Bullying, Potret Buruk Sistem Pendidikan Kapitalisme


Oleh: Silpianah, S.Ak


Menjadi seorang pelajar merupakan masa-masa yang menyenangkan. Masa dimana mereka menikmati masa remaja yang penuh tantangan serta penuh rasa ingin tahu. Remaja merupakan generasi muda yang nantinya menjadi penerus bangsa. Di tangan merekalah nasib bangsa ini dipertaruhkan.


Tetapi kondisi remaja saat ini sangat memprihatinkan. Baru-baru ini viral video  remaja yang juga seorang pelajar SMP menganiaya temannya sendiri. Dalam video yang beredar di sosial media tersebut pelaku serta korban terlihat memakai seragam sekolah yang sama.

Dikutip dari CNN Indonesia (29/09/2023), Pelaku menganiaya korban dengan memukul, menyeret, menginjak, dan menendang berkali-kali hingga tersungkur. Sementara korban tidak melawan sekali pun. Dia tampak tidak berdaya dan merintih kesakitan.

Beberapa temannya yang mencoba memisahkan bahkan mendapat ancaman oleh pelaku dengan menggunakan Bahasa Sunda, agar tidak ikut campur. Namun, ada pula temannya yang menertawakan, bahkan ikut menampar korban.


Entah apa yang ada di pikiran pelaku kekerasan tersebut. Bagaimana bisa seorang siswa SMP bertindak begitu kejam tanpa rasa belas kasihan? Tentu perbuatannya tidak mencerminkan sikap seorang pelajar. Hal ini menunjukan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak generasi yang berkahlak mulia serta menunjukan gagalnya sistem kehidupan.


Pada kasus lain juga terjadi bulying terhadap pelajar dimana kasus tersebut tidak diselesaikan dengan tuntas melainkan diselesaikan dengan jalan kompromi. Alhasil tidak ada keadilan yang dirasakan oleh korban.


Dikutip dari kumparan (20/11/2022), aksi bullying atau perundungan kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, menjadi korban. Aksi perundungan tersebut terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial. Dalam video yang diunggah akun Twitter @DoniLaksono, tampak seorang siswa memasang helm kepada korban. Kemudian pelaku menendang korban hingga terjatuh.


Mirisnya rekan korban yang ada di dalam kelas hanya melihat aksi bully tersebut. Mereka justru membiarkan korban yang terjatuh bahka menertawakannya.


Pihak sekolah pun meminta maaf atas kejadian tersebut. Dari hasil mediasi antara keluarga korban dan pelaku, kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.  Orangtua korban yang semula melaporkan kasus tersebut ke polisi kini malah mencabut berkas laporannya, alasannya karena panggilan hati nurani. Pertanyaannya dengan dicabutnya laporan tersebut, apakah korban mendapat keadilan?


Pihak sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik para pelajar seharusnya menyelesaikan kasus tersebut sampai tuntas, sehingga korban mendapatkan keadilan. Bukan malah berkompromi bahkan cenderung menyembunyikan kasus bullying tersebut. Hal ini tentu bertolak belakang dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam program tersebut justru menyembunyikan kasus yang terjadi.


Itulah potret buram sistem pendidikan Indonesia. Sekolah yang seharusnya mencetak pelajar berahlak mulia justru melahirkan para pelajar yang anarkis. Itulah hasil dari pendidikan yang dibangun dengan landasan sekuler kapitalis. 


Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan tentu sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku seseorang. Sistem sekuler berpandangan bahwa agama hanya boleh mengatur urusan ibadah saja namun tidak mengatur urusan publik. Maka wajar jika saat ini generasi muda mengalami degradasi moral. Sistem sekuler memberikan kebebasan untuk berbuat apa saja sesuka hati meski melanggar nilai-nilai agama.


Sistem pendidikan sekuler  kapitalis jelas tidak bisa menjadi solusi atas permasalahan yang ada pada para remaja saat ini. Sistem pendidikan sekuler telah banyak menciptakan output remaja yang bermasalah. Remaja dengan moral yang rendah, remaja kriminal, remaja yang terlibat pergaulan bebas dan lain sebagainya.


Tentu akan berbeda ketika sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam telah terbukti menghasilkan output generasi yang berkahlak mulia. Namun sistem pendidikan Islam hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara Kaffah.


Sistem Islam Kaffah melahirkan berbagai kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan kekerasan atau bullying secara tuntas . Dalam Islam, keluarga merupakan elemen yang paling utama dalam mendidik dan mengasuh anak-anak mereka dengan aqidah Islam. Keberadaan seorang ibu sangat penting dalam mendidik anak-anaknya. Iya akan mencurahkan kasih sayangnya dengan nilai-nilai Islam, menanamkan keimanan sejak dini serta membekalinya dengan tsaqofah Islam. Maka akan terbentuk kepribadian Islam pada diri anak-anak. Sehingga anak akan menjadikan syariat Islam sebagai tolak ukur perbuatannya.


Islam juga membentuk masyarakat yang Islami yang menjadikan syariat Islam sebagai pedoman kehidupan. Masyarakat akan saling beramar Ma'ruf nahi mungkar sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela atau maksiat. Dengan begitu anak akan tumbuh dalam lingkungan takwa yang menjauhkannya dari perbuatan tak terpuji maupun maksiat.


Selanjutnya dalam Islam, negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis aqidah islam. Pendidikan dalam Islam membentuk generasi berkepribadian Islam yang mempunyai pola pikir dan pola sikap yang islami. Negara juga mengelola media sedemikian rupa sehingga tidak ada konten-konten negatif yang bisa merusak generasi. Media digunakan sebagai sarana dakwah dan menyebarluaskan tsaqofah Islam.


Dengan begitu sangat jelas output generasi dalam sistem pendidikan Islam tentu berkualitas serta berpartisipasi dengan karya-karyanya.


Maka kembali kepada sistem Islam dalam naungan negara khilafah ala minhajin nubuwah adalah suatu keniscayaan.


Wallahu'alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post