Pengungsi Rohingya hingga kini terkatung-katung akibat pengusiran dari negeri asalnya. Dan dunia pun seolah tutup mata. Apalagi tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi termasuk Indonesia.
Dilansir dari tirto, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, menyatakan bahwa sejumlah pihak yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian mereka ke negara asal, merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Padahal kata Usman, masyarakat sebelumnya telah menunjukkan kemurahan hati dan rasa peri kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya. “Mereka (pengungsi Rohingya) mencari keselamatan hidup setelah berlayar penuh dengan perahu seadanya di laut yang berbahaya,” ujar Usman dalam keterangannya, Minggu (19/11/2023).
Melihat kondisi Muslim Rohingya sangat menyayat hati dan mengundang air mata. Terusir dari negerinya sendiri, terlunta-lunta dan ditolak kedatangannya di negeri orang lain
Parahnya, penguasa Muslim di seluruh dunia seolah menutup mata dengan kondisi kaum Muslim Rohingya. Etnis Rohingya menjadi korban penindasan dan kezaliman penguasa Myanmar sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu, hanya karena mereka menjadi Muslim.
Persoalan penting lain yang terjadi adalah mereka saat ini tidak memiliki status kewarganegaraan atau Stateless. Mereka harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup, jangankan untuk bekerja mencari nafkah, mendapatkan tempat untuk beristirahat pun harus terkatung katung tengah lautan dan miris harus meninggal di tempat.
Padahal, Indonesia sebagai negeri muslim terbesar seharusnya punya motivasi lebih dari sekadar kemanusiaan untuk tanggap menolong pengungsi asal Rohingya. Seharusnya, motivasi utamanya adalah persaudaraan sebagai sesama muslim (ukhuwah islamiyah). Sudah seharusnya motivasi ini menempel sebagai identitas nasional interest (kepentingan nasional) yang terformulasi dalam keputusan politik kepemimpinan membela Muslim Rohingya. Bukan lagi berharap pada PBB.
Sebab, jika Organisasi tertinggi dunia seperti PBB bisa menangani masalah ini dan benar-benar memiliki pengaruh besar di dunia, tentu masalah ini sudah bisa dikendalikan dan diselesaikan sejak ratusan tahun yang lalu.
Kabarnya, PBB selalu menyuarakan HAM, sayangnya gagal memperjuangkan hak kemanusiaan yang semestinya didapat warga Rohingya. Inilah wajah asli lembaga-lembaga dunia semacam PBB. Hanya mampu mengeluarkan jargon-jargon kemanusiaan yang minim aksi jika menyangkut kepentingan kaum muslim. PBB seringkali memberikan solusi yang pragmatis terhadap kaum muslim minoritas yang menjadi korban kekerasan dan korban perang, seperti muslim Palestina, muslim Rohingya, muslim Tatar di Rusia dan lainnya. Oleh karena itu, PBB pun sebenarnya lepas tangan menangani pengusiran muslim di Rohingya.
Belum lagi ikatan yang mengikat antar kaum muslim di seluruh dunia adalah nasionalisme. Sikap nasionalisme dan sekat kebangsaanlah yang menyebabkan hilangnya persatuan dan kepedulian terhadap nasib umat Islam di negara lain. Karena menganggap bahwa umat Muslim di negara lain menjadi tanggung jawab pemerintah negara tersebut dan bukan urusan kaum Muslim di belahan bumi yang lain.
Pengungsi Rohingya akan mendapatkan jaminan keamanan dan perhatian termaasuk kewarganegaraan jika ada Khilafah karena Khilafah akan menjadi pelindung setiap muslim di manapun berada apalagi yang mendapatkan kedzaliman.
Khilafah Islam menjadi perisai dan pelindung setiap muslim, bahkan akan membela dengan mengerahkan kekuatan pada negara yang melakukan kedzaliman karena darah kaum muslimin harus dijaga kemuliaannya.
Maka ada banyak upaya yang dilakukan khilafah untuk menyelesaikan masalah kaum muslim di Rohingya, diantaranya ialah
Pertama ialah membuka daerah yang perbatasan langsung atau dekat dengan negara, sebagai pintu masuk bagi pengungsi Rohingya. Kedua, mengirim misi penyelamatan bagi pengungsi yang masih terombang-ambing di lautan. Ketiga, menerima dan memperlakukan dengan baik, melindungi dan mengurus semua kebutuhan para pengungsi. Keempat, melakukan tekanan politik pada rezim zalim Myanmar agar menghentikan semua kekejian dan kebrutalan mereka pada muslim Rohingya. Kelima, jika tekanan politik diabaikan, maka harus dilakukan pengiriman kekuatan militer demi tegaknya kehormatan Islam dan kaum muslim.
Pada akhirnya, penyelesaian masalah Rohingya secara keseluruhan, hanya bisa dilakukan oleh sebuah institusi yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat kebangsaan, apalagi kepentingan ekonomi nasional. Khilafah akan sigap mengerahkan ribuan pasukan demi menolong teriakan seorang budak muslimah yang dizalimi orang Romawi, tanpa memperhitungkan untung rugi dan berbelitnya jalur diplomasi.
Inilah bukti tingginya kepedulian seorang pemimpin dalam Daulah Khilafah terhadap rakyat yang menjadi amanahnya. Tidak ada lagi sekat kebangsaan (nasionalisme), perhitungan untung rugi dan rumitnya birokrasi yang menjadi penghalang untuk menolong sesama kaum muslim yang dizalimi.
Wallahu a’lam bishshawab.
Post a Comment