Harga beras terus merangkak naik. Menurut data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Kamis (19/10/2023) pukul 08.09 WIB, harga beras premium naik 1,60 persen menjadi Rp15.200 per kilogram dibandingkan hari sebelumnya. Harga beras medium juga terkerek naik sebesar 0,61 persen menjadi Rp13.290 per kilogram pagi ini. Adapun harga beras kian menjauhi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp13.900-Rp14.800 per kilogram untuk beras premium dan Rp10.900-Rp11.800 per kilogram untuk beras medium.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan stok beras nasional dalam posisi aman karena panen raya sedang berlangsung di sejumlah daerah. Tambahan pasokan dari hasil panen akan memperkuat cadangan beras nasional yang saat ini juga diupayakan melalui impor. (Republika, 14/10/2023).
Jika stok beras nasional dalam kondisi aman, lantas mengapa harga beras makin meroket? Padahal hal jelas memberatkan masyarakat Indonesia yang 98,5 persen rakyatnya mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya.
Akar Masalah
Situasi ini benar-benar ironis. karena negeri ini memiliki banyak ahli pertanian. Selain itu, wilayah Indonesia luas dan produktif. Seharusnya mampu menyediakan lahan untuk produksi pertanian. Jika stok beras yang aman, malah terjadi kenaikan harga, maka ada alasan lain yang menyebabkan harga beras di pasaran meningkat secara signifikan.
Pembentukan pola harga di pasaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menguasai pasar atau pemilik modal adalah penyebab hal tersebut. Pasar juga ternyata tidak mampu memenuhi HET pemerintah. Ini semua terkait dengan tata kelola pertanian dan penyediaan pangan yang berbasis kapitalisme neoliberal.
Sistem ini telah melakukan komersialisasi pada berbagai aspek kehidupan, termasuk makanan. Fungsi Bulog sebagai penyedia makanan semakin dikomersialisasi. Selain itu, telah muncul feodalisme dalam kepemilikan lahan, yang merupakan pilar utama sistem kapitalisme.
Dalam sistem ini, masalah kepemilikan lahan dikembalikan kepada mekanisme pasar bebas, sehingga yang berhak memiliki lahan adalah mereka yang kuat dan memiliki banyak uang. Munculnya para tuan tanah yang menguasai lahan pun tidak terhindarkan. Imbasnya, karena telah kehilangan lahan, muncullah buruh tani. Petani pun tertindas karena harus menyewa lahan untuk produksi, mudah rugi dan berakhir pada demotivasi produksi.
Inilah potret pertanian dalam sistem kapitalisme negara hanya berfungsi sebagai regulator atau pembuat aturan saja bukan sebagai pelayan rakyat yang semestinya berperan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan rakyat. Jika hari ini Indonesia masih harus impor beras dan harga beras menjadi sangat mahal semua itu bermuara pada pengelolaan pangan yang salah karena bertumpu pada sistem kapitalisme.
Pandangan Islam Terhadap Masalah Pertanian
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki mekanisme tanggap darurat dalam menyelesaikan setiap persoalan termasuk dalam persoalan pertanian. Islam menetapkan bahwa negara adalah penanggung jawab rakyat. Kewajibannya adalah menjamin kesejahteraan keadilan dan keamanan rakyat. Kesejahteraan dalam pandangan Islam adalah terpenuhinya seluruh kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan pangan. Negara akan mewujudkan secara tidak langsung dengan memastikan harga pangan di pasaran stabil sehingga bisa dijangkau oleh setiap individu rakyat, bahkan oleh rakyat yang berpendapatan rendah.
Melalui penerapan aturan Islam negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan berbagai mekanisme. Negara akan mengatur pengadaan pangan di sektor hulu dan distribusi pangan di sektor hilir. Di sekotor hulu, negara akan meningkatkan motivasi petani untuk bertani. Negara akan mengawasi pengadaan makanan di sektor hulu sampai ke pengelolaan distribusi pangan. Negara menghapus feodalisme dan mendorong petani untuk berkebun.
Ada tiga hukum yang berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan tanah yang diatur dalam Islam. Pertama, negara akan menetapkan aturan bahwa setiap orang boleh memiliki lahan pertanian seluas apapun asalkan lahan tersebut produktif. Kedua, negara akan menetapkan aturan tentang kehilangan kepemilikan lahan jika seseorang meninggalkan lahan tersebut lebih dari tiga tahun, dan ketiga, negara akan melarang menyewakan lahan pertanian.
Agar produktivitas pertanian terus meningkat, negara akan membantu petani dengan menyediakan apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan hasil pertanian mereka, seperti menyediakan infrastruktur dan sarana pertanian, mendidik petani tentang teknologi terbaru, dan memberikan bantuan modal gratis.
Negara akan melakukan pengawasan pasar di sektor hilir atau distribusi untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu mekanisme pasar negara. Harga pangan, termasuk beras, akan dikembalikan ke mekanisme permintaan dan penawaran. Tidak akan melakukan intervensi langsung dalam menetapkan harga pasar seperti menetapkan HET. Oleh karena itu, harga pasar adalah harga yang wajar karena negara akan melarang, mengawasi, dan menyediakan segala bentuk tindakan atau praktik yang dapat mengubah harga akibat adanya penimbunan.
Alhasil, tingkat penawaran dan permintaan akan menentukan keseimbangan harga. Oleh karena itu, penerapan aturan Islam secara kafah dapat menjaga kestabilan harga pangan, yang menguntungkan baik konsumen maupun petani.
Wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment