Hentikan Penjajahan Entitas Yahudi Terhadap Palestina, Wajib Boikot Total!


Oleh: Mustika Lestari

(Aktivis Dakwah Kampus)


Belakangan ini, ramai ajakan agar memboikot sejumlah perusahaan dan produk-produk yang pro terhadap Yahudi. Banyak negara yang menyerukannya secara terbuka, sebagai reaksi atas penjajahan Zionis Yahudi terhadap Palestina. 


Dilansir dari CNBC Indonesia (11/11/2023), Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait membeli produk tersebut. Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 yang berisi tentang Dukungan Terhadap Palestina menyebutkan bahwa wajib mendukung kemerdekaan Palestina atas agresi entitas Yahudi, dan haram hukumnya mendukungnya dan produk yang mendukungnya. 


Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa mendukung Yahudi baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung mereka, maka hukumnya haram. Pihaknya merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah tegas untuk membantu perjuangan Palestina. Seperti melalui jalur diplomasi di PBB untuk menghentikan perang dan sanksi pada Yahudi, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi negara-negara OKI untuk menekannya menghentikan agresi.


Harus diakui bahwa seruan tersebut adalah wujud ekspresi masyarakat yang memiliki kesadaran untuk membela umat Islam di Palestina. Ketika negara tidak mengirimkan militernya ke wilayah Gaza, dan di sisi yang lain masyarakat tidak dapat berbuat banyak, maka mereka melakukan apa yang mereka bisa agar Zionis Yahudi menghentikan serangan brutalnya terhadap Palestina. Paling tidak, dengan turut memboikot produk-produk yang mendukung Yahudi, menunjukkan keberpihakan mereka terhadap umat Islam. 


Sejauh ini, belum ada laporan terbaru terkait nilai kerugian Yahudi atas aksi pemboikotan ini. Tetapi banyak yang menilai dapat menekan perekonomian negara yang di maksud. Di antaranya sebagaimana ungkapan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal bahwa pemboikotan ini akan memberikan dampak terhadap penurunan penjualan, sekaligus menghambat perputaran uang ke negara tersebut.


Hanya saja kita wajib memahami dengan benar bahwa gerakan tersebut tidak cukup untuk menghentikan pembantaian Yahudi yang membabi buta selama puluhan tahun. Bahkan melansir dari The Jerusalem Post, Yahudi pernah menyatakan jika gerakan boikot tidak dapat merugikannya. Sebab, pengalaman yang panjang telah melatih mereka dalam mencegah serangan semacam boikot. Termasuk dalam hal perekonomian, aksi boikot juga tidak berdampak begitu besar, sebab didukung oleh negara-negara besar dunia, Amerika Serikat dan sekutunya.   


Melihat realita di atas, sejatinya tidak akan membawa perubahan yang besar jika sekadar ramai-ramai melakukan pemboikotan produk. Jangankan menghentikan penjajahan Yahudi yang kemudian keluar dari bumi Palestina, justru agresi brutal dan keji akan terus berlanjut. Wajib diiringi dengan pemboikotan ide nasionalisme yang menancap kuat di negeri-negeri Muslim, yang telah menghancurkan kekuatan umat Islam dunia. Keberadaannya menghilangkan kepedulian terhadap umat, memecah belah umat, hingga akhirnya menjadi mangsa penjajah tanpa ada perlawanan dari para penguasa Muslim. 


Makin tak berkutik ketika negara yang mayoritas Muslim tersandera utang kepada negara Barat pendukung Yahudi. Negara yang telah tenggelam dalam kubangan utang, tidak mampu berdiri sendiri sekadar mengambil sikap untuk memihak kepada umat. Mau atau tidak mau, negara-negara tersebut harus tunduk di bawah arahan Barat, agar tetap diam jika tidak menghendaki masalah besar bagi negaranya. Alhasil, kaum Muslim hanya mampu mengutuk, mengecam, dan memboikot ala kadarnya dari jauh tanpa bisa menghentikan tindakan yang sama. Bahkan pada waktu yang bersamaan menjalin hubungan mesra dengan penjajah yang telah nyata membunuh saudara seimannya.


Ketika umat Islam berharap kepada penguasa negeri-negeri Muslim, mengecam, memboikot, menyerukan diplomasi, berharap pada DK PBB, sudah pasti tidak akan memberikan solusi solutif dan komprehensif dalam menghentikan kebiadaban Yahudi. Mesti berapa lama lagi kita menyaksikan penjajahan di Palestina? Jika penjajahan ini tidak dihentikan dengan pasukan militer, maka selama itu pula korban jiwa akan terus berguguran, Palestina akan terus terjajah.


Sungguh, apabila ingin menunjukkan keberpihakan dan pembelaan secara utuh kepada umat Islam di Palestina, maka tidak cukup memboikot produk-produk yang pro terhadap penjajah, tetapi juga memboikot produk peradabannya yang paling berbahaya yaitu ide nasionalisme, yang telah nyata menjadi biang kekalnya penjajahan di dunia, termasuk Palestina.


Saat ini Palestina membutuhkan solusi nyata untuk menyelesaikan penjajahan yang tidak pernah usai. Menyelesaikannya tidak cukup hanya atas dorongan kemanusiaan, yang hanya berempati sesaat ketika terjadi perang besar-besaran, melainkan dorongan kesadaran total bahwa umat wajib melindungi dan membela kaum Muslim yang lain di mana pun berada atas dasar akidah tanpa ada sekat nasionalisme yang menghalangi persatuannya. 


Mesti ada perlawanan yang nyata dari kaum Muslim. Keberadaan Yahudi yang telah merampas wilayah Palestina dengan kekuatan bersenjata, maka lawan yang sepadan bukanlah dialog, solusi dua negara, dan sebagainya, melainkan pasukan bersenjata pula. Jika negeri-negeri Muslim enggan mengirimkan pasukannya, maka tugas seluruh umat Islam adalah menyerukan dan menyadarkan kepada para penguasa Muslim agar bertanggungjawab dengan mengirimkan pasukan militer di tempat penjajahan.


Namun hal tersebut mustahil terealisasi dalam negara yang masih tersekat nasionalisme. Dibutuhkan institusi yang mampu menyatukan umat Islam, yaitu institusi Islam yang akan berdiri tegak menyelamatkan dan membebaskan kaum Muslim dari penindasan di muka bumi ini. Wallahu a’lam bi shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post