Waspada Potensi Konflik Jelang Pemilu


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.


Kondisi perpolitikan di Indonesia kian memanas. Keberpihakan terhadap partai tertentu hari ini sering kali dipenuhi faktor emosional. Hal ini karena adanya simbol dan figur tanpa pemahaman yang jelas dan benar terkait arah dan tujuan partai. Keterikatan tanpa dibersamai dengan kejelasan pemikiran dan sikap yang bijak tentu akan memunculkan gesekan antar individu atau kelompok. Belum lagi kuatnya sentimen bahkan dengan pemicu yang sangat sepele.


Sebagaimana yang terjadi di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Minggu (15/10/2023). Yaitu adanya bentrokan dua kubu  setelah mengadakan kegiatan di lapangan Soepardi, Sawitan, Magelang. Awalnya semua baik-baik saja sampai akhirnya dua kelompok ini terlibat gesekan yang mengakibatkan 11 motor rusak dan rusaknya kaca pada beberapa rumah (KOMPAS, 16/10/2023).


Sungguh miris, perselisihan ini seakan lazim terjadi di akar rumput, padahal para elit partai justru bekerja sama demi mencapai tujuan tertentu. Sebagaimana di tahun 2019 pun perselisihan antara kubu satu dan lainnya sangat panas. Bahkan memantik kebencian, fitnah, dan dan hal-hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, realita ini selaras dengan ungkapan “tidak ada teman sejati, yang ada hanyalah kepentingan abadi.”


Masyarakat perlu mendalami dan memahami apa yang hendak diraih oleh para aktor politik dan waspada akan pihak-pihak yang memanfaatkan suara rakyat untuk kepentingan individu atau kelompok.  Dalam politik, propaganda terus menerus diluncurkan untuk merendahkan kubu seberang, memperbaiki citra kelompok sendiri, dan bahkan membuat kebingungan di masyarakat agar masyarakat ada di posisi awam dan keliru. Selepas itu, aktor politik tinggal meluruskan kaki dengan santai melihat orang-orang di bawahnya membela dirinya dan sibuk dengan konflik-konflik yang tidak lain dan tidak bukan hanyalah memberikan keuntungan bagi mereka.


Sudah saatnya masyarakat belajar dari realita tahun ke tahun. Yaitu bahwa politik hari ini dipenuhi dengan upaya meraih keuntungan dengan penghalalan segala cara. Jangan sampai masyarakat dengan mudah diperalat untuk memuluskan aksi para aktor politik. Tidak lupa, para anggota atau simpatisan partai politik pun hendaknya mendalami tujuan partai yang sebetulnya, memahami motif strategi, dan bijaksana dalam mengerjakannya. Hal itu agar tidak terjadi konflik-konflik seperti di atas dan memahami dengan betul bahwa yang terpenting adalah kepentingan rakyat, bukan kepentingan individu atau kelompok seperti hari ini.


Namun, tidak dapat dipungkiri inilah yang terjadi ketika masyarakat berada di bawah ideologi kapitalisme yang mengatasnamakan kepentingan semata di atas segalanya. Partai-partai politik hadir untuk mencapai kepentingan tertentu dengan dalih kepentingan rakyat. Pada realitanya sudah sangat banyak aktor politik yang sampai pada kursi kekuasaan namun bukan melakukan perbaikan untuk kepentingan rakyat, melainkan memutuskan aturan-aturan yang menguntungkan dirinya dan pemilik modal.


Penguasa dan pemilik modal ibarat sepasang kekasih yang bekerja sama meraih keuntungan. Mereka lupa bahwa ada rakyat yang seharusnya diprioritaskan dan diurus dengan maksimal. Maka, kebijakan yang lahir sama sekali tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat, yang ada hanyalah solusi-solusi parsial karena terhambat oleh upaya meraih keuntungan bagi mereka.


Dengan demikian kita bisa dapati bahwa saat ini banyak sekali gerakan-gerakan yang berdiri di atas dasar pemikiran yang masih umum tanpa batasan yang jelas, maka muncul kekaburan atau pembiasan. Hal ini juga ditambah dengan pemikiran yang tidak cemerlang, tidak jernih, dan tidak murni untuk kepentingan rakyat. Lalu, kelompok-kelompok hari ini pun masih bertumpu kepada orang-orang yang belum sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar. Maka, yang kita lihat hari ini lebih banyak orang-orang yang menjalankan tugas tanpa ikatan yang benar. Yaitu ikatan yang berisi sebatas deskripsi organisasi itu sendiri disertai dengan sejumlah slogan-slogan organisasi.


Kembali lagi kepada ideologi kapitalisme yang bercokol hari ini, tentu ideologi itu akan menjadi landasan kuat dan berpengaruh besar. Sebagaimana di bawah kapitalisme lahir sekularisme sebagai upaya memisahkan agama dari kehidupan. Maka yang diaplikasikan adalah upaya-upaya yang terlepas dari nilai agama (halal dan haram). Wajar jika saat ini pengaplikasiannya lebih mengutamakan keinginan sepihak yang bahkan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat seharusnya.


Maka, konflik jelang pemilu sebetulnya adalah upaya kesia-siaan yang sama sekali tidak berdampak baik bagi kepentingan masyarakat, di sana yang ada hanya ego tidak berlandas dan tidak juga penting. Yang harus difokuskan adalah membangun kesadaran masyarakat secara sempurna supaya mencampakkan ideologi kapitalisme dan bergegas kepada solusi menyeluruh yang paripurna. Maka, jika bicara solusi, tidak ada solusi lain selain menggenggam akidah Islam sebagai asas dalam kehidupan dan membangun persatuan umat.


Sebagaimana Islam pun membolehkan adanya banyak partai sebagai sarana melakukan muhasabah. Namun, perlu diperhatikan pula bahwa ada standar syara atas berdirinya partai-partai tersebut. Tentunya dibersamai juga dengan saling menghormati dalam menjalankan amanahnya.


Dengan demikian, pemikiran orang-orang di dalam partai yang berlandaskan Islam secara sempurna telah mengkristal, jelas metodenya, siap orang-orangnya, dan praktis dalam aktivitasnya. Di sinilah partai menjelma menjadi partai ideologis yang utuh, bergerak demi yang benar, untuk kepentingan masyarakat secara menyeluruh, dan sebagai upaya ketaatan untuk menjemput rida-Nya.


Wallahu a’lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post