Oleh Neneng Hermawati
Pendidik Generasi Cemerlang
Baru-baru ini terjadi lagi penangkapan yang dilakukan Densus 88 terhadap 27 terduga teroris di tiga wilayah Indonesia. Penangkapan dilakukan di Jakarta, Jawa Barat, dan Sulteng. Hal tersebut dinyatakan Aswin saat dihubungi Republika. Aswin membenarkan adanya penangkapan terhadap 27 tersangka tindak pidana teroris tersebut, yang terjadi pada Rabu, 27 Oktober. (Republik.com, 28/10/2023)
Sebenarnya penangkapan terduga teroris merupakan langkah pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya aksi teror di tanah air. Sebagaimana diketahui, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi, pemilu serentak pada 2024. Korps Bhayangkara berkomitmen ikut mengamankan pemilu 2024 dan tidak mau pesta demokrasi terganggu oleh ancaman-ancaman teror. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya juga telah meminta pasukan pengamanan pemilu 2024 untuk mengantisipasi aksi terorisme di seluruh wilayah Indonesia.
Aksi-aksi terorisme menjadi perkara yang tidak berkesudahan. Kemunculan dan hilangnya isu ini secara tiba-tiba. Kalau dicermati munculnya isu terorisme ini biasanya menjelang peristiwa-peristiwa nasional, seperti pemilu, jelang Ramadan, dan nataru (natal dan tahun baru). Istilah teroris pun menjadi kabur dan rancu, banyak fakta yang menunjukkan bahwa pelaku teroris diindentikkan dengan pemahaman keislaman seseorang maupun dilihat dari penampilan fisik mereka, misalnya berjanggut, celana cingkrang ataupun yang bercadar. Hal ini, sebagaimana penangkapan seorang pria berinisial MG di Cipondoh Kota Tangerang, dengan salah satu buktinya adalah dua buku kuning berukuran tipis yang ada tulisan arabnya, atau mereka di dapati membawa buku tentang jihad. Mereka baru berstatus terduga tapi dengan cepatnya dikaitkan dengan jaringan terorisme, misalnya kelompok Anshor Daulah.
Pada saat yang sama, penyebutan terorisme di dunia internasional memiliki narasi yang sama. Ironisnya, mujahid Palestina yang berjuang mempertahankan tanah air mereka dari cengkeraman zionis Yahudi disebut teroris oleh sejumlah media asing. Penyebutan ini tentu saja bisa berpotensi menimbulkan narasi baru bahwa penyeru jihad dan pembela Palestina adalah sesama teroris. Tentu saja ini sangat berbahaya dan berpeluang menjadi bola liar yang bisa menyasar siapa saja.
Dengan alasan tindakan preventif tidak boleh menjadi pembenaran atas tindakan penangkapan tanpa bukti kuat, salah tembak, dan lain-lain. Semestinya penetapan tersangka melalui proses hukum yang adil dan tidak hanya tajam ke bawah. Penangkapan ini menunjukkan kuatnya program deradikalisasi dan moderasi beragama terlebih setelah di sahkannya PP No.58 Tahun 2023 tentang penguatan moderasi beragama. Isi Perpres 58/2023 ini sangat berkelindan dengan narasi pemberantasan terorisme. Moderasi beragama dianggap sebagai solusi untuk mengamputasi pemikiran ekstrim yang konon diyakini oleh para pelaku terorisme.
Ide deradikalisasi dan Islamofobia pun berpeluang digencarkan seiring dengan narasi yang didengungkan oleh barat yaitu perang melawan terorisme. Jihad sering diserang oleh peradaban barat kepada pejuang Islam dengan tujuan untuk menghilangkan dan mematikan kemuliaan dan keberanian umat Islam. Barat pun memberikan stigma teroris pada kaum muslim yang berjuang menegakkan agama sebagai bentuk Islamofobia.
Padahal, dalam Islam jihad adalah salah satu ajaran Islam yang sangat mulia dan sama sekali bertentangan dengan aksi terorisme. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Q.S At-taubah: 24, Allah Swt. menyatakan secara jelas mengenai kemuliaan jihad. Ayat ini menegaskan tentang kewajiban mencintai Allah Swt. mencintai Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya; sekaligus perintah untuk mendahulukan ketiganya di atas kecintaan kepada sesuatu selainnya.
Sungguh, jihad adalah puncak keagungan Islam. Jihad adalah perang di jalan Allah Swt. untuk memerangi bangsa kufur yang menghalangi tersampaikannya Islam kepada umat manusia di seluruh dunia, sehingga kalimat Allah Swt. menjadi tinggi. Kondisi ini dilakukan pada saat kaum muslimin memiliki institusi yang menerapkan seluruh aturan Islam secara sempurna. Adapun kondisi yang terjadi di Palestina saat ini merupakan jihad defensif, yakni dalam rangka mempertahankan tanah airnya dari para penjajah.
Oleh karena itu, kaum muslim tidak boleh terjebak dan terbawa arus oleh tipu daya penyesatan makna ajaran Islam dengan menyamakan dan menyakini hakikat jihad berubah menjadi aksi terorisme. Harus diluruskan makna jihad sesuai dengan makna syaranya.
Wallahu 'alam bishawab.
Post a Comment