Bansos Mengatasi Kemiskinan?


Oleh Maya Herlinawati


Setelah pemerintah melakukan pemuthahiran data, penerima Bansos ternyata berkurang. Keluarga penerima manfaat (KPM) menurun dari 21,35jt menjadi 20,66jt.


Alasan pengurangannya karena penerima meninggal dunia, pindah tempat, ataupun terkategori sudah mampu. (Bisnis Indonesia, 29-10-2023).


Tak dapat dipungkiri, memang ada penerima bantuan meninggal dunia, tetapi seharusnya bisa dialokasikan ke keluarga lain. Begitu pula bagi penerima bantuan yang pindah tempat tinggal dapat dipastikan masih di dalam negeri hanya pindah alamat, semestinya bantuan bisa tetap diberikan. Alasan lain adalah bagi penerima sudah mampu apakah pendapatannya sudah mampu kebutuhan hidupnya secara layak.


Pernyataan Presiden Jokowi saat melakukan lawatan ke Gudang Bulog Sukamaju, Palembang pada Kamis 16-10-2023, menjanjikan akan melanjutkan Bansos hingga 2024, manakala APBN masih ada. (CNN Indonesia, 26-10-2023).


Pernyataan pemerintah jelas tidak dapat memastikan kondisi keuangan negara cukup atau tidak. Masalah ini sebenarnya terletak pada kesalahan mengurus APBN. Negara mengelola APBN dengan mengandalkan pemasukan pajak dan hutang. Negara juga mengharuskan rakyat membayar hutang dengan bunga utang yang tidak sedikit. Pembangunan KAC, membangun IKN, dll dibiayai dari APBN. Yang pemanfaatannya hanya untuk segelintir orang yang berkepentingan saja. Tidak menyentuh sedikit pun nasib rakyat.


Penyaluran Bansos sejak lama sudah banyak masalah, adanya penyunatan dana bantuan, korupsi, dll.


Di tengah kondisi perekonomian yang serba sulit, kenaikan harga barang pokok, tingginya angka pengangguran dan semakin sulitnya lapangan pekerjaan, bantuan sosial yang diberikan kepada warga setidaknya dapat meringankan beban hidupnya.


Karut-marut pengurusan rakyat disebabkan oleh penerapan kapitalisme. Sistem keuangan kapitalisme yang berdasar pada riba dan pajak membuat negara abai mengurusi rakyat. 


Sumber daya alam yang berlimpah diserahkan dan dikuasai oleh asing dan swasta. Undang-undang pun dibuat hanya untuk kepentingan oligarki yang kuasa mengeruk sumber daya alam untuk kepentingan pribadi.


*Kapitalisme Membebaskan Kepemilikan Individu*

 

Asas sekularisme menjadikan negara enggan menggunakan aturan agama dalam segala urusan. Hasilnya, negara berjalan sesuai kepentingan korporasi tanpa memikirkan nasib rakyat.


Kondisi di atas tidak akan terjadi dalam Sistem Islam (Khilafah). Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan negara. Segala pandangan Islam akan menjadi rujukan para pemimpin (Khilafah) dalam menyelesaikan problematika kehidupan.


Untuk menjalankan amanahnya sebagaimana hadist Rasulullah saw.: “Imam atau (Khilafah) adalah pengurus umat dan kelak akan diminta pertanggungjawaban atas kepengurusannya.” (H.R. Bukhari).


*Islam Mewajibkan Khalifah menjadi Pengayom dan Memenuhi Kebutuhan Rakyat Individu per Individu* 


Khalifah tidak akan menganggap rakyat sebagai beban sebagaimana Umar bin Khaththab yang selalu berkeliling memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan, beliau menggendong sendiri bahan makanan dan memberikannya kepada yang bersangkutan. 


*Pengelolaan Keuangan Diterapkan dengan Sistem Islam*


Pemasukan negara berasal dari pos seperti Jizyah, Fai, Kharaj, Ganimah dan hasil pengelolaan SDA. Semua itu akan dipakai untuk memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan fasilitas yang memadai bagi rakyat. 


Bansos hanyalah solusi tambal sulam ala sistem kapitalisme. Tidak menyentuh akar persoalan kemiskinan, tentu tak akan mampu memberikan kesejahteraan hakiki bagi rakyat. Yang ada angka kemiskinan terus meningkat. Saatnya umat memahami bagaimana Islam mewujudkan kesejahteraannya bagi rakyat. Dan bagaimana Islam diterapkan dalam bingkai Khilafah.


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post