Kita Bisa Lakukan yang Lebih dari Itu


Oleh: Imas Royani, S.Pd. 


Aksi bela Palestina masih terus bergema di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Berbagai cara dilakukan termasuk apa yang dilakukan MUI baru-Baru ini yang mengeluarkan fatwa Nomor 83 Tahun 2023, berisi tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina. Dalam Fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram. 


Indonesia juga sempat menggelar aksi bela Palestina di Monas pada 5 November yang dihadiri oleh jutaan muslim dari berbagai wilayah. Bahkan beberapa hari sebelumnya Indonesia mengirimkan 51,5 ton bantuan kemanusiaan tahap pertama berupa bahan makanan, alat medis, selimut, tenda, hingga logistik lainnya yang dibutuhkan di Gaza, Palestina, sedang tahap kedua masih dalam proses persiapan. Ke depan pemerintah berencana akan mengirimkan kapal rumah sakit untuk standby di sana agar lebih memberikan bantuan yang lebih banyak. Bahkan pemerintah menjanjikan akan membangun Rumah Sakit TNI di sana.


Sungguh mulia memang. Tapi apakah hal tersebut dapat menjadikan solusi? Pada kenyataannya, bantuan yang begitu banyak dari seantero dunia, bagi saudara kita di Palestina tertahan di perbatasan Rafah, Mesir. Setelah melewati berbagai pemeriksaan ketat_diantaranya isi bantuan tidak boleh berupa senjata_, barulah bantuan diizinkan masuk ke Palestina dan itu pun hanya sebagian. Dari 4 truk bantuan, hanya 2 truk yang boleh masuk. Ironisnya diperbatasan lain, yaitu Yordania dibuka lebar-lebar pengiriman bantuan bagi zionis tanpa melalui pemeriksaan, bahkan ketika tahu isinya senjata dan tentara militer.


Jika diibaratkan, ketika rumah kita kemasukan maling, lalu maling tersebut bukan hanya mengambil harta kita, tetapi juga menganiaya dan membantai keluarga kita. Pertolongan apa yang diharapkan? Apakah kiriman makanan? Ataukah obat-obatan untuk mengobati luka bekas penyiksaan sang maling? Sementara malingnya tetap dibiarkan di rumah kita dan dengan leluasanya terus-terusan menyiksa kita, bahkan mengambil apapun yang disumbangkan untuk kita. Apakah seperti itu?


Anak kecil saja tahu jawabannya. Dan itu adalah jawaban alamiah tanpa rekayasa. Yang dibutuhkan adalah bantuan tenaga ahli dari masyarakat, polisi, dan tentara yang bisa mengusir pencuri. Sama halnya dengan saudara kita di Palestina. Yang mereka lebih butuhkan adalah bantuan tentara yang rela syahid demi menegakkan agama Allah. 


Ini bukan masalah nasionalisme atau patriotisme yang selama ini diwariskan oleh penjajah agar secara sukarela dijajah dengan beda istilah. Memang karena nasionalisme lah yang membuat kaum muslim terkotak-kotak menjadi negara-negara kecil. Dialah juga yang mencerabut kepedulian dan kasih sayang hakiki sebagai sesama muslim. Padahal nyata sudah hadis yang menyebutkan bahwa, “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi, dan bahu-membahu adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Al-Bukhari).


Patriotisme pula yang menahan tentara untuk menjadi mujahid. Semangat yang muncul hanyalah semangat kebangsaan, tak sedikitpun terbesit untuk mengerahkan keahlian perangnya membela dan mempertahankan tanah kaum muslim. Karena dirasa bukanlah negaranya, jadi bukanlah tanggungjawabnya. Sungguh picik.


Apalagi yang dihadapi adalah boneka negara adidaya, jelaslah negara-negara kecil ini ketakutan bila harus berhadapan dengan sang dalang. Apalagi dengan jeratan investasi dan berbagai kerjasama yang telah dijalin menjadikan harga diri sebagai suatu negara kecil saja tergadaikan. Benar-benar bak buih di lautan, banyak tapi tidak berdaya. Hanya kecaman dan gertakan di depan publik, sementara di belakang bersujud dan menengadahkan tangan meminta belas kasihan musuh agar mau berdamai.


Jauh berbeda ketika negara Islam masih menjadi negara yang satu, besar dan berkuasa. Kekuasaannya hingga menguasai dua pertiga bagian dunia sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh alam. Tidak ada penjajahan, yang ada hanya pembebasan. Pembebasan bagi hamba untuk menyembah hanya kepada Allah SWT. Tidak ada aturan lain yang diterapkan selain aturan dari Sang Penguasa alam semesta, Dialah Allah SWT. 


Kedamaian dan keadilan dirasakan bukan hanya oleh muslim, tetapi juga non muslim yang berada dalam negara Islam tanpa dibeda-bedakan. Tidak ada diskriminasi dan penindasan. Semua karena persatuan dalam satu ikatan yang pasti, dalam satu kepemimpinan. Dan sangatlah mungkin hal itu dapat terulang, asalkan semua negara Islam bersatu dan mengangkat satu orang pemimpin yang akan menyerukan jihad dan mengerahkan pasukan untuk membebaskan Palestina dan lainnya. Sebab pemimpin dalam negara Islam ibarat perisai dimana kaum muslim berperang di belakangnya dan mendapat perlindungan darinya.  

Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post