Boikot Produknya, Lanjut Boikot Juga Ide Nasionalismenya, Berani?


Oleh Ndarie Rahardjo 
Guru PAUD


 

Satu bulan lebih perang Israel-Palestina berlangsung. Korban dalam jumlah yang sangat besar dari pihak Palestina. Tidak hanya ribuan warganya yang meninggal, tapi juga bangunannya yang hancur luluh lantah rata dengan tanah. Tiadanya fasilitas yang sangat penting seperti air, makanan, dan obat-obatan semakin menambah banyak korban.


Peristiwa memilukan "Perang Gaza" telah menarik simpati dan empati umum masyarakat dunia, dan khususnya bagi kaum muslimin yang memang secara historis  maupun akidah memiliki keterkaitan dengan muslim di Palestina. Perang ini telah membuka mata dunia, betapa kejam dan brutal zionis yang telah membombardir Gaza hingga luluh lantah. 


Tak peduli serangannya menghancurkan fasilitas penting dan fital seperti rumah sakit, sarana air bersih, listrik dan internet. Bahkan balita, anak-anak, wanita, dan orangtua, semua menjadi sasaran serangannya. Zionis bahkan menutup akses bantuan kemanusiaan yang ingin  mengirimkan bantuan makanan dan medis. 


Ini adalah kejahatan perang (genosida) yang dilakukan zionis berulangkali, bahkan serangan ini didukung negara adidaya seperti Amerika dan Inggris yang katanya menjunjung tinggi kebebasan dan HAM. Namun mirisnya, pemimpin-pemimpin negeri kaum muslim diam, atau hanya sekadar memberi kecaman.


Perang yang berlangsung saat ini antara Palestina melawan Israel, tidak Apple to Apple. Bagaimana mungkin dengan alasan memerangi sebuah kelompok Hamas, tapi sasarannya pemukiman sipil dan rumah sakit. Bahkan Israel didukung penuh oleh sebuah negara yaitu merika dan Inggris. Bukankah ini namanya negara melawan ormas? 


Simpati dan empati kaum muslim yang merespon kejadian ini beragam. Diantaranya adalah aksi boikot produk yang pro dengan Israel dan yang mendukungnya. Namun ternyata aksi boikot ini dapat menimbulkan pro kontra di masyarakat. 


Sebagian memboikot karena fatwa dari MUI yang mengharamkan membeli dari produsen yang mendukung Israel  adalah haram meskipun zatnya/produknya halal.


Senada yang disampaikan oleh fatwa MUI terkait dukungan terhadap perjuangan Palestina, bahwa "membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel ke Palestina hukumnya haram". Di bantah oleh Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati.


"Sepemahaman saya, fatwa MUI tidak mengharamkan produknya tapi mengharamkan perbuatan yang mendukung Israel," katanya dalam keterangan tertulis. (DetikNews, 11/11/2023) 


Namun ada juga yang responnya biasa-biasa saja, terkesan tak peduli dengan permasalahan negara lain, dan tidak mau terpengaruh oleh situasi. Bahkan ada juga yang berpendapat lain dalam menyikapi perang Israel-Palestina, berdalih agar bertindak rasional, tidak terprovokasi oleh berbagai informasi provokatif, hoaks menyesatkan yang disampaikan oleh pihak-pihak  yang tidak bertanggung jawab, yang memanfaatkan situasi.


Sekuat dan sebesar apapun aksi boikot jika hanya dilakukan oleh individu/kelompok ternyata dampaknya tidak akan terlalu kuat dirasakan untuk menggoncang hegemoni  ekonomi Israel yang sudah menggurita menguasai pasar internasional, alih-alih kolaps yang ada hanya terasa gelitikan sementara saja.


Inilah pentingnya peran sentral negara untuk mengambil kendali dalam aksi boikot, tidak akan ada lagi perselisihan karena beda pandangan di tengah masyarakat. Dampak boikotnya akan terasa lebih dalam dan kuat karena didukung penuh negara.


Negara memiliki kemampuan dan kekuatan untuk menekan dan memberikan sanksi hukuman bagi pelaku baik perorangan maupun perseroan yang masih mendukung penjajah zionis, karena dianggap melawan kebijakan, sehingga tidak ada lagi perselisihan di masyarakat terkait ikut atau tidak aksi boikot tersebut. Bahkan negara juga sangat mampu mengerahkan bantuan baik militer maupun logistik untuk membantu membebaskan Palestina dari penjajah Israel.


Sayangnya itu semua tidak akan terwujud jika ide nasionalisme masih membelenggu negeri-negeri kaum muslimin. Ide nasionalisme inilah yang telah memenjarakan mereka, tersekat wilayah teritorial dan kepentingan masing-masing. Mereka terbentur dengan aturan, kebijakan masing-masing negara untuk tidak terlibat persoalan dalam negeri negara lain yang notabene adalah saudara seimannya.


Pemimpin negeri-negeri muslim saat ini tidak  ada yang  berani membantu secara nyata mengirimkan militer untuk mengusir Israel atas penjajahan Palestina, entah karena takut akan berhadapan dengan sekutu Israel atau karena mereka merasa terjerat "hutang" pada Barat, sehingga kalaupun ada bentuk dukungan kepada Palestina, hanya berupa kecaman dan bantuan logistik semata, itupun hanya lipstik untuk pemanis di bibir saja agar tidak dikritik masyarakat.


Pemimpin negeri-negeri kaum muslim saat ini merasa bahwa persoalan penjajahan Israel adalah persoalan muslim Palestina, sehingga yang diserukan hanyalah perundingan dan kecaman semata. Begitulah tabiat ide nasionalisme.

Karena perbedaan wilayah teritorial, dan sekat negara-bangsa tidak mampu berbuat banyak mencampuri urusan negara lain meskipun itu saudaranya sendiri seiman dan seakidah.


Penjajahan Palestina oleh Israel berlarut-larut karena tak ada kekuatan besar umat Islam yang mampu mengusir penjajah.  Semua karena ide nasionalisme sudah berakar di negeri kaum muslimin. Selain itu cinta kekuasaan menghalangi penguasa negeri muslim untuk melawan ketidak adilan dunia.  Memahami penyebab mendasar diamnya penguasa muslim dan berani menyerukan untuk memboikot ide-ide yang membelenggu dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina dan mewujudkan persatuan umat. Apalagi setelah nampak pengaruh dari boikot produk. 


Umat Islam wajib menjadikan Islam sebagai ideologi  yang memimpin cara berpikir mereka demikian juga penguasa muslim dan membuang semua pemikiran asing. 

Umat wajib Bersatu dalam naungan Khilafah Islamiyah, yang akan menjaga umat dari serangan dan penjajahan orang kafir.

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post