Jika 'Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman', Kok Harga Beras Jadi Mahal?



“Ayam mati di lumbung padi”. 

Pantaskah pepatah ini menggambarkan keadaan Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini? . Negeri yang terkenal sebagai negeri agraris, yang 'gemah ripah loh jinawi', dimana 'tongkat kayu dan batupun jadi tanaman' ternyata tak mampu menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Peristiwa bencana kelaparan, kekurangan pangan, serta gizi buruk (stunting) masih sering dan terus terjadi di berbagai tempat.


Miris sekali kehidupan rakyat saat ini. Bahkan dalam keadaan seperti ini, tidak sepatutnya seorang pejabat publik mengatakan dengan entengnya kalau harga beras mahal bisa memakan ubi, singkong atau makanan pokok non beras lainnya.

 

Hingga saat ini, harga beras telah melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sejak Maret 2023 lalu. Oktober 2023 sudah mencapai Rp 14.400/kg. Kondisi ini tentu saja memberatkan bagi masyarakat Indonesia di mana 98,5% konsumsi makanan utamanya adalah beras. 


Dari data kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat,,dapat dikatakan bahwa  komitmen pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan nasional mengalami kendala . Dan kejadian seperti ini selalu berulang. 



*Penyebab*


Menurut Presiden Jokowi, kenaikan harga beras adalah karena imbas dari beberapa negara yang menghentikan ekspornya. Selain itu karena produksi padi yang tengah menurun karena fenomena El Nino (.cnbcindonesia/11/09/2023).

 

Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, ada sejumlah faktor yang menghambat ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Di antaranya, penguasaan lahan yang timpang. Ia juga menyoroti alih fungsi lahan pertanian yang masih berlangsung (kompas/19/06/2023). 


Ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia.  Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, alih fungsi lahan pertanian mencapai kisaran 90 ribu hingga 100 ribu hektare per tahun. Konversi lahan pertanian itu menjadi salah satu ancaman terhadap sektor pertanian dalam meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (REPUBLIKA/01/01/2023) . 


Masalah lain yang sepertinya sulit diatasi adalah konversi lahan yang berhubungan dengan para kapitalis. Mereka membuka industri dan perumahan di lahan-lahan yang subur. Ini tentu mengurangi luas lahan pertanian. Meski ada upaya penanggulangan soal ini, belum ada kebijakan jelas, mengingat pendapatan pajak dari dunia industri dan perumahan juga cukup menggiurkan. Dengan memberikan ijin untuk alih fungsi lahan menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada pihak pengusaha. 


Kenaikan harga beras juga tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia. Kebijakan setengah hati pada sektor pangan membuat para petani selalu berhadapan dengan dilema, apakah tetap mempertahankan usahanya, atau beralih pada bidang yang tidak dikuasainya. 


Para petani menghadapi tantangan yang cukup berat, antara lain adalah tantangan dari alam, sumber daya manusianya, pencabutan subsidi sarana produksi pertanian (saprotan), termasuk pupuk yang membuat biaya produksi tidak seimbang dengan pendapatan, serta penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) atas gabah yang sangat rendah, menyebabkan kehidupan mayoritas petani selalu menderita. Mereka tidak mampu menekan harga jual padi atau gabah karena biaya produksi sangat tinggi. Sedangkan pada saat yang sama, mereka harus menghadapi dampak banjirnya beras impor yang harganya jauh lebih murah. Kebijakan impor yang  cenderung disetir kepentingan segelintir orang. 


Tantangan-tantangan tersebut berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan para petani, sehingga kini banyak petani khususnya buruh tani banyak beralih profesi  menjadi buruh migran (TKI), dan juga menjadi buruh pabrik yang pendapatannya rutin dan jelas. Dengan beralih profesi, mereka beralasan dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga untuk menaikkan status sosial. 


Wajar pula jika usaha di sektor pertanian makin hari makin banyak ditinggalkan. Lahan pertanian pun kian habis dijual, lalu dialihfungsikan, dan ujung-ujungnya mengancam ketahanan pangan. 



*Solusi Pemerintah*


Presiden Jokowi memastikan stok beras nasional dalam posisi aman di tengah fenomena El Nino karena panen raya sedang berlangsung di sejumlah daerah. Tambahan pasokan dari hasil panen akan memperkuat cadangan beras nasional yang saat ini juga diupayakan melalui impor (republika/13/10/2023).  


Kebijakan impor lagi-lagi menjadi solusi yang selalu dilakukan pemerintah. Padahal diketahui Indonesia merupakan negara agraris. Namun  pemerintah lebih memilih untuk membeli dari luar negeri. Pengadaan impor hanya memberikan keuntungan untuk para pengusaha. 


Program Food estate atau lumbung pangan juga merupakan salah satu Program Strategi Nasional 2020-2024 guna membangun lumbung pangan nasional pada lahan seluas 165.000 ha. Program ini dilakukan di berbagai wilayah, termasuk Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2020, dikerjakan seluas 30.000 ha sebagai model percontohan penerapan teknologi pertanian 4.0.


Nanun dalam praktiknya, kebijakan itu ternyata disalahgunakan. Pembukaan lahan dengan membabat habis hutan dan menggusur warga, dan food estate-nya tidak terbangun dengan baik. 

.


*Akar Masalah*


Asas sekularisme liberal yang melandasi kehidupan bernegara kita serta penerapan sistem kapitalisme dalam strategi politik ekonominya, telah membuat negara tidak berperan sebagai pengurus dan penjaga rakyat.


Terjadinya liberalisasi sektor pertanian secara radikal membuat pertanian dan nasib petani Indonesia diserahkan  kepada mekanisme pasar bebas. Para pemilik modal, baik lokal maupun  mancanegara, bisa mengendalikan segalanya, bahkan mengalahkan fungsi negara. Kemandirian dan kedaulatan negara pun benar-benar tergadaikan. Negara tidak bisa menjadi pengurus dan penjaga rakyat, negara hanya berperan sebagai regulator saja, menjalankan regulasi mengikuti arahan para korporasi.


Menjadi rahasia umum jika pasar pangan di Indonesia dikuasai oleh segelintir perusahaan besar, yang berarti praktek oligopoli dan kartel memang benar adanya sehingga soal harga pun ada di tangan mereka. Sehingga badan-badan penjaga pangan nasional semacam Badan Umum Logistik (Bulog), Badan Pangan Nasional, bahkan Satgas Pangan, nyatanya tidak bisa berfungsi maksimal. 


Liberalisasi pangan ini adalah pandangan khas kapitalisme yang zalim karena tidak berpihak pada rakyat, sehingga harus dihentikan demi kemaslahatan rakyat.



*Islam Menjawab*


Sebagai ideologi, Islam dibangun berdasarkan akidah Islam, dengan standar halal haram. Terikat sepenuhnya pada hukum Islam (syara'). Mencari ridha Allah SWT adalah tujuan hidupnya. Sebagai ideologi, Islam tidak hanya berisi ritual dan spiritual, tetapi juga sistem kehidupan. Mulai dari pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik dalam dan luar negeri. 


Negara adalah institusi politik yang bertugas melakukan pengurusan urusan rakyat (riayah syu’unil ummah), yang mana negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan hingga keamanan. Tanggung jawab tersebut tidak hanya sebatas duniawi namun juga ukhrawi (akhirat). 


Dengan dorongan iman dan pondasi akidah islam, mereka akan melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. Dengan demikian, seorang pemimpin Islam akan terdorong untuk mewujudkan fungsinya atas dasar landasan keimanan dan ketaatan pada aturan-aturan Islam.


Terkait jaminan pangan, sangat diperhatikan dalam Islam, karena merupakan salah satu kebutuhan pokok (mendasar) masyarakat. Negara akan melakukan berbagai cara yang halal agar kebutuhan rakyat terpenuhi dengan mudah, murah, dan berkualitas, tanpa ada ketergantungan kepada asing. 


Negara memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Intensifikasi adalah seperti meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian dst.


Kebijakan tata ruang dan tata wilayah sangat diperhatikan sehingga pemanfaatan lahan sesuai dengan fungsinya. Lahan pertanian akan digunakan untuk pertanian, demi mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan. 


Negara akan memastikan setiap lahan pertanian tidak ada yang menganggur. Jika ada lahan yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun, maka negara akan menariknya dan memberikannya kepada mereka yang siap menghidupkan. 


Negara akan memberi subsidi pada para petani agar mereka bisa kembali mengolah tanahnya. Petani pun akan diberi kemudahan untuk mendapat akses pada saprotan murah dan berkualitas, bahkan gratis. Termasuk menyediakan infra dan suprastruktur yang memadai agar rantai pasok dan distribusi tidak terhambat. Misalnya, sarana irigasi, jalan raya, alat transportasi, bahan bakar, fasilitas pasar, pusat data dan informasi, litbang, riset untuk memajukan pertanian pun akan didukung, baik untuk menemukan varietas terbaik maupun teknik-teknik pertanian yang produktif. 


Semua ini didukung oleh sistem keuangan Islam (Baitulmal) yang kuat dengan sumber-sumber pemasukan yang sangat banyak.


Hukum pun akan ditegakkan, sehingga semua faktor yang menghambat produksi dan distribusi bisa dieliminasi. Praktik curang, kezaliman, monopoli, oligopoli, dan sejenisnya akan dicegah dengan kekuatan politik dan sistem hukum yang diterapkan, termasuk dukungan aparat, seperti polisi dan kadi hisbah yang patroli di pasar-pasar.

Negara tidak hanya wajib memastikan stok pangan aman, tetapi juga memastikan rakyat bisa memperolehnya dengan harga yang terjangkau.. 


Islam juga melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara  bersifat independen. Meskipun demikian, Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat, seperti larangan bekerja sama dengan negara kafir harbi.


Dengan dorongan iman kepada Allah dan negara yang berlandaskan Islamlah, negara dapat mengatur distribusi pangan hingga dapat meminimalkan biaya. Alhasil, harga bahan pokok tidak akan naik jauh. Sanksi akan diterapkan bagi pelaku kecurangan sehingga tidak ada yang berani melakukannya. 


Dengan melihat bagaimana islam mengatur dan dari pengalaman sejarah peradaban islam, bukan kah terbukti bahwa islam lah solusi atas segala permasalahan hidup? 


Hidup dalam peradaban sekuler kapitalis saat ini, menjauhkan bahkan menghiangkan pemahaman islam, hingga rakyat jauh dari kesejahteraan. Oleh karenanya, tidak kah kita berkeinginan untuk menghadirkan kembali peradaban Islam? . Bukan saja karena kebutuhan , tetapi karena hidup dengan Islam merupakan sebuah kewajiban. Biidznillah. 


_Allahu'alam bishshowabb_



Penulis : Ima Amalia, A. Md

( Muslimah Rindu Jannah)

Post a Comment

Previous Post Next Post