Harga Beras Meroket, Rakyat Makin Terpepet

 


Oleh Hesti Andyra

Pemerhati Sosial


Presiden Joko Widodo menghadiri acara panen raya di beberapa kecamatan di wilayah Jawa Barat. Pada kesempatan tersebut Jokowi menyatakan stok beras nasional dalam posisi aman meski sempat turun akibat terkendala fenomena El Nino. (media online Republika, 13/10/2023). Dilansir dari laman resmi Badan pangan Nasional, saat ini stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta mencapai 29.161 ton.


Namun, meski stok dirasa cukup, pemerintah masih mengupayakan impor beras demi menambah cadangan beras nasional. Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan pemerintah China siap membantu Indonesia dengan mengirimkan 1 juta ton beras. (cnnindonesia.com/12/02/2023).


Pemerintah bisa saja menyatakan stok beras nasional aman, tapi di sisi lain harga beras makin meroket. Beras yang notabene merupakan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia membuat rakyat tidak punya banyak pilihan selain tetap mengusahakan membeli meski harga makin tak terkendali. Tidak hanya beras, BBM dan beberapa bahan kebutuhan pokok lain seperti telur, daging ayam, gula, dan minyak goreng juga mengalami fluktuasi harga.


Hal ini tentu saja makin menyulitkan rakyat. Dengan banyaknya PHK, terbatasnya lapangan pekerjaan, mahalnya berbagai komoditi utama, dan tingginya inflasi menciptakan pelbagai problema pelik dalam pemenuhan hajat hidup masyarakat. Alih-alih memenuhi kebutuhan sekunder, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja rasanya semakin sulit.


Inilah yang terjadi ketika negara mengadopsi sistem ekonomi kapitalis yang memandang kelangkaan (scarcity) barang sebagai masalah utama ekonomi. Karena kebutuhan manusia tidak terbatas, maka keterbatasan atau kelangkaan dalam upaya pemenuhannya dianggap problema dasar. Untuk mengatasinya maka manusia harus memproduksi barang dan jasa sebanyak mungkin. Kapitalisme hadir untuk mendorong proses produksi tersebut dengan bertumpu pada hukum pasar bebas, yaitu supply dan demand.


Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang bertumpu pada syariat sebagai dasarnya. Dengan menempatkan Allah Swt. sebagai al-Syaari atau pembuat hukum. Tujuan utama sistem ini  adalah meningkatkan kesejahteraan manusia, menerapkan kebijaksanaan dan meraih kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.


Krisis pangan ataupun gagal panen akibat perubahan cuaca ataunpun kondisi perang juga pernah terjadi di masa kejayaan daulah Islam. Diantaranya adalah masa paceklik akibat kemarau panjang di masa pemerintahan Umar bin Khattab. Khalifah Umar mencoba mengatasi krisis pangan ini dengan berbagai kebijakan, dan impor barang sama sekali bukan pilihannya. 


Alih-alih impor, Khalifah Umah mengerahkan gubernur di berbagai wilayah daulah Islam untuk mengirimkan pasokan pangan. Wilayah-wilayah seperti Mesir, Syam, Kufah (Iraq) dll bersegara mengirim pasokan gandum, unta, dan berbagai cadangan pangan lainnya. Dikutip dari buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara di Abad XVII dan XVIII oleh Azyumardi Arza, pemerintah di masa itu menyuplai sekitar 120 ekor ternak per hari untuk dimasak di dapur umum. Pemerintah juga menjaga harga di pasar Madinah agar selalu dalam kondisi murah dan terjangkau, sehingga tidak memberatkan rakyat. Singkatnya, penguasa kala itu mengupakan subsidi silang dari wilayah yang dianggap “mampu” untuk membantu wilayah lain yang terdampak krisis.


Sejak masa Rasulullah sampai masa kekhilafahan terdapat aparat pemerintah yang bernama muhtasib atau Qadhi Hisbah yang mengemban tugas antara lain; menjamin ketersediaan bahan pangan di pasar, menjamin tidak terjadi kecurangan dalam transaksi jual beli di pasar, mencegah penimbunan dan spekulasi yang bisa menyebabakan kenaikan harga pangan, serta menjamin kualitas produksi barang.


Islam menetapkan negara sebagai junnah dan raa’in. Dengan demikian penguasa dalam sistem ekonomi Islam wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan berbagai mekanisme. Negara akan senantiasa menjamin ketersediaan pangan untuk rakyat. Pengelolaan sumber daya negara adalah amanat bagi penguasa sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari).


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post