Kecurangan dalam Bilik Suara, Bisakah Di Atasi?

 



Oleh Siti Aisah, S.Pd

(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)


Vox populi vox dei artinya suara rakyat harus dihargai sebagai penyampai kehendak Ilahi. Pernyataan ini sungguh kelihatan seperti memasyarakat tapi ini adalah titik awal kehancuran masyarakat. Apalagi dalam kontestasi politik yang memanas. Bukannya Pemilu dalam demokrasi liberal ini disuguhi dengan kecurangan dan keculasan. Hingga tak ayat suara rakyat yang diawal dirasa sebagai suara tuhan ini dimanipulasi. Lalu adakah harapan untuk bisa bersih, jujur dan adil dalam bilik suara?


Rasanya mustahil untuk mewujudkan harapan jurdil (jujur dan adil) yang benar-benar ideal dalam sistem demokrasi yang ternyata kematiannya itu diawali dari bilik suara. Menariknya Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud Md masih menggantungkan harapan pada vox populi vox dei, yaitu memberikan pemahaman keliru tentang suara rakyat adalah suara tuhan kepada masyarakat saat hendak menentukan pilihan. Ia berharap pada Pemilu 2024 kalo ini bisa berjalan dengan jujur dan adil. Tapi rasanya itu mustahil.


Dalam penuturannya Deklarasi Nasional Laju Indonesia di Jalan Jemursari Surabaya, Sabtu (11/11/2023). Mahfud menyerukan kepada masyarakat Surabaya agar bersama-sama menyongsong dan melaksanakan Pemilu dengan jujur dan adil. Luber, jurdil, sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar. Itu hak konstitusional. Dalam sesi ini pula mantan hakim agung ini meminta tidak ada kecurangan dalam kontestasi Pemilu. Tersebab, kecurangan, kesewenang-wenangan, pemaksaan, dan penipuan di dalam Pemilu itu tidak mampu memberikan berkah. Ia pun mengatakan bahwa, “Kalau Indonesia melahirkan pemimpin karena kecurangan di dalam pelaksanaan Pemilu, maka Indonesia tidak akan pernah baik,” (media online detik, 11/11/2023)


Perlu diperhatikan demokrasi hanya sekadar harapan semu dan hanya ide-ide yang sulit diwujudkan secara ideal. Bahkan kematian titik awal kehancurannya ada di bilik suara. Kecurangan dalam bilik suara di sistem ini tidak dianggap sebagai sebuah dosa besar. Namun, bagi muslim curang adalah perilaku maksiat, perbuatan curang haram, dan tentu saja haram bagi setiap muslim memberi legitimasi pada kecurangan apalagi mendukung kekuasaan yang diperoleh secara curang. Dalam konteks curang, Islam telah membuat garis jelas tentang haramnya perilaku curang, juga haramnya memberi ucapan selamat atas kemenangan yang diperoleh secara curang.


Sedangkan politisi sekuler, politisi komunis, politisi nasionalis, dapat membenarkan berkompromi atas kecurangan dengan berbagai dalih: demi persatuan, perdamaian, masa depan bangsa, dll. Bahkan, bagi politisi komunis berlaku curang adalah halal dan wajib, manakala satu-satunya jalan untuk menang adalah dengan curang. Politisi sekuler pragmatis, akan memanfaatkan ucapan selamat, melegitimasi kecurangan dengan target politik tertentu: barter kekuasan, kompensasi sejumlah uang, posisi politik strategis, atau berbagai konsesi kekuasan lainnya sebagai kompensasi atas ucapan selamat dan melegitimasi kecurangan.


Sistem demokrasi itu asasnya sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. lalu dijalankan dengan liberalisme yang membebaskan segala cara. Maka tak ayal ketentuan halal dan haram, lalu baik-buruk dan pahala-dosa itu tidak dikenal. Harapan agar dibilik suara itu berlangsung jujur dan adil, dirasa bagai mimpi di siang bolong yang mustahil terwujudkan. Tengoklah beberapa periode Pemilu sebelumnya yang diwarnai dengan kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan massif.


Sedari itu rakyat pun haruslah sadar akan kecurangan dan keculasan dari para pejuang demokrasi. Politisi culas akan bertindak beringas demi mewujudkan kenyamanan di atas kursi kekuasaannya. Hingga jalan demokrasi ini menjadikannya langgeng dalam pemilihan penuh kecurangan. Lalu rakyat pun seharusnya sadar pula bahwa sistem ini telah merusak dan mengoyak persatuan dan kesatuan muslim. Hancurnya negeri ini bisa terjadi jika pemimpinnya lahir dari sistem yang rusak dan tidak paham syariat. 


Karena itu wahai umat Islam, fokuslah berjuang dengan mengikuti thariqah dakwah Nabi, melalui jalan:

Pertama, Anda harus mengkaji Islam secara mendalam. Sehingga, tergambar jelas di benak Anda konsepsi idiil ketika Islam mengatur politik dan negara. Anda, tidak akan berandai-andai, karena pemikiran Islam yang mengkristal itu akan menuntun Anda untuk berjuang, sekaligus menghindarkan Anda dari risiko pengkhianatan.


Pemahaman Islam yang dalam ini, juga akan membimbing Anda bergerak atas dasar kesadaran, dipimpin oleh kepemimpinan berpikir Islam, tidak tergantung pada tokoh atau figur tertentu. Anda, akan bebas dan leluasa akalnya dibimbing wahyu, untuk berjuang bersama saudara muslim lainnya yang juga akalnya telah ditunjuki wahyu.


Kedua, Anda harus berdakwah, berinteraksi dengan umat, untuk memahamkan umat tentang ideologi Islam yang telah mengkristal dibenak Anda. Anda, wajib membawa umat paham sebagaimana Anda telah memahaminya, menghimpunnya, dan mengajak berjuang bersama-sama untuk menegakan ideologi Islam dalam kehidupan nyata.


Ketiga, Anda harus membongkar makar para penjajah kafir dan penguasa antek. Menunjukan dusta dan pengkhianatan mereka, dan mengajak umat berlepas diri dari mentaati kezaliman mereka.


Sebab, penghalang utama diterapkan kekuasan Islam adalah adanya kekuasan sekuler, kekuasan zalim, yang terus mempertahankan kekuasan dan kezalimannya. Pilar utama kekuasaan adalah legitimasi. Jika kekuasan keropos, tanpa dukungan dan legitimasi, maka cukup hanya dengan dorongan jari telunjuk kekuasan itu akan jatuh, dan hancur berkeping-keping.


Keempat, Anda wajib turut serta memahamkan militer, para jenderal, para ahlul Quwwah untuk mengkaji Islam, membenarkan ideologi Islam dan membela sekaligus melindungi dakwah dan perjuangan menegakan ideologi Islam. Diantara Pilar penopang kekuasan yang penting selain umat, adalah pilar militer.


Kini saatnya rakyat mulai memandang jernih, politik Islam itu dibangun dari akidah yang sahih. Lalu dijalankan dengan syariah kaffah untuk menjaga agama dan mengurusi sepenuh rakyatnya. Maka menjadikan politik Islam sebagai wujud menghadirkan pemimpin yang bertakwa, amanah, jujur, taat pada Allah dan Rasul-Nya, serta menerapkan syariah kaffah. 


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post