Solusi Tuntas Konflik Palestina



Oleh Devy Rikasari, S.Pd

Anggota Komunitas Pena Dakwah Cikarang


Apa yang Anda bayangkan ketika disebut Palestina? Apakah sebuah negeri yang indah dengan latar pemandangan yang menawan? Ataukah negeri yang nyaman dan damai yang membuat siapapun betah berlama-lama di sana? Tentu tidak! Palestina adalah negeri yang terus-menerus mengalami konflik berkepanjangan dengan negara tetangganya, Israel. Rasanya, kita perlu meralat kata "negara tetangga," karena frasa ini tidak cocok disematkan kepada sebuah entitas yang awalnya masuk ke Palestina sebagai tamu. Namun, dengan congkaknya si tamu mengambil alih tanah Palestina. Ironisnya, ia bak kucing yang sudah mencuri ikan tetapi berwajah memelas sehingga dihujani belas kasihan, tentu dari orang-orang yang mudah tertipu sandiwara ini.


Hari ini kita disuguhkan kembali dengan berita yang menyesakkan dada. Serangan udara terus dilancarkan militer Israel ke wilayah Jalur Gaza. Aksi ini dilakukan sebagai respon terhadap serangan mendadak Hamas pada hari Sabtu (7/10) yang menyebabkan lebih dari 1.200 orang tewas di Israel. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Hamas mengatakan bahwa jumlah korban tewas di Jalur Gaza kini telah meningkat menjadi sedikitnya 1.354 orang dan 6.049 menderita berbagai luka. Kecaman berdatangan dari pemimpin negara kapitalis yang menganggap Israel sebagai korban. Mereka seolah lupa bahwa Israel-lah biang keladi konflik Palestina-Israel ini. 


Mendudukkan Masalah Palestina

Palestina adalah tanah kharajiyah. Kaum muslimin sudah tinggal di sana sejak tahun 637 M. Ini bermula dari futuhat yang dilakukan kaum muslimin di Perang Yarmuk, dimana kaum muslimin tampil sebagai pemenang perang. Karena melihat bagaimana Islam mengurus orang-orang yang berada di bawah kekuasannya, akhirnya membuat pemimpin gereja Kristen, Patriach Sophoroniy, menyerahkan kunci Al Quds kepada Khalifah Umar bin Khattab. 


Sejak itulah, Palestina berada di bawah perlindungan Daulah Khilafah. Berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan tanah Palestina. Hingga pernah suatu kali Palestina jatuh ke tangan pasukan salib. Namun, pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan Shalahudin Al Ayyubi berhasil merebutnya kembali.


Namun, mimpi buruk yang berkepanjangan dialami oleh Palestina melalui Perjanjian Balfour yang ditandatangani Inggris pada tahun 1917. Perjanjian tersebut menjadi celah bagi Yahudi memasuki Palestina. Pasalnya, pasca Deklarasi Balfour, Inggris memfasilitasi migrasi kaum Yahudi ke Palestina. Walhasil terjadi lonjakan populasi Yahudi di Palestina antara tahun 1922-1935, yakni hampir 27 persen dari total populasi di Palestina. Padahal awalnya mereka adalah kaum minoritas yang populasinya hanya 9 persen.


Setelah populasinya meningkat tajam, Yahudi semakin arogan terhadap penduduk pribumi Palestina. Kontak fisik pun tidak terhindarkan dan semakin membesar hingga tahun 1948. Pada 1948, orang-orang Yahudi mendeklarasikan kemerdekaan Israel dan salah satu akibatnya adalah menyebabkan ratusan ribu penduduk pribumi Palestina terusir dari tanah kelahirannya.


Selama beberapa dekade, pendudukan Israel atas Palestina pun makin meluas dan meningkatkan ketegangan di antara dua negara ini. Pencaplokan wilayah, pengusiran, dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi.


Wajib Berjihad untuk Membebaskan Palestina

Keinginan Yahudi menduduki tanah suci Palestina rupanya telah dirancang jauh-jauh hari. Pimpinan gerakan zionisme, Theodore Herzl, berulang kali meminta tanah Palestina kepada Sultan Abdul Hamid yang saat itu menjabat sebagai khalifah pada Kekhilafahan Turki Utsmani. Namun, Sultan Abdul Hamid dengan tegas menolak permintaan tersebut. Simaklah jawaban tegas beliau kepada Herzl berikut ini.


"Tanah itu bukan milikku tapi milik umatku. Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Tanah ini adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiramnya dengan darah mereka. Karena itu silakan Yahudi menyimpan saja harta mereka. Jika Khilafah Utsmani dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Namun, sementara aku masih hidup, aku rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah."


Ketiadaan Khilafah Islamiyah harus dibayar mahal dengan jutaan nyawa penduduk Palestina yang melayang demi mempertahankan negerinya dari penjajahan Israel. Sejak pendudukan Israel di Palestina, tak terhitung serangan bom, nuklir, boikot pangan, air, listrik dan segala kebutuhan primer penduduk Palestina. Menyelesaikan konflik Palestina tidak cukup dengan mengadakan doa bersama dan mengirimkan bantuan makanan atau kesehatan ke sana. Memang benar penduduk Palestina membutuhkannya, tapi solusi tuntas masalah ini adalah dengan mengirim tentara kaum muslimin untuk mengusir Israel dari tanah Palestina.


Butuh kekuatan besar dan komando yang satu untuk membebaskan Palestina. Hanya dengan Khilafah Islamiyah, Palestina dapat dibebaskan kembali sebagaimana dahulu ia dibebaskan dari kekuasaan Romawi yang menindas dan dari cengkeraman tentara salib.


إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ


"Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya. (HR Muslim).


Wahai umat Islam, bersatulah! Bangkitkan semangat jihad untuk menegakkan kembali junnah kaum muslimin yang akan membebaskan Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya dari penjajahan.


Wallahualam bissawab



Post a Comment

Previous Post Next Post