Butuh Komitmen Negara Dalam Memboikot Produk Pendukung Israel

Oleh: Risya Ziani Mudiya 


Mayoritas perbincangan di media sosial saat ini membahas tentang konflik Palestina-Israel yang menyebabkan tragedi kemanusiaan di Gaza. Bahkan belakangan ramai seruan boikot produk terafiliasi Israel di media sosial. Gerakan boikot produk Israel ini juga menggema berujung pada ajakan untuk menggantinya dengan menggunakan produk dalam negeri. (tirto.id)


Gerakan boikot produk pro Yahudi menunjukkan adanya girah perjuangan pada diri umat Islam. Meski jauh di mata, sejatinya Palestina dekat di hati umat. Umat tengah mengamalkan perintah Allah dalam QS. Al-Hujurat: 10, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”


Banyak umat Islam di Indonesia yang menyambut seruan boikot ini. Masyarakat saling berbagi daftar produk produk pro Yahudi yang diboikot juga menginformasikan produk substitusinya. Ini menunjukkan adanya rasa antusiasme umat Islam untuk mendukung kebebasan Palestina. Ternyata seruan boikot produk pro Yahudi tidak hanya dilakukan di Indonesia saja. Namun juga diserukan di negeri negeri kaum Muslim lainnya. 


Tujuan dari boikot ini adalah untuk mencegah aliran dana dari konsumen Muslim melalui produk pro Yahudi kepada entitas Yahudi. Yang jika dilakukan secara masif oleh seluruh rakyat Indonesia, apalagi umat Muslim sedunia diharapkan bisa membantu Palestina.


Namun, seruan boikot ini akan efektif ketika negara yang menyerukan, karena negara pemilik kuasa yang memiliki pengaruh kuat kepada masyarakat. Pemerintah Indonesia bisa melarang produk produk pro Yahudi untuk beredar di Indonesia, juga memutus hubungan dagang dengan entitas Yahudi dan negara negara pendukung Yahudi Israel, seperti Amerika Serikat. Serta pemerintah Indonesia bisa memutus hubungan diplomatik dengan semua negara yang pro Yahudi. Inilah bentuk boikot yang konkrit. Karena boikot yang dilakukan oleh umat Islam saat ini adalah ranah individu saja tanpa ada kekuatan dan kekuasaan disana.


Boikot yang dilakukan negara akan efektif melemahkan Yahudi karena negara memiliki kekuatan politik. Negara punya kekuatan untuk membuat aturan yang memaksa para produsen dan importir produk pro Yahudi agar menghentikan usahanya dan beralih ke usaha lain.


Indonesia bisa memboikot produk pro Yahudi secara total, asalkan penguasa melepaskan diri dari penjajahan ekonomi para kapitalis oligarki. Negara harus independen, terlepas dari cengkeraman gurita bisnis pengusaha pro Yahudi. Hal ini bisa terwujud jika negara berlepas dari ideologi kapitalisme yang menuhankan keuntungan materi dan menerapkan ideologi Islam yang berbasis keimanan pada Allah Taala.


Tapi realitasnya negara tidak melakukan semua itu, meski sebenarnya bisa. Negara masih bergantung pada para kapitalis untuk menjaga investasi agar tidak lari ke luar negeri. Negara pun membuat regulasi yang menghamba pada kepentingan oligarki sehingga tidak berani memboikot produk mereka yang pro Yahudi. 


Para penguasa negeri ini hanya bisa mengecam di berbagai forum, padahal yang dibutuhkan untuk membebaskan Palestina adalah pengiriman pasukan, bukan sekadar memberikan kecaman. Jika hanya mengecam Zionis, negara-negara non muslim juga melakukannya.


Bungkamnya para penguasa muslim ini terjadi karena mereka telah terjajah oleh nasionalisme. Ide ini diembuskan oleh penjajah Barat ke dunia Islam untuk mengerat wilayah Khilafah Utsmaniyah menjadi lebih dari 50 negara bangsa pada awal abad ke-20. Yang akibatnya para penguasa tidak acuh atas penderitaan umat Islam di negeri lainnya.


Berbeda dengan daulah Islam, sejak masa Rasulullah saw. telah dirancang pembebasan wilayah Palestina (Al-Quds) dari penjajahan Romawi. Pembebasan itu terealisasi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab secara damai setelah beliau mengirimkan pasukan ke Al-Quds. Khilafah kembali membebaskan Al-Quds, setelah sempat dikuasai pasukan salib, dengan mengirimkan pasukan di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi pada 1187.


Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Pertolongan yang nyata bagi Palestina sendiri adalah jihad, yaitu mengirimkan bantuan militer, yakni tentara lengkap dengan persenjataannya. Bantuan ini hanya bisa dilakukan oleh sebuah negara, sedangkan negeri-negeri muslim hari ini tersandera oleh negara adidaya AS.


Oleh karenanya, agar kaum muslim bisa terbebas dari belenggu penjajahan AS, negeri muslim harus bersatu di bawah payung Khilafah Islamiyyah. Dengan jihad dan Khilafah, insyaallah bumi Palestina akan terbebas dari penjajahan entitas Yahudi dan dunia akan dinaungi kehidupan yang mulia.

Post a Comment

Previous Post Next Post