Sistem Kapitalis, Akar Masalah Ketidakadilan


Oleh Neneng Hermawati

                                                           Pendidik Generasi Cemerlang


Warga pulau Rempang sedikit bernafas lega, pasalnya relokasi yang semula dijadwalkan pada Kamis (28/9/2023) urung dilaksanakan. Ratusan aparat kepolisian pun dipulangkan yang sebelumnya dipanggil untuk membantu mengamankan pengosongan kampung-kampung di Rempang, kepulauan Riau.(Republika.com, 29/9/2023)


Pulau Rempang merupakan pulau yang berpenghuni. Kampung- kampung tua dan ditemukan pula makam tua, tapak tugu, serta patok tanda batas antar kampung. Warga  Rempang tinggal selama turun temurun, mereka memiliki KTP dan membayar pajak bumi dan bangunan. Menurut Ombudsman RI, masyarakat Rempang telah berupaya untuk melegalkan tanahnya. Namun, pemerintah  menggantungkan permohonan warga sehingga sampai saat ini mereka tidak memiliki bukti legal kepemilikan rumah. 


Anehnya, pemerintah justru menetapkan pulau Rempang sebagai kawasan pengembangan proyek strategis nasional (PSN). Dengan  diterbitkannya surat keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN terkait pemberian HPL pada 31 Maret 2023, dan SK tersebut berlaku sampai 30 September 2023, seolah-olah mereka memiliki hak untuk  mengusir warga pulau Rempang. Tentu saja ini mendapat penolakan keras dari masyarakat Rempang. Mereka melakukan  demo menolak relokasi dari tempat leluhur mereka. 

Penolakan mereka pun disambut dengan represif oleh ratusan aparat kepolisan dengan menyemprotkan gas air mata. Aparat kepolisian sengaja dipanggil untuk membantu  mengamankan para pendemo.


Saat ini, warga masih merasa cemas. Walaupun relokasi ditunda bukan berarti membatalkan pengosongan pulau Rempang. Mereka juga sulit untuk mendapatkan pasokan pangan. Psikis mereka terganggu karena adanya aparat keamanan yang bersenjata lengkap saat menghadiri sosialisasi.


Pengusiran warga Rempang di tanah kelahiran mereka, merupakan bukti nyata bahwa jargon "kedaulatan di tangan rakyat" hanyalah sebuah ilusi semata, realitasnya kedaulatan ada di tangan mereka yang memiliki modal. Konflik Rempang  antar rakyat dan pemerintah menggambarkan bahwa penguasa di sistem demokrasi merupakan alat untuk menjaga kepentingan para pemilik modal. Pemerintah lebih  berpihak pada pengusaha kapitalis daripada rakyatnya, bahkan negara dengan tega menggerakkan aparat keamanan termasuk militer untuk memaksa warganya pindah dari tempat mereka tinggali selama puluhan tahun lamanya. 

Tidak ada keadilan bagi rakyat kecil, yang ada hanyalah ketidakadilan dan kesengsaraan. 


Berbeda dalam Islam. Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi sehingga terwujudlah keadilan.

Dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syara. Semua pihak sama di hadapan hukum syara.

Hukum syara merupakan ketetapan dari Allah Swt. bukan berasal dari ketetapan/kebijakan penguasa. Sehingga tidak ada kepentingan apapun di sana. Allah Swt. menetapkan hukum syara untuk mengatur kehidupan manusia seluruhnya agar terwujud rahmatan lil alamiin.


Sistem Islam telah menetapkan bahwa negara berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat. Rakyat akan dilindungi dan dijamin semua kebutuhannya terpenuhi. 

Penguasa zalim dalam mengurus rakyatnya berarti dia telah melanggar hukum syara. 

Kebijakan yang ditetapkan penguasa harus sesuai dengan hukum syara, tidak boleh menyimpang demi kepentingan pribadi ataupun para kapitalis.


Firman Allah Swt. menyatakan bahwa, "Sesungguhnya  kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih." (TQS. Asy-syura [42]: 42)


Pada masa kekhilafahan Umar bin Khaththab ra. pun pernah terjadi penggusuran rumah seorang Yahudi yang rumahnya menghalangi proyek pembangunan masjid, oleh wali Mesir, Amr bin Ash saat itu. Namun, Umar ra. menegur wali Mesir tersebut dan mengirimi Amr ra. tulang rusuk yang berasal dari belikat unta, akhirnya Amr pun membatalkan  rencananya. Begitulah  sosok seorang pemimpin yang bertanggung jawab, melindungi, dan mengurusi rakyatnya.


Syariat Islam juga menetapkan bahwa warga bisa memiliki lahan tak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain)  HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad). 


Oleh karena itu, perampasan lahan tanpa alasan syar'i adalah perbuatan ghasab dan zalim. Inilah sistem Islam yang adil dan tidak mungkin didapati pada sistem manapun, termasuk sistem kapitalis-demokrasi yang hanya membagi kepemilikan hanya pada negara dan atau pada mereka yang memiliki modal besar. Sedangkan rakyat tidak memiliki hak untuk menikmati  kekayaan yang sejatinya milik umum.


Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post