Rempang Ironi Kedaulatan Rakyat


Oleh: Roslina Sari 
(Aktivis Muslimah Deli Serdang).


Pengosongan di Rempang di tunda, ratusan polisi pulang.

Dilansir dari BATAM- Rencana relokasi sebagian warga pulau Rempang yang dijadwalkan pada Kamis (28/9/2023) urung dilaksanakan. Ratusan aparat kepolisian yang sebelumnya dipanggil untuk mengamankan pengosongan kampung-kampung di Rempang, Kepulauan Riau disebut sudah dipulangkan.

Polda kepulauan Riau menyatakan telah memulangkan 200 personel satuan Brimob Polda Riau yang sebelumnya dikirim untuk mendukung pengamanan unjuk rasa warga Rempang yang bertugas di bawah kendali operasi (BKO). "Sudah dipulangkan lagi, hari ini pelepasannya. Mereka dikembalikan ke Polda Riau, " ujar Kabid humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad di Batam Kepulauan  Riau, Kamis.


Namun masyarakat Rempang masih 'cemas' meski pengosongan pulau ditunda -'Apa tidak bisa stop penggusuran Ini?.

 Meski pulau Rempang batal dikosongkan pada Kamis (28/09) seperti  rencana awal pemerintah, masyarakat di Kampung Pasir Panjang, sembulang, mengaku masih cemas dan waspada.

Sebab sampai saat ini, pemerintah maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam memperpanjang tenggat waktu pendaftaran dan belum membatalkan rencana pemindahan masyarakat dari kampung-kampung tua.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada Senin(25/09) lalu menyatakan bahwa rencana pembangunan proyek strategis (PSN) Rempang Eco City tetap berjalan, namun pemerintah "memberi waktu lebih" untuk sosialisasi (BBC.News Indonesia).


Meskipun rencana relokasi sebagian warga Pulau Rempang yang dijadwalkan pada Kamis (28/9/2023)urung dilaksanakan. Namun fakta nya  hal itu belum membatalkan rencana pemindahan masyarakat dari kampung-kampung tua. Dalam hal ini pemerintah terlihat hanya sekedar memperpanjang waktu agar warga mendaftar untuk relokasi. Sikap warga terdampak tetap bersikeras menolak dan waspada dengan membuat posko-posko untuk berkumpul dengan membentangkan poster "Kami menolak keras relokasi".  Mereka merasa cemas untuk beraktivitas apa saja, masyarakat dikecam rasa takut, tidak tenang setiap hari, resah, dan gelisah dengan hati yang tidak menentu. Mau cari makan susah, berkomunikasi dengan tetangga luar susah, semua serba susah. Mereka merasa tertekan setiap kali ada kendaraan masuk ke kampung mereka entah itu aparat atau bukan. Merasa tidak aman karena akan diusir dari kampung mereka, mereka tidak ingin digusur. Masyarakat tetap bersikukuh agar penggusuran Ini harus dihentikan. Betapa menyedihkan melihat kondisi masyarakat seperti ini.


 Bahkan masyarakat mengaku merasa tertekan oleh desakan-desakan untuk mendaftarkan diri ke program relokasi. Kalau tidak ada orang dirumah warga, form-nya dimasukkan dibawah pintu. Kalau tidak ada orang tua nya, anaknya dipaksa mewakili orang tuanya untuk mengisi formulir dan tanda tangan. Masyarakat juga merasa tawaran pemerintah perihal ganti rugi hanya sebatas janji, karena lokasi pemindahan belum siap. Selain itu belum ada dasar hukum terkait ketersediaan anggaran untuk kompensasi rumah pengganti, uang tunggu, dan hunian sementara terhadap warga. 


Kasus ini merupakan ujian atas konsep kedaulatan rakyat yang diadopsi negeri ini, siapa sejatinya yang berdaulat ketika rakyat justru banyak dirugikan dalam berbagai kasus sengketa tanah/kasus agraria. Pada kasus Rempang ini, sangat tampak sekali terlihat bagaimana pemerintah menggunakan maladministrasi untuk menguasai tanah/lahan masyarakat Rempang dengan berbagai cara. Reformasi agraria pemerintah telah gagal. Padahal jelas-jelas masyarakat di kampung -kampung tua Rempang telah menempati wilayah itu selalu berpuluh-puluh tahun, semestinya memiliki hak yang sah atas tanah tersebut. Mereka warga yang sudah bergenerasi, berkembang, beranak pinak disitu. Mereka tidak ujug-ujug ada disitu. Padahal ketika kampanye pemilihan presiden pada 6 April 2019, Presiden Joko Widodo pernah berjanji untuk memberi sertifikat terhadap kampung-kampung tua di Batam. Andai janji itu segera diwujudkan, kericuhan pada tanggal 7 dan 11 September lalu mungkin tak terjadi. Malah yang terjadi saat ini justru pemenuhan hak masyarakat "dikalahkan" oleh kepentingan investasi. Kenapa masyarakat yang dikalahkan? Padahal mereka lah yang justru dijanjikan hak sertifikatnya tetapi tidak kunjung diberikan. Ada banyak tumpang tindih lahan yang berlapis di Pulau Rempang. Masyarakat telah menempatinya secara turun temurun. Lalu pada 2001-2002 pemerintah memberikan hak pengelolaan dan pengembangan lahan kepada PT MEG. Namun pemerintah daerah serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) juga memberikan izin-izin kepada pihak lain. Pemberian hak-hak itu melanggar hak konstitusional masyarakat Rempang yang telah lebih dulu eksis. Asal usul masyarakat menjadi penting, karena disitulah warga Rempang punya hak dan legitimasi yang kuat untuk mendapat prioritas dalam pemberian hak atas tanah, bukan BP Batam atau PT MEG. Namun pihak-pihak yang justru datang belakangan di Pulau Rempang justru menjadi pihak yang diprioritaskan untuk menegasikan dan mengusir hak warga Rempang yang seharusnya diutamakan dalam sistem hukum agraria nasional. Apalagi pembangunan Rempang Eco City tidak di alokasikan dalam perencanaan tata ruang dan wilayah pada tingkat daerah hingga nasional. Dalam Perda 3/2001 tentang RTRW kota Batam, pembangunan infrastruktur hanya meliputi jalan, ketenagalistrikan, dan waduk. Sementara kawasan industri meliputi pengembangan industri perikanan di Pulau Rempang dan Pulau Galang serta penataan kawasan wisata Rempang, Galang, dan Galang Baru. Dalam RTRW Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 pun tidak ada yang secara spesifik menunjukkan alokasi ruang untuk pengembangan Rempang Eco City. Yang ada justru Taman Buru Pulau Rempang yang masuk sebagai Kawasan Lindung Nasional. Namun oligarki, para investor lah yang dimenangkan oleh pemerintah atas kasus ini.


Oleh karena itu sungguh sangat jelaslah bahwa konsep kedaulatan rakyat yang diadopsi negeri ini adalah kedaulatan yang berada di  tangan para kapitalis/oligarki. Bukan ditangan rakyat seperti yang digembor-gemborkan dan diagungkan dalam sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Slogan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat adalah kebohongan. Rakyat dikatakan mempunyai kekuasaan dalam menentukan. Faktanya adalah rakyat " kapital" lah yang berkuasa dan berhak membuat hukum dalam sistem demokrasi. Para kapital lah yang dimenangkan, rakyat kecil dikalahkan, karena kapitalis lah  penguasa sebenarnya. Negara hanya sebagai regulator dan pelindung oligarki. Inilah watak asli sistem demokrasi kapitalisme yang memang cacat dan rusak dari lahirnya. Dan perkara yang mendasar dalam demokrasi adalah menjadikan kewenangan hukum berada di tangan manusia bukan pada Allah, Tuhan semesta alam semesta. Inilah kesesatan nya  sudah pasti lah semua produk hukum buatan manusia menghadirkan permasalahan dan kesengsaraan bagi umat manusia. Apakah masih tetap mau mempertahankannya? Tidakkah semua ini  menyadarkan bangsa ini agar kembali kepada sistem illahi?


Sungguh sangat berbeda dalam sistem Islam. Islam menetapkan kedaulatan di tangan Syara' dan umat sebagai pemilik kekuasaan. Hak menetapkan kedaulatan/menentukan hukum itu adalah Allah subhanahu wa ta'ala sebagai as-syia'ri. Sebagai mana firman Allah SWT dalam Al qur'an:

.... الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِۗ....


"Menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah"(QS.Yusuf(10):40).


Syara' menangani dan mengendalikan iradah/kehendak individu. Allah SWT berfirman dalam QS. An-nisa (4):65.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِىْۤ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


Demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga bertahkim kepadamu (Nabi Muhammad) dalam perkara yang diperselisihkan di antara mereka. Kemudian, tidak ada keberatan dalam diri mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka terima dengan sepenuhnya.


Dalam Islam, umat sebagai pemilik kekuasaan yang independen berhak  mengangkat/memba'iat pemimpin bagi mereka untuk mengurusi urusan mereka dengan syariat Islam atas seluruh permasalahan mereka yang memerintah umat dengan Al-Qur'an,  assunnah, ijma'sahabat dan qiyas. Umatlah yang berkuasa untuk mengangkat seorang Kholifah. Dari Ubadah bin shamit yang berkata:

" Kami telah membaiat Rasulullah Saw untuk setia mendengarkan dan mentaati perintahnya".(HR.Muslim)

Dalam kasus Rempang maka semua penyelesaian nya harus dikembalikan kepada syariat Islam bukan aturan manusia bahkan berasal dari kafir barat penjajah. Dalam syariat Islam haram hukumnya mengambil harta milik individu atau milik rakyat bahkan merampas nya. Dalam  pandangan Islam tanah masyarakat Rempang adalah milik rakyat Sah secara syar'i . Perampasan lahan tanpa alasan syar'i adalah perbuatan ghasab dan zalim. Allah mengancam para perampas lahan dengan siksaan yang keras pada hari akhir. Allah akan memberikan siksa dan azab yang pedih bagi pelaku nya.


Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas urusan rakyat termasuk menjaga hak-hak rakyat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».


"Imam/Kholifah adalah pengurus dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. (HR. Muslim dan Ahmad).

Kepemilikan pribadi atau tanah/lahan milik rakyat itu dilindungi oleh negara. Tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh negara atau  para pengusaha/kapital seperti saat ini.


Menurut  Islam, tanah dapat dimiliki dengan enam cara, yakni melalui (1) jual beli, (2) waris, (3) hibah, (4) ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), (5) tahjir (membuat batas pada tanah mati), dan (6) iqtha’ (pemberian negara kepada rakyat).


Islam menetapkan setiap individu rakyat bisa memiliki lahan dengan cara mengelola tanah mati, yakni tanah tidak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).


Menghidupkan tanah mati yang dimaksud ialah memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan seorang pun, yakni dengan cara menanaminya dengan pohon, bercocok tanam, atau membangun bangunan di atasnya.


Islam menetapkan hak kepemilikan tanah akan hilang jika tanah tersebut dibiarkan atau ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut. Negara akan memberikan tanah tersebut kepada orang lain yang mampu mengelolanya. Negara Islam akan memberikan sanksi yang tegas bagi penguasa yang zolim/tidak adil  merampas tanah rakyat jika rakyat tidak ridho dengan hukum mati.  Rakyat berhak mengadukan kezaliman penguasa nya kepada mahkamah madzholim yaitu pengadilan yang menyelesaikan perselisihan antara penguasa/pejabat negara Islam dengan rakyat. Dan mahkamah madzholim akan memeriksa kasus yang diadukan rakyat dan memutuskan serta menghukum dengan hukum syariat yang tegas apabila terbukti penguasa/pejabat itu salah. Sedangkan rakyat yang benar secara Syara' akan dimenangkan. Jika penguasa dalam Islam melanggar hukum Syara' bahkan dia wajib diberhentikan jabatan nya dan diganti dengan mengangkat Kholifah yang baru. Begitulah pemenuhan hak -hak rakyat/umat dalam negara Islam. Dan ini pernah diterapkan 13 abad lamanya peradaban Islam yang mulia dalam memimpin dunia.


Wahai umat kembali lah pada sistem Allah. Islam rahmatan Lil 'alamiin yang diturunkan Allah dari Rabbul'izzati kepada Baginda Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Syariat Islam yang kaffah mampu menyelesaikan seluruh permasalahan umat manusia dengan tuntas dan totalitas. Dan semua penerapan sistem Islam secara kaffah ini hanya bisa diterapkan dalam negara Khilafah Islamiyyah. Biidznillah yang in syaa Allah segera tegak. Umat sudah sangat merindukan nya. Daulah Rahmah yang akan menjadi kehidupan berkah  dari langit dan bumi. Bersegera lah menyambut seruan syariah dan khilafah. Allahu Akbar!].

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post