, tapi lihat sekarang, seluruh blok kota kini menjadi puing-puing dan lebih dari 500 anak-anak Palestina terbunuh. Situs berita BBC juga mengonfirmasi bahwa terjadi serangan di salah satu jalur evakuasi Gaza Utara ke Selatan, yaitu jalan Salah Al Din pada saat proses pengevakuasian. Setidaknya ditemukan 12 mayat yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Sementara Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan ada 70 orang yang tewas di lokasi kejadian.
Mengetahui hal tersebut, kita tentu mahfum, hal ini
bukan lagi soal serangan balasan untuk Hamas, tapi pembunuhan masal warga
Palestina. Israel meminta warga sipil mengungsi dengan batas waktu yang
diberikan, tapi saat warga menggunakan waktunya untuk evakuasi diri, serangan
justru tetap dilakukan.
Komunitas internasional harus mengambil tindakan dalam
mengakhiri kebiadaban ini dengan hukuman kolektif. Sebab tidak ada pembenaran
atas kematian laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang tidak bersalah.
Sayangnya, media Barat masih berpikir satu-satunya berita nyata saat ini adalah
persiapan Israel untuk melakukan invasi darat. Sementara pengeboman yang
terjadi di Gaza, ribuan orang yang tewas, serta penderitaan yang dialami warga
sipil Palestina hanya dianggap sebagai renungan.
Sebenarnya, peristiwa yang terjadi di Gaza
sesungguhnya mengajarkan kita sebagai umat Muslim untuk membuka hati dalam
menerima kebenaran dan tidak menolaknya mentah-mentah. Bagaimanapun, Palestina
lah yang dijajah, dan Zionis Yahudi lah penjajahnya. Konflik antara Palestina-Israel
sudah berlangsung sejak1948, dan seluruh dunia sudah tahu bahwa Zionis Yahudi mengokupasi wilayah Palestina dengan cara yang tidak manusiawi bahkan sampai
dengan hari ini.
Sebagai umat Muslim, rasanya malu jika membela kubu
penjajah dengan dalih Hamas melakukan serangan kepada Israel pada 7 Oktober
lalu. Lantas bagaimana dengan warga Palestina yang dibombardir selama
bertahun-tahun? Bagaimana dengan warga Palestina yang diambil paksa tanahnya,
diculik, dibunuh, dirawat di rumah sakit dengan alat bantu hidup, dan kini
kejadian itu terulang lagi, bahkan para bayi dalam inkubator ikut tersiksa
karena Israel memutus aliran listrik di Gaza?
Sebuah buku berjudul The Prophet Pulpit:
Commentaries on the State of Islam, karya Dr. Khaled Abou El Fadl
menuliskan: "You cannot claim to be a good Muslim if you do not care
about human rights. In modern epistemology, caring for human rights is a
short-hand way of saying "I respect the dignity and worth of every human
being. I do so because I respect God's creation and I love God. So I love God's
creation (Anda tidak bisa mengaku sebagai Muslim yang baik jika Anda tidak
peduli dengan Hak Asasi Manusia. Dalam epistemologi modern, kepedulian terhadap
Hak Asasi Manusia adalah cara singkat untuk mengatakan, “Saya menghormati
martabat dan nilai setiap manusia. Saya melakukannya karena saya mencintai
Tuhan, maka saya juga mencintai ciptaan Tuhan."
Dengan melihat konflik Palestina dan Israel memanas
lagi, siapa yang salah? Kita sudah tahu siapa yang salah, dan siapa yang perlu
dibela. Semoga Allah mengampuni dosa kami, dan menolong saudara-saudara kita di
Gaza. Aamiin.[]
Post a Comment