Tenaga Kerja Asing Diperhatikan, Tenaga Kerja Lokal Terabaikan


Oleh : Siti Rukayah 


Mempekerjakana Tenaga Kerja Asing (IMTA) memberikan impact kepada suatu daerah terkait izin. Perizinan tersebut disetujui dengan adanya pungutan daerah atau sebagai pembayaran jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan/diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau Badan yang disebut sebagai retribusi. Potensi retribusi inilah yang tengah berupaya digali potensinya oleh DPRD Kaltim.


Di Kutai Timur (Kutim) sendiri, PT Kobexindo Cement yang telah melakukan rapat bersama agar nantinya dapat menjajaki potensi pendapatan daerah. Sehingga dalam rapat tersebut didapati sebanyak 105 orang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tercatat bekerja di perusahaan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Anggota Pansus Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DPRD Kaltim, Agus Aras.


Meskipun demikian, Agus Aras mengingatkan perusahaan agar tidak terpaku pada tenaga kerja asing dan mengabaikan keberadaan tenaga kerja lokal yang seharusnya lebih dimaksimalkan.


“Kami tetap mendorong tenaga kerja lokal ini agar lebih dimaksimalkan, walaupun hari ini, baru 260 orang tenaga kerja indonesia yang berada di lokasi itu dan jumlahnya perbandingannya hampir setengah,” tegasnya.


Agus Aras mengatakan, berdasarkan data yang ada, jumlah TKA merupakan setengah daripada jumlah pekerja lokal. Ia turut menambahkan bahwasanya, perusahaan seharusnya secara bertahap lebih banyak dalam memberdayakan tenaga kerja lokal.


Meskipun sudah terdapat sejumlah himbauan peraturan agar perusahaan lebih memberdayakan tenaga kerja lokal namun tetap saja tenaga asing dipakai dikarenakan adanya alasan keahlian yang lebih mumpuni, dan lain-lain. Sehingga tenaga kerja lokal kerap kali kalah saing, dan berharap pada investasi untuk membuka lapangan kerja hanyalah janji manis semata. Faktanya hari ini bekerja tak ayalnya hanya sebagai seorang buruh kasar dan lapangan tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan.


Lantas, apa yang menyebabkan SDM lokal terabaikan? Sekiranya ada beberapa anggapan terkait hal tersebut.


Pertama, penguasa dalam sistem tatanan hidup yakni kapitalisme (meraup manfaat sebanyak-banyaknya) tentu mempertimbangkan untung-rugi dalam setiap proyek. Apalagi mereka menganggap bahwa tenaga kerja asing lebih mumpuni dari segi skill (keahlian). Sehingga konsekuensinya tenaga kerja lokal akan mengalami kalah saing.


Kedua, dikarenakan adanya liberalisasi (kebebasan) ekonomi, dimana keberadaan TKA semakin membludak. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), pada paruh pertama atau semester I (Januari -Juni) 2023, terdapat 73.011 tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia. Di tahun saja  sebanyak 111.537 TKA sepanjang tahun 2022. Diantaranya sebagian besar berasal dari China.


Ketiga, panguasa sekuler kapitalistik seringkali menjadikan rakyat sebagai sebab atas kegagalannya membangun SDM yang berkualitas dan mumpuni. Apabila SDM memiliki kekurangan, seperti kemampuan (skill) maupun etos kerja yang rendah. Jika dihadapkan problem bukankah seharusnya sudah menjadi sebuah kewajiban negara dalam memfasilitasi rakyatnya agar memiliki kemampuan yang setara dengan TKA?


Selain itu, negara pun semestinya memberikan pelayanan pendidikan yang mampu menghasilkan SDM yang berdaya guna dan berdaya saing tinggi. Bukan hanya sekedar membentuk mereka dengan bermental buruh/pekerja, melainkan SDM pelopor dan pemimpin sehingga negeri tidak akan berada pada kondisi kekurangan SDM unggul.


Inilah salah satu dampak kapitalisasi sektor pendidikan, tidak semua rakyat bisa menuntut ilmu di perguruan tertinggi sehingga potensi mereka untuk mengembangkan ilmu terhalang biaya pendidikan yang makin tinggi. 


Di dalam Islam, negara akan senantiasa memenuhi berbagai hal dalam menunjang tercetaknya SDM. Apalagi dihadapkan bahwa bekerja itu hukumnya wajib bagi laki-laki,karena ia dibebankan amanah untuk  memenuhi kebutuhan keluarganya. Maka selain daripada itu negara pun wajib menjamin rakyatnya untuk bisa bekerja. Baik mempersiapkan pendidikan yang mampu menjadikan SDM lokal yang berdaya guna dan mampu bersaing dengan TKA. Bukan hanya membentuk mereka bermental buruh/pekerja, tetapi menjadi pelopor atau pemimpin. Selain pendidikan, negara berkewajiban dalam mempersiapkan lapangan pekerjaan. Sehingga tidak akan didapati SDM lokal kalah saing yang kemudian berefek kepada meningkatnya angka pengangguran.


Terkait TKA, di dalam Islam tidak akan menerima intervensi apapun dengan pihak asing. Negara akan berfokus kepada mempersiapkan apa yang tersedia di dalam negeri. Mempersiapkan SDM dengan pendidikan, kemudian menyediakan lapangan kerja. Sehingga tidak akan ada kesempatan bagi TKA untuk bekerja di dalam negeri Islam. Karena negara Islam tidak menganut liberal ekonomi atau berkebebasan dalam ekonomi, SDA maupun perusahaan yang berjalan di dalam negeri merupakan kewajiban negara sendiri yang mengelola dengan mengandalkan tenaga kerja lokal. Sehingga tenaga kerja lokal secara penuh terperdayakan. Dan hal tersebut hanya ada dalam sistem Islam. Wallahu a’lam bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post