UMKM Menjerit Tergerus E-Commerce, Bagaimana Nasib Pedagang?

 



Penulis Farah Friyanti

Aktivis Muslimah


Bukan hal yang mustahil bagi influencer dengan followers banyak meraih keuntungan fantastis mencapai miliaran rupiah setiap harinya. Konten yang dikemas dengan baik menampilkan barang, rayuan produsen serta gratis ongkir seakan jadi pasar bisnis yang menguntungkan bagi pengguna akun.  Pemasaran yang dilakukan dengan mudah dan murah menjadi tujuan bisnis masyarakat saat ini. Oleh karena itu masyarakat tidak perlu ke toko maupun pasar. Karena barang bisa dengan mudah sampai di tangan konsumen yang deal dengan produsen. 


Dampak buruknya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Omset terus menurun akibat kalah saing dengan produk impor yang jauh lebih murah. Produk impor menargetkan penjualan  lewat live streaming di Tiktok tengah ramai digeluti masyarakat saat ini. Belum  lama ini juga terlihat pasar Tanah Abang sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara juga sepi. Banyak bilik kios yang tutup dan hanya terdengar penjual yang menawarkan barang dagangan secara live. Sebelumnya mereka bisa memiliki omset puluhan juta per hari. Berbeda halnya dengan sekarang hanya bisa terjual tiga atau empat lembar pakaian.


Melansir dari Liputan6. (12/09/23), penolakan terhadap sosio commerce oleh pemerintah juga dilakukan.  Pemerintah menolak penggunaan  Tiktok yang menerapkan media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengungkapkan akan sangat merugikan UMKM  domestik dan bisa menciptakan monopoli pasar jika Tiktok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Apalagi di Amerika dan India juga melarang demikian Indonesia pun harus demikian juga.


Namun apakah dengan menutup Tiktok shop pasar akan kembali ramai? Ini bukan perkara gampang perlu kesadaran dan regulasi pada platform digital juga para influencer dan artis yang mempromosikan produk impor. Karena masyarakat menyadari barang yang dijual di Tiktok Shop relatif lebih murah dan pemerintah sebenarnya mampu mengidentifikasi persoalan yang sebenarnya terjadi. 


Bukan menolak kemajuan teknologi namun harus ada upaya dari pemerintah agar mengedukasi pelaku UMKM agar bisa bersaing secara mandiri di tengah pasar bebas. Pemerintah harus memberdayakan kapasitas UMKM untuk bisa memanfaatkan pasar digital. Tak semestinya Tiktok shop ini dilarang karena sudah banyak juga pelaku UMKM yang bermain di Tiktok Shop. 


Untuk itu Pemerintah berupaya melakukan revisi  Permendag No. 50 tahun 2020 tentang ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Tujuannya agar pelaku usaha bisa bersaing secara adil  tidak merugikan UMKM dan pedagang offline yang lain. 


Namun ini bukanlah solusi sebenarnya. Terbukti pemerintah gagal mengedukasi pelaku usaha untuk memajukan bisnisnya. Terlihat dari pelaku UMKM yang dibiarkan secara mandiri bersaing secara mandiri di tengah pasar bebas. Platform digital yang dikuasi oleh Amerika dan Cina juga menambah besar kekuasaan hegemoni para kapitalis ini. Akumulasi modal yang meniscayakan perusahaan besar menguasai perusahaan kecil yang bermodal kecil. Perusahaan  besar ini juga didukung oleh perbankan dan pasar modal. Sehingga perusaahan besar akan mudah menjual produk-produknya dengan harga murah. 


Dalam sistem ekonomi kapitalisme, peran penguasa sebagai pengayom masyarakat justru dikerdilkan. Terlihat dari keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas dunia (GATT) sebagai konsekuensinya menjadi anggota WTO. Indonesia harus membiarkan barang impor masuk tanpa tarif bea masuk atau bebas proteksi. Inilah jebakan kaum kapitalis, mereka dengan mudah memasarkan produknya dalam negeri dan akan menguasai perekonomian dalam negeri. Tidak mudah perusahaan dalam negeri menyaingi perusahaan besar karena didukung oleh regulasi Internasional dan nasional. Ditambah lagi dengan ketidakmampuan Indonesia membangun Industri berat secara mandiri.


Islam memiliki seperangkat peraturan yang mengatur urusan mualamah secara syari dan adil. Islam memiliki konsep dalam memiliki harta. Tidak dibolehkan memonopoli kekayaan individu tertentu. Islam melarang yang kaya menindas yang miskin dan tegas melarang kekayaan dibawah kendali individu dan menindas mayoritas. 


Untuk itu Islam mengatur mekanisme pasar. Mekanisme pasar berdasarkan hadis:

Harga barang dagangan pernah melambung tinggi di Madinah pada zaman Nabi Saw. lalu orang-orang berkata, wahai Rasulullah harga barang melambung, maka tetapkan lah standar harga untuk kami. Maka Rasulullah Saw bersabda Sesungguhnya Allah-lah al-Musa’ir (Yang Maha Menetapkan Harga), al-Qabidh, al-Basith, dan ar-Raziq. Dan sungguh aku benar-benar berharap berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorangpun dari kalangan yang menuntutku dengan kezaliman dalam masalah darah (nyawa) dan harga.” (H.R. Al-Khamsah, kecuali an-Nasa’i dan disahihkan oleh Ibnu Hibban). 


Kebebasan harga bergantung pada pasar. Walaupun demikian, Islam tidak mengatur harga berdasarkan pasar secara bebas. Islam akan melakukan intervensi ketika terjadi monopoli harga di pasar. Artinya, mekanisme pasar dalam perspektif Islam tidak hanya berdimensi sosial, tetapi juga ada unsur teologis bahwa pasar dikendalikan dan diawasi oleh syariat.


Keriaan penjual dan pembeli adalah kunci dari jual beli. Islam akan bertindak tegas bagi oknum yang merusak mekanisme pasar diantaranya melakukan penimbunan sehingga barang langka dan sulit didapatkan dipasaran. Pematokan Harga (al-tasyir) juga dilarang karena akan melanggar prinsip sukarela antara penjual dan pembeli. Teknologi akan dimanfaatkan umat dalam menjalankan usahanya dan Negara akan mengedukasi pelaku usaha sehingga bisa mengembangkan usahanya. Pelatihan akan diberikan secara cuma-cuma. Khilafah juga akan membangun visi industri berat agar tercipta kemadirian usaha dalam memenuhi kebutuhan rakyat dalam Negeri sehingga tidak bergantung pada swasta dan asing. 


Sebagai mukmin yang taat hendaknya kita mengikuti apa yang Allah dan Rasulnya tetapkan dan tinggalkan apa yang menjadi larangan-Nya karena sesungguhnya Allah sangat keras siksaannya.


Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post