Bencana Kelaparan Kembali di Papua


Penulis: Siti Khaerunnisa
 

Kasus kematian yang disebabkan bencana kelaparan kembali terjadi di wilayah Papua. Sebanyak 23 orang dari 13 kampung di Yahukimo, Papua, meninggal dunia akibat kelaparan yang disebabkan kehilangan sumber pangan pada Oktober 2023. Sementara, sebanyak 12.000 orang di distrik-distrik itu berpotensi terdampak cuaca ekstrem yang membuat lumbung pangan kosong dan ternak mati (katadata.co.id, 27/10/2023). 


Kasus kematian akibat kelaparan ini bukan yang pertama di Papua. Pada bulan Agustus 2023, terdapat 6 orang meninggal karena kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Serta terdapat belasan kasus kelaparan yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Beberapa faktor penyebab kelaparan yang menimbulkan kematian tersebut terjadi karena sistem pertanian Papua yang tidak berkelanjutan, kesehatan masyarakat yang rapuh, hingga pembangunan daerah otonomi baru (DOB). Hal tersebut dikemukakan oleh Mulyadi, pengamat pertanian dari Universitas Papua (bbc.com, 27/10/2023).


Untuk menangani bencana tersebut pemerintah melalui Kementerian Sosial mengirim bantuan berupa sekitar 1,3 ton beras, tenda 50 lembar, 1.200 selimut, dan lainnya. Tetapi menurut koordinator penanggulangan kelaparan di Distrik Amuma, Naman Bayage, mengatakan bantuan yang mereka terima tidak sesuai dengan kebutuhan warga, seperti bantuan tenda dan selimut. Karena warga Yahukimo bukan pengungsi longsor atau bencana, melainkan yang terjadi adalah musibah kelaparan. Sehingga saat ini yang dibutuhkan adalah beras. Tetapi, bantuan 1,3 ton beras belum mencukupi kebutuhan mereka. 


Namun di sisi lain, pejabat pusat hingga daerah membantah terkait penyebab kematian di beberapa tempat di Papua disebabkan karena kelaparan. Dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyampaikan belum bisa memastikan kelaparan sebagai penyebab 23 orang yang meninggal di Distrik Amuma. Sementara itu, Bupati Yahukimo, Didimus Yahuli, membantah terjadi bencana kelaparan di Distrik Amuma. Puluhan warga itu meninggal dalam kurun waktu delapan bulan dan disebabkan oleh berbagai keluhan, seperti kelelahan hingga penyakit bawaan. 


Kasus kelaparan berujung kematian yang masih belum tuntas diselesaikan di Papua menunjukkan tidak berjalannya mitigasi bencana dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari bantuan yang diterima warga, seperti bantuan untuk korban bencana alam, tidak sesuai dengan apa yang benar-benar diperlukan warga yaitu kebutuhan pangan yang cukup. Kasus ini juga menunjukkan gagalnya penguasa dalam menjamin kesejahteraan dan pemenuhan pangan warganya, disebabkan tata kelola pangan yang masih buruk. Padahal negeri ini adalah negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam yang tersebar di berbagai provinsi. Seharusnya seluruh potensi ini mampu membentuk ketahanan pangan yang kuat di negeri ini, sehingga tidak akan terjadi kasus kematian akibat kelaparan. 


Di Papua sendiri terkenal dengan sumber daya alam dan tambangnya. Salah satunya ialah tambang emas dan tembaga. Papua juga dikaruniai hutan alam dan sumber daya air yang luar biasa. Dengan potensi ini, rakyat Papua bisa hidup sejahtera. Namun, kapitalisasi SDA di Papua membuat masyarakatnya hidup di bawah bayang-bayang kemiskinan dan kelaparan. SDA-nya dikeruk habis-habisan oleh para kapitalis dengan dukungan regulasi penguasa yang juga bermental kapitalis.


Selain itu, Bumi Papua yang luas dan masih asri serta dikelilingi hutan dan air sangat berpotensi bagi pengembangan sistem pertanian. Sayangnya, negara telah mengabaikannya hingga sistem pertanian di Papua masih seadanya. Padahal, perubahan cuaca ekstrem yang bisa merusak hasil pertanian bisa diantisipasi agar tidak gagal panen. Misalnya dengan pemberian bibit unggul yang tahan terhadap cuaca ekstrem, lalu sarana produksi pertanian yang memadai ataupun dengan membuka lahan-lahan baru untuk pertanian agar terwujud swasembada pangan. Namun, pemerintah malah sibuk membangun infrastruktur dan gagal membangun sistem ketahanan pangan.


Berbeda dengan sistem pemerintahan yang diatur dalam Islam. Dalam Islam, ketahanan dan kemandirian pangan menjadi hal mutlak diwujudkan oleh negara. Sebab dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan "Imam (Khalifah) adalah roain (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Ahmad dan Al-Bukhari). 


Oleh karena itu, Khalifah atau pemimpin negara, wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan memudahkan rakyat mengakses dan mendapat pelayanan secara optimal. Negara juga tidak boleh menyerahkan pengelolaan SDA yang menjadi harta milik umum kepada individu, swasta, ataupun asing. Dalam mewujudkan ketahanan pangan negeri, Khilafah akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dengan meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Negara akan dapat mengupayakan intensifikasi dan menyebarkan teknologi terbaru dan paling unggul kepada para petani. Selain itu, negara juga bisa membantu pengadaan benih unggul, pupuk, serta sarana produksi pertanian lainnya. 


Adapun langkah ekstensifikasi pertanian dapat dilakukan negara dengan mendorong pembukaan lahan-lahan baru serta menghidupkan tanah yang mati. Dalam negara Islam, setiap individu berhak mengelola tanah mati atau tanah yang tidak dikelola oleh siapapun dan tidak dipagari. Setiap tanah yang mati jika sudah dihidupkan oleh seseorang maka tanah itu menjadi milik yang menghidupkannya. Bahkan untuk modal menghidupkan tanah mati itu akan diberikan oleh negara yang diambil dari kas Baitul Maal yaitu dari pos kepemilikan negara jika warga tidak mampu membiayainya. Namun, jika mereka mengabaikan tanah itu selama lebih dari 3 tahun, maka kepemilikan atas tanah itu juga akan hilang. Kebijakan tersebut dijalankan pemerintah untuk kemaslahatan rakyat bukan untuk kepentingan pihak lain atau penguasa sendiri serta tanpa menimbulkan kemudaratan yang lebih. 


Adapun dalam hal distribusi, negara akan menerapkan prinsip cepat, sederhana dan merata. Negara tidak akan membiarkan ada satu wilayah pun yang tidak mampu mengakses bahan pangan. Sebagai proteksi terhadap ketersediaan pangan, negara melarang proyek penimbunan barang, termasuk menimbun barang kebutuhan pokok. Karena hal ini akan menyebabkan kelangkaan kebutuhan pokok masyarakat. Sungguh, hanya Islam yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara merata hingga tidak akan terjadi kasus kelaparan seperti saat ini. 

Wallahu a'lam bishshawab


Post a Comment

Previous Post Next Post