Prahara di Palestina, Hanya Sistem Islam Solusinya




Oleh Hani Iskandar

Ibu Pemerhati Umat


Perang di Palestina, antara tentara Israel dan Hamas telah berlangsung lama, bahkan kerusuhan yang terjadi puluhan tahun ini, telah berganti generasi. Menjadi masalah turun temurun, dan belum mendapatkan solusi tuntas setelah sekian lama. Perang, kemudian gencatan senjata, kemudian perang lagi, begitu terus menerus tanpa henti, karena akar masalahnya tak dicari juga tak didetili. Solusi tuntasnya pun tak diresapi, tak dipilih dan tak dieksekusi. Sehingga wajar persoalan ini tak bertepi.


Perang antara Palestina dan Israel kembali memanas. Tepatnya tanggal 7 Oktober 2023, Hamas  meluncurkan serangan terhadap Israel. Dikutip dari CNBC Indonesia, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu resmi menyatakan keadaan perang setelah Hamas meluncurkan 5.000 roket dan serangan darat. “Warga Israel. Kami sedang perang dan kami akan menang,” ungkap Netanyahu melalui pernyataan publiknya, dikutip dari Times of Israel. (media online cnbcindonesia, 7/10/2023)


Israel pun kemudian membalas serangan Hamas dengan meluncurkan serangan terhadap Jalur Gaza. Tak cukup sampai di sana, Israel melanjutkan penyerangan hingga pada kawasan yang seharusnya merupakan kawasan yang aman dan terlarang untuk melakukan penyerangan, banyak infrastruktur penting yang terkena dampak, seperti rumah sakit, salah satunya rumah sakit Indonesia untuk Palestina, kawasan pengungsian, dan lain sebagainya. 


Bahkan beberapa pemberitaan menyebutkan bahwa Israel menggunakan bom fosfor putih untuk membalas serangan Palestina, padahal bom fosfor tersebut adalah zat yang dilarang secara internasional untuk digunakan. Sampai saat ini, belum ada kecaman maupun sanksi tegas dari dunia internasional terhadap tindakan Israel tersebut.


Berdasarkan sejarah, perang antara Palestina dan Israel saat ini, sesungguhnya tidak lepas dari akar konflik yang terjadi sejak tahun 1948, yang menjadi momentum direbutnya wilayah Palestina oleh Israel, pendudukan secara paksa, dan segala bentuk kekerasan yang ditimpakan Israel atas Palestina selama kurun waktu puluhan tahun. 


Bukan hanya itu, PBB dan negara-negara Internasional pun seolah membenarkan dan memfasilitasi Yahudi Israel untuk melakukan aksinya tersebut. Teror yang mereka buat terhadap rakyat Palestina dengan berbagai cara telah merenggut banyak nyawa lebih dahulu, merenggut kehormatan, menghancurkan berbagai infrastruktur, hingga pemboikotan dan blokade Jalur Gaza, sehingga rakyat Palestina mengalami kesulitan dan kehancuran yang luar biasa dari segala lini. 


Namun sayangnya, tindakan zalim Israel ini tak dikecam sebagai perbuatan terorisme oleh dunia internasional. Wajar kiranya, jika Palestina mempertahankan dan merebut kembali apa yang menjadi miliknya, kehormatannya, tanah kelahirannya. Karena sejarah mana pun mencatat bahwa Al-Aqsha beserta seluruh wilayah Palestina adalah mutlak milik kaum muslimin Palestina. Israel hanyalah pendatang, mereka berhasil menduduki Palestina secara paksa. 


Pendudukan ini semakin terbuka ketika bertahun-tahun PBB dan dunia internasional berupaya menjadikan negosiasi dan diplomasi untuk tercapainya gencatan senjata antara Palestina dan Israel dengan memberikan janji kebebasan terhadap rakyat Palestina. Namun janji itu tak terbukti, hingga kini wilayah Palestina semakin "dicaplok" oleh Israel.


Sesungguhnya konflik Palestina dan Israel ini, menurut banyak pengamat, akan terus berlanjut dan makin memanas, karena akar masalahnya belum tuntas, yakni hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. Namun, hal itu tentu akan sulit terjadi mengingat bahwa bangsa Yahudi dan Nasrani akan terus memusuhi dan menghancurkan umat Islam tanpa ampun.

 

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 120 yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang (rida) kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”


Selain itu, nasionalisme yang sudah dihunjamkan oleh orang-orang kafir ke tengah-tengah kaum muslimin dengan dalih Nation State, membuat sekat antara negeri-negeri kaum muslimin, sehingga membatasi dan menghalangi para pemimpin beserta kaum muslim yang begitu banyak jumlahnya untuk mengirimkan bala bantuan. Meski berbagai bantuan kemanusiaan disalurkan, meski hal itu memang benar-benar membantu, tetapi tak mampu melepaskan Palestina dari penjajahan Israel. 


Jika dahulu Palestina (termasuk wilayah Syam), pertama kali dibebaskan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab melalui jihad kaum muslimin yang dikomandoi Khalid bin Walid pada tahun 637M. Lalu pada masa pemerintahan Turki Utsmani, di bawah kekuasaan Sultan Hamid II, seorang tokoh Zionis Yahudi Theodor Herzl, pun pernah meminta dibangunkan sebuah gedung di Al-Quds, tetapi Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, semata-mata untuk melindungi tanah kaum muslimin.


Maka, dari penjelasan sejarah tersebut, jalan satu-satunya dalam menghadapi Israel adalah para pemimpin negeri-negeri muslim menghilangkan batas-batas wilayah masing-masing dan membuka jalur selebar-lebarnya untuk seluruh kaum muslimin bersatu dan berjuang mengangkat senjata melawan dan mengusir penjajah Israel. 


Hal itu baru bisa terjadi jika umat Islam sadar akan pentingnya persatuan dan pentingnya bergerak dalam satu komando pemimpin umat yakni seorang pemimpin bagi seluruh kaum muslimin. 


Pemimpin kaum muslimin yang dimaksud adalah khalifah yang akan menjelma menjadi jenderal perang tertinggi sekaligus pemimpin umat dalam menegakkan segala aturan dan sistem Islam dalam naungan sebuah institusi Islam, juga yang akan menggerakkan seluruh potensi kekuatan militer dari negeri-negeri muslim sekitarnya dengan menggelorakan panggilan jihad untuk bisa menolong Palestina, juga wilayah-wilayah kaum muslimin lainnya yang sedang terjajah.


Untuk mencapai hal tersebut, kaum muslimin saat ini harus bersatu mewujudkan kembali keberadaan khalifah yang akan menuntaskan segala problem umat manusia, khususnya kaum muslimin dengan cara berdakwah, menyadarkan kaum muslimin tentang syariat Islam agar bisa kembali berislam kafah dalam naungan Islam yang kafah. Tak cukup hanya mengecam, tak cukup hanya berdoa (meski ini adalah hal utama), apalagi hanya berdiam diri menganggap bahwa masalah Palestina bukanlah masalahnya. 


Kaum muslim hakikatnya adalah saudara, saat sebuah wilayah sedang dilanda masalah maka hal itu menjadi kewajiban bagi muslim di wilayah ain untuk membantunya. Jangan sampai kita termasuk muslim yang apatis dan berdiam diri, hingga datangnya laknat Allah kepada kita. Na'uzubillahiminzalik.


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post