Maraknya Mahasiswa Bunuh Diri, Bukti Lemahnya Mental Generasi


Oleh Nur Hasanah, SKomp 

Pengemban Dakwah Islam


Pada tahun 2045 (bertepatan 100 tahun Indonesia merdeka) nanti, 70% penduduk Indonesia akan berusia 15-64 tahun. Usia ini dikategorikan sebagai usia produktif sehingga Indonesia akan mendapatkan bonus demografi.


Bonus demografi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa dan negara. Indonesia ditargetkan sudah menjadi negara maju dan setara dengan negara adidaya pada masa itu.

Untuk mencapai hal itu, tentu harus dipersiapkan sedini mungkin.


Mahasiswa yang menjadi sasaran. Mereka diminta untuk diberi inspirasi agar bisa belajar dan berkarya. Dari lulusan perguruan tinggi diharapkan akan lahir  SDM yang berpikir inovatif, transformatif dan memiliki keterampilan sehingga Indonesia Emas 2024 bisa tercapai.


Maraknya Mahasiswa Bunuh Diri


Faktanya, keadaan generasi saat ini sungguh membuat miris. Kerusakan yang dilakukan oleh mahasiswa sudah banyak terjadi. Mereka terlibat narkoba, pergaulan bebas, pelaku perjudian, riba, pembunuhan dan lain-lain. 


Memang tidak semua mahasiswa bermental rusak. Namun bila kerusakan ini tidak ditanggulangi dengan serius, maka akan mendorong mahasiswa lain, untuk ikut serta menjadi pelaku kerusakan.


Sudah banyak diketahui bahwa mahasiswa saat ini, diberi label Gen Z. Gen Z memang dikenal dengan kecerdasannya, namun mereka juga dianggap generasi stroberi yang memiliki mental lunak. Mereka berharap segala keinginan bisa dipenuhi namun tidak mau melakukan usaha maksimal. 


Mereka mudah tergiur dengan pencapaian orang lain dan berusaha untuk mengikuti kesuksesannya, tetapi dengan cara yang dia sukai. Mereka tidak suka menemukan hambatan dan mudah putus asa. Bila menemukan hambatan, mereka biasanya mengambil jalan pintas.


Di bulan Oktober 2023, sudah ada 3 orang mahasiswa di Indonesia yang melakukan bunuh diri dan viral di media. Pada data Kepolisian hingga 24 Mei 2023 yang dikutip dari laman resmi pusiknas.polri.go.id disebutkan di Indonesia ada 451 kasus kejadian bunuh diri. (Detik.com 13/10/2023)


Ini membuktikan bahwa angka bunuh diri sudah sangat tinggi. Data dari WHO tahun 2019, Indonesia memiliki resiko bunuh diri 2,4 per 100 ribu penduduk.


Bunuh diri merupakan jalan pintas untuk lari dari masalah. Banyak yang mengatakan bahwa penyebab bunuh diri adalah akibat dari depresi. Depresi sendiri bisa disebabkan karena faktor genetik dan non-genetik. 


Faktor genetik seperti, gangguan neurokimiawi, gangguan neuroendokrin, hingga perubahan neurofisiologi. Sementara faktor non-genetik seperti, ketidak mampuan menangani masalah yang menyebabkan putus asa.


Lemahnya Generasi Akibat Pendidikan Sekuler yang Tidak Punya Visi


Kemajuan negara bukan hanya dipengaruhi oleh jumlah Sumber Daya Manusia (SDM). SDM yang banyak dan memiliki kecerdasan akademik mungkin mampu memajukan negara, tetapi kemajuannya hanya dapat dirasakan oleh negaranya. Sementara negara sekitarnya hanya bisa menyaksikan atau bahkan malah akan menjadi korban jajahan. 


Fakta ini sedang kita rasakan sekarang. Indonesia memiliki wilayah yang luas dan kekayaan alam yang melimpah. Sejatinya, rakyatnya merasakan sejahtera. Namun faktanya, rakyatnya hanya mampu menyaksikan kekayaannya dibawa ke nagara-negara luar.  Negara-negara yang menikmati kekayaan Indonesia itu, kita katakan adalah negara maju dan adidaya. Sementara kita sebagai rakyat yang memiliki hak menikmatinya, tengah bertaruh nyawa untuk memenuhi makan anggota keluarga.


Dalam pendidikan sekuler, agama di jauhkan. Pelajar sampai mahasiswa hanya diajarkan bagaimana menyesaikan tugas sekolah dan belajar agar mendapat nilai tinggi. Demi menyelasaikan tugas sekolah dan mendapatkan nilai tinggi, pelajar dan mahasiswa sering menghalalkan segala cara agar bisa naik kelas dan lulus perguruan tinggi. Tidak heran bila mereka mudah menyakiti teman demi tercapai tujuan. Tidak heran bila mereka memiliki pemikiran menyakiti diri bahkan bunuh diri bila hasil tidak sesuai harapan.


Pendidikan yang tidak punya visi hanya akan menjadi pengekor dari negara-negara yang dianggap lebih maju. Mereka tidak didorong untuk menjadi seseorang yang punya karya inovasi dan diakui dunia. Karena negara memang tidak memfasilitasinya.


Negara Maju dan Adidaya Hanya Bisa Diraih dengan Islam


Kemajuan negara memang dipengaruhi oleh jumlah SDM yang berpendidikan. Namun pendidikan yang dimiliki oleh SDM adalah pendidikan yang memiliki visi ke depan. Pendidikan yang bukan hanya punya tujuan dunia tetapi sampai dengan tujuan akhirat. Dan pendidikan yang seperti ini hanya ada dalam Islam.


Pendidikan dalam Islam memiliki tiga pilar. Masing-masing pilar akan saling berpengaruh. Bila salah satu pilar tidak berjalan, maka hasil dari pendidikan tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Pilar itu adalah keluarga, lingkungan masyarakat dan negara.


Dalam Islam, pendidikan dimulai dari rumah yaitu keluarga, sebagai pilar pertama. Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh bagi ketahanan anak dalam menjalani kehidupan di lingkungan masyarakat. Pendidikan dalam keluarga adalah menanamkan akidah Islam. Dengan akidah Islam, anak akan mampu membedakan perbuatan yang berasal dari Islam dan wajib dilakukan seperti, meyakini takdir Allah. Dan perbuatan yang bukan berasal dari Islam dan harus ditinggalkan seperti, bunuh diri.


Ketika anak sudah mulai mampu mengenal mana perbuatan baik dan buruk, anak mulai bersosialisasi dengan temannya di masyarakat. Lingkungan masyarakat pun harus turut menjaga akidah anak agar anak tidak terpengaruh dengan perbuatan yang bertentangan dengan Islam. Di dalam masyarakat juga harus ada kontrol masyarakat. Bila ada penyimpangan, masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lain sehingga bisa melakukan pencegahan.


Pilar ke tiga adalah negara. Peran negara sangat besar fungsinya karena negara memiliki peralatan yang sangat lengkap untuk menciptakan fungsi pendidikan dalam keluarga dan masyarakat bisa berjalan. Negara akan menjalankan aturan yang baik dan benar yaitu aturan Islam, bila memang serius ingin mencapai Indonesia Emas 2045. 


Menjadi negara maju dan adidaya bukanlah sesuatu hal yang mustahil bagi Indonesia. Selain bonus demografi, penduduk Indonesia juga mayoritas beragama Islam sehingga tidaklah sulit untuk menjadikan aturan Islam sebagai aturan dalam kehidupan masyarakat termasuk dalam pendidikan.

Wallahualam bisawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post