Ada Pungli di Dunia Pendidikan, Benarkah?


Oleh Suryani

Pegiat Literasi


Dunia pendidikan negeri ini terus saja menuai polemik serta mengalami masalah yang beragam, dan itu terjadi hampir di semua pelosok, tak terkecuali di Kabupaten Bandung., Salah satunya adalah kasus dugaan atas Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD yang harus menyetorkan sejumlah uang ke Ketua K3S sebesar Rp100 ribu perbulan, termasuk berita adanya dugaan mark up harga koran, penjualan bola sepak dan tenda yang harganya cukup fantastik.


Menanggapi hal itu Ketua K3S Kabupaten Bandung Wawan Wardana membantah isu tersebut. Lantas beliau menyampaikan bahwa tidak sepeser pun setoran K3S SD yang diterimanya, walaupun itu ada hanya bersifat insidental saja, baru diminta ketika ada kegiatan, seperti perpisahan Kadisdik Kabupaten Bandung baru-baru ini. (Jayantara news. Com, 12/11/2023)


K3S adalah Kelompok Kerja Kepala Sekolah yang dibentuk untuk pengembangan kompetensi seorang kepala sekolah dan merupakan wadah bagi sekumpulan kepala sekolah untuk menjalankan diskusi atau bertukar pendapat dalam menindaklanjuti regulasi ataupun kebijakan.


Sesuai dengan tujuannya K3S memiliki misi untuk meningkatkan skill dan kompetensi para kepala sekolah dalam pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di institusi pendidikan atau sekolah. Dengan kegiatan itu diharapkan bisa mencapai pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan, termasuk pengelolaan manajemen sekolah. Dari misi tersebut seharusnya tidak terjadi pungli ataupun dugaan pungli. Namun kenapa isu itu beredar?


Tidak ada asap bila tidak ada api. Dugaan bahwa adanya uang yang harus disetorkan bisa saja terjadi dan dilakukan oleh oknum yang ada di lingkungan K3S. Mengingat sistem pendidikan saat ini berpeluang terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat ataupun staf lingkungan sekolah. Beberapa praktik pungli yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan cukup meresahkan orang tua siswa adalah uang pendaftaran masuk, uang gedung, uang kegiatan siswa (OSIS), uang eskul, les, dan lain-lain. Bahkan hingga saat ini pungutan yang tak jelas dasar hukumnya tersebut masih terjadi hampir di setiap sekolah. Dalih untuk kemajuan sekolah dan proses belajar peserta didik kerap dijadikan alasan pihak sekolah agar pungutan ini tak dipersoalkan orang tua siswa.


Dengan adanya kasus di atas keberadaan K3S sepertinya perlu dikaji ulang. Sehingga tujuan dibentuknya organisasi ini bisa tercapai dan manfaatnya bisa dirasakan oleh semua pihak yang ada di lingkungan pendidikan. Namun tentunya keberadaan K3S juga harus didukung oleh peran negara yang ikut serta mewujudkan pendidikan yang kondusif serta mampu mewujudkan semua pendidiknya mempunyai kredibilitas yang tinggi juga amanah dalam tugasnya.


Karena sejatinya negara bertanggung jawab dalam menciptakan dunia pendidikan yang bersih dari penyimpangan. Negara harus senantiasa melakukan pengawasan diikuti edukasi dan sosialisasi serta sanksi tegas terhadap para oknum yang menyalahi wewenangnya. Namun sayangnya akan sulit dilakukan karena negara saat ini menerapkan sistem kapitalisme sekuler, di mana semua aturan kehidupan dijauhkan dari agama dan orientasi utamanya adalah materi. Sehingga aktivitas yang dilakukan dari hulu sampai ke hilir selalu dilandaskan pada manfaat dan keuntungan materi.


Ini jelas berbeda jika Islam yang menjadi landasan dalam bernegara. Islam memiliki sistem pendidikan yang akan mampu mewujudkan syakhsiyah Islamiyah pada para pendidik maupun peserta didik. Sehingga akan meminimalisasi segala bentuk penyimpangan.


Negara dalam Islam akan menjalankan kewajibannya secara maksimal dalam mengedukasi masyarakat dengan akidah Islam dan menjaga mereka dari pelanggaran hukum syarak. Tentunya dengan diterapkannya sanksi tegas pada pelaku yang melakukan pungli dan kegiatan lain yang terkatagori menyalahgunakan wewenang.


Di samping adanya eduksi dan sanksi yang dilakukan negara, perlu diingat bahwa perhatian negara Islam dalam masalah pendidikan begitu tinggi. Tercatat dalam sejarah yakni di masa Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu'anhu, pada saat itu beliau begitu antusias dalam meningkatkan mutu pendidikan, salah satunya dengan menetapkan gaji bagi setiap pengajar sebanyak 15 dinar setiap bulannya. Satu dinar setara dengan emas 4,25 gram. Kalaulah dirupiahkan dengan harga satu gram emas Rp900 ribu, maka seorang guru akan mendapat gaji sebesar Rp57.375.000,00 setiap bulan.


Ketika pengajar sudah terpenuhi kebutuhannya, juga memiliki akidah Islam yang kuat, maka segala bentuk penyimpangan juga penyalahgunaan wewenang tidak mudah terjadi. Kalau pun ada tentu hanya sedikit sekali dan segera diamar makrufi oleh orang terdekat sebelum mengharusnya menerima sanksi ta'zir jika tak mengindahkan nasehat. Sanksi ini akan membuat efek jera bagi pelaku juga menjadi pelajaran bagi yang lain.


Perhatian negara dalam sistem islam bukan hanya dalam bidang pendidikan, namun dalam semua aspek kehidupan. Maka suatu keniscayaan keberkahan akan Allah limpahkan jika penguasa benar-benar menjalankan peran dan tanggung jawabnya sesuai arahan syariat sebagaimana janji Allah Swt dalam firman-Nya:


"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami limpahkan berkah dari langit dan bumi......"   (TQS al-A'raf ayat 96)


Walhasil ketika semua aturan kehidupan dikembalikan pada aturan Allah Swt. termasuk dalam sistem pendidikan, maka akan didapati para pengajar yang mempunyai kemampuan mengajar yang tinggi, juga amanah dalam tugas-tugasnya. Karena mereka meyakini betul peradaban Islam akan semakin bersinar di tangan orang-orang yang berilmu, juga mempunyai keimanan yang kuat terhadap penciptanya, dan semua itu tanggung jawabnya sebagai pengajar.


Maka dari itu umat harus mulai menyadari bahwa kehidupan Islam harus kembali diwujudkan, agar semua syariat-Nya bisa kembali diterapkan secara kaffah, dalam sistem pemerintahan warisan Rasulullah. Sebagai janji Allah yang benar-benar dapat dirasakan secara nyata yakni dilimpahkannya keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana ayat di atas.


Wallahu a'lam bi sawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post