Oleh : Ratna Sari
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuat aturan baru terkait penggunaan air tanah. Lewat aturan ini penggunaan air tanah wajib mendapatkan izin Kementerian ESDM.
Ketentuan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah diteken pada 14 September lalu.
Pada aturan tersebut disebutkan bahwa baik instansi pemerintah badan hukum, lembaga sosial, maupun masyarakat perlu mengurus izin penggunaan air tanah dari sumur bor atau gali.
"Diperlukan penyelenggaraan persetujuan penggunaan air tanah sebagai perangkat utama pengendalian dan pengambilan air tanah untuk menjaga konservasi air tanah," bunyi pertimbangan pada aturan tersebut, dikutip dari Kompas.com, Minggu, 29 Oktober 2023.
Isi aturan tersebut juga menyebutkan, penggunaan air tanah paling sedikit 100 meter kubik per bulan per kepala keluarga, atau penggunaan air secara berkelompok dengan ketentuan lebih dari 100 meter kubik per bulan per kelompok perlu mengajukan izin ke Kementerian ESDM.
Selanjutnya, Kepala Badan Geologi melalui Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) akan melaksanakan verifikasi dan evaluasi terhadap permohonan yang telah disampaikan.
Nantinya, setelah dilakukan verifikasi dan evaluasi maka akan diterbitkan surat persetujuan pengeboran/penggalian eksplorasi air tanah atau sebaliknya permohonan ditolak dengan disertai alasannya.
Jika disetujui, maka pemegang persetujuan harus memasang meter air pada pipa keluar (outlet) sumur bor/gali, membangun sumur resapan sesuai dengan pedoman Badan Geologi, serta memberikan akses kepada PATGTL dan instansi terkait untuk melakukan pengecekan.
Aturan tersebut sejatinya menunjukkan kuatnya kapitalisasi sumber daya alam negeri ini. Air yang merupakan kebutuhan pokok umat pun menjadi sasaran pajak oleh negara. Bahkan, negara telah menyediakan sanksi bagi rakyat yang melanggar aturan yang ditetapkan.
Tujuan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan ketersediaan air tanah dalam aturan tersebut tentu kontradiksi dengan kebijakan pemerintah yang selama ini mengizinkan pihak swasta mengekspoitasi sumber daya air demi kepentingan bisnisnya. Kebolehan eksploitasi sumber daya air oleh swasta menggambarkan secara nyata penerapan sistem kapitalisme. Sebab dalam sistem kapitalisme air diposisikan sebagai barang ekonomi, yang boleh diperdagangkan.
Tata kelola air dengan privatisasi ini telah membiarkan perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber-sumber air. Sehingga, mereka yang bermodal besar bisa membeli alat canggih untuk bisa menyedot air tanah jauh kedalam bumi.
Di sisi lain, keinginan pemerintah menjaga cadangan air dilapisan tanah belum diiringi upaya maksimal untuk mencegah terjadinya krisis air, diantaranya menurunkan aksi pembabatan hutan, hingga menurunkan konversi lahan produktif menjadi pemukiman dan industri. Padahal dua hal tersebut adalah bentuk eksploitasi sumber daya air tanah, apalagi diketahui bahwa negeri ini adalah negeri dengan dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Sehingga ada potensi sungai mengalami kekeringan di musim kemarau. Potensi ini seharusnya diatasi oleh pemerintah dengan kebijakan yang menjamin tersedianya kebutuhan air bersih bagi seluruh rakyatnya, bukan malah fokus membatasi penggunaan air di tengah masyarakat.
Inilah bentuk lepasnya tanggungjawab negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator yang seringkali melegalisasi regulasi yang berpihak pada pihak korporasi.
Ini adalah sebuah keniscayaan dalam penerapan sistem batil sekuler-kapitalisme. Apalagi sumber pemasukan negara sangat bergantung pada pajak. Lahirnya kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat, adalah satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme.
Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam Institusi Khilafah Islam, Khilafah berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya, salah satunya adalah air. Oleh karena itu, sumber air yang ada di bumi ini diposisikan sebagai kepemilikan umat (rakyat). Sebab ketiadaannya atau penguasaannya oleh segelintir pihak akan mengantarkan bahaya bagi pihak lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api."
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Menurut hadits ini, sampai kapanpun air sebagai sumber kehidupan tidak boleh dijadikan objek komersialisasi atau kapitalisasi demi keuntungan pihak tertentu. Keuntungan sumber daya air di alam semata-mata hanya diperuntukkan bagi umat. Pihak swasta boleh-boleh saja mengkonsumsi air sebab mereka adalah bagian dari umat. Namun seseorang atau pihak swasta dilarang untuk menggunakan alat pengeboran yang membuat sumur-sumur warga yang ada di sekitarnya mati atau kering. Apalagi menimbulkan bencana ekologis yang merugikan banyak pihak.
Pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum yang berkualitas akan dilakukan oleh negara dan didistribusikan untuk rakyat secara gratis. Selain itu, negara juga akan membuat bendungan, penampungan air dan juga danau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rakyat. Negara juga akan menjaga ekosistem air dengan melakukan tata kelola hutan dengan baik. Hutan diposisikan sebagai kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola swasta seenaknya. Hal ini untuk mencegah masifnya laju penebangan.
Dengan itu, negara dengan sistem Islam akan melakukan berbagai cara yang efektif untuk menyediakan air bersih dan bisa dikonsumsi untuk rakyat. Semua itu sebagai upaya negara untuk menghindarkan rakyatnya dari krisis air. Sungguh, hanya penerapan Islam dibawah institusi Khilafah yang mampu mewujudkan semua itu.
Wallaahu 'alam bishawab
Post a Comment